BALAPULANG - Hujan lebat disertai angin kencang melanda Desa Balapulang Kulon Kecamatan Balapulang, Sabtu (17/12) kemarin sekitar pukul 16.30 WIB. Serangan angin puting beliung tersebut menumbangkan 64 pohon jati di wilayah Perum Perhutani KPH Balapulang.
Petugas dari KPH Balapulang dibantu masyarakat LMDH, dengan sigap segera mengamankan lokasi bencana yang menumbangkan puluhan tanaman jati yang ditanam tahun 1970 itu.
Sesuai data dari Perhutani KPH Balapulang, sepeti dikatakan Wakil Administratur (Waka Adm) KPH Balapulang, Weda Panji Hudaya SHut, sekitar 64 pohon jati tumbang. Keberadaan tanaman tersebut pada petak 31 dan 33 Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Kaligimber BKPH Margasari turut wilayah pangkuan LMDH Manggaladharma Desa Balapulang Kulon. “Usia tanaman tahun tanam 1970an. Pohon tumbang tersapu angin, saat bersamaan turun hujan lebat di wilayah tersebut,” ujarnya.
Dikatakan Weda Panji, di tempat tersebut, petugas KPH dan BKPH dibantu anggota LMDH, membantu mengamankan pohon yang roboh agar tidak dipunguti oleh warga setempat. Petugas sekaligus melakukan pendataan (dileter), untuk didata sementara. Sedang untuk pengamanan, kayu dibawa ke tempat penimbunan kayu (TPK) di Margasari.
Menurut dia, atas perisriwa tersebut pihaknya akan melaporkan terlebih dahulu ke Perum Perhutani unit I di Semarang. Kondisi tumbangnya pohon jati, juga pernah terjadi di RPH dan BKPH yang sama, tanggal 7 Nopember 2011. Saat itu sebanyak 260 pohon berusia 38 tahun, tumbang. “Kami berharap semoga tidak terjadi lagi bencana serupa khususnya dalam waktu dekat,” ujar Weda Panji.
Disisi lain, Humas KPH Balapulang, Juli Kusnadi, mengatakan, sebetulnya pohon tersebut belum waktunya ditebang. Akibat bencana alam tersebut terpaksa kayu ditebang untuk diamankan ke TPK terdekat. Nilai jual kayu jati akibat kejadian tersebut, lebih murah dibandingkan dengan tebangan pohon yang sudah direncanakan sebelumnya. Karena, tidak melalui prosedur melalui teresan hingga satu tahun untuk mendapatkan kayu yang bernilai jual tinggi.
Sementara dikatakan Juli Kusniadi, kerugian ekologis (lingkungan) tidak kalah pentingnya. Bahkan meski kapasitasnya tidak terlalu berat, namun ada pengaruh akibat terjadinya bencana alam tersebut yang membuat lingkungan menjadi rusak. “Namun tidak terlalu mengkhawatirkan, dan kerusakan itu bisa ditanggulangi,” ucapnya.
Peristiwa bencana angin itu dikisahkan Juli, mesitir salah satu anggota LMDH, Jeni, 40 tahun, yang rumahnya tidak jauh dari tempat kejadian mengatakan, saat itu wilayah Balapulang dan sekitarnya turun hujan sangat lebat disertai angin kencang sekitar lima belas menit. Saat bersamaan terjadi suara pohon roboh, masyarakat LMDH banyak yang berhamburan keluar rumah memburu suara pohon tumbang. Beruntung, angin tidak masuk ke wilayah perkampungan warga yang jaraknya tidak jauh dari lokasi itu. “Kerusakan dan korban bisa lebih parah jika angin menuju ke perkampungan penduduk,” pungkasnya. (gon)
Sumbe Berita : http://www.radartegal.com/index.php
0 komentar:
Posting Komentar