JAKARTA- Ketua Mahkamah Agung (MA) Harifin Tumpa menyatakan tidak ada pejabat yang bersih di Indonesia. Namun, dia tidak mengungkapkan maksud pernyataan tersebut untuk siapa.
"Tidak ada pejabat bersih di Indonesia," kata Tumpa usai melantik Dirjen Badan Peradilan Tata Usaha Negara dan Militer, Sulistyo, di kantornya, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Kamis (23/6).
Dia mengatakan, maksud pernyataannya itu adalah bahwa tidak ada satu pejabat pun yang lepas dari kesalahan. Tumpa mengimbau agar pejabat negara jangan saling menghujat dan menonjolkan diri, tapi tidak mau saling menghargai.
Menurutnya, kondisi bangsa saat ini sedang sakit. Karena itu, seharusnya semua pihak saling menunjukkan sikap kenegarawanan. Ketika ditanya siapa pejabat negara yang dia maksud, Tumpa tidak menjawab.
Dia juga menampik bahwa yang dimaksudnya adalah pejabat Mahkamah Konstitusi (MK).
”Kan Anda sendiri yang memberitakan, saya tidak mau sebut,” ujarnya.
Seperti diketahui, dalam beberapa kesempatan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mengkritik keras dunia peradilan di bawah MA. Apalagi baru-baru ini hakim Syarifuddin tertangkap tangan KPK karena diduga menerima suap. Sebaliknya, Mahfud beberapa kali menyatakan lembaga yang dipimpinnya bersih.
Pemanggilan Hakim
Selain terkesan berkonflik dengan MK, sebelumnya Harifin Tumpa juga kerap bersitegang dengan anggota Komisi Yudisial. Hal itu antara lain dipicu pemanggilan hakim kasus Antasari Azhar dan kasus Abu Bakar Ba'syir oleh KY. MA mempersilakan KY memeriksa semua hakim dengan risiko sistem peradilan menjadi kacau.
"Kalau mau dilanjutkan, silakan periksa lagi. Biar sekaligus sistem peradilan menjadi kacau. Silakan saja," kata Tumpa.
Menurut dia, hingga kini belum ada hukum acara pemeriksaan terkait pemanggilan hakim oleh KY. Dia berpendapat, KY tidak bisa memanggil jika menyangkut materi putusan hakim.
"Kalau semua orang bisa mempersoalkan suatu proses, tidak usah ada peradilan," jelasnya.
Terkait pengesampingan fakta yang dihadirkan di pengadilan oleh hakim, seperti yang dituduhkan dalam kasus Antasari, Tumpa menilai hal itu belum ada hukum acaranya. Dalam kode etik hakim, hakim dilarang mengesampingkan fakta di persidangam.
"Itu tidak ada hukum acaranya. Belum ada petunjuk pelaksanaannya. Seperti kapan pelanggaran bisa dikenai sanksi, bagaimana cara pemeriksaannya," ujarnya. (D3,dtc-25,59)
http://suaramerdeka.com/24 Juni 2011
"Tidak ada pejabat bersih di Indonesia," kata Tumpa usai melantik Dirjen Badan Peradilan Tata Usaha Negara dan Militer, Sulistyo, di kantornya, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Kamis (23/6).
Dia mengatakan, maksud pernyataannya itu adalah bahwa tidak ada satu pejabat pun yang lepas dari kesalahan. Tumpa mengimbau agar pejabat negara jangan saling menghujat dan menonjolkan diri, tapi tidak mau saling menghargai.
Menurutnya, kondisi bangsa saat ini sedang sakit. Karena itu, seharusnya semua pihak saling menunjukkan sikap kenegarawanan. Ketika ditanya siapa pejabat negara yang dia maksud, Tumpa tidak menjawab.
Dia juga menampik bahwa yang dimaksudnya adalah pejabat Mahkamah Konstitusi (MK).
”Kan Anda sendiri yang memberitakan, saya tidak mau sebut,” ujarnya.
Seperti diketahui, dalam beberapa kesempatan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mengkritik keras dunia peradilan di bawah MA. Apalagi baru-baru ini hakim Syarifuddin tertangkap tangan KPK karena diduga menerima suap. Sebaliknya, Mahfud beberapa kali menyatakan lembaga yang dipimpinnya bersih.
Pemanggilan Hakim
Selain terkesan berkonflik dengan MK, sebelumnya Harifin Tumpa juga kerap bersitegang dengan anggota Komisi Yudisial. Hal itu antara lain dipicu pemanggilan hakim kasus Antasari Azhar dan kasus Abu Bakar Ba'syir oleh KY. MA mempersilakan KY memeriksa semua hakim dengan risiko sistem peradilan menjadi kacau.
"Kalau mau dilanjutkan, silakan periksa lagi. Biar sekaligus sistem peradilan menjadi kacau. Silakan saja," kata Tumpa.
Menurut dia, hingga kini belum ada hukum acara pemeriksaan terkait pemanggilan hakim oleh KY. Dia berpendapat, KY tidak bisa memanggil jika menyangkut materi putusan hakim.
"Kalau semua orang bisa mempersoalkan suatu proses, tidak usah ada peradilan," jelasnya.
Terkait pengesampingan fakta yang dihadirkan di pengadilan oleh hakim, seperti yang dituduhkan dalam kasus Antasari, Tumpa menilai hal itu belum ada hukum acaranya. Dalam kode etik hakim, hakim dilarang mengesampingkan fakta di persidangam.
"Itu tidak ada hukum acaranya. Belum ada petunjuk pelaksanaannya. Seperti kapan pelanggaran bisa dikenai sanksi, bagaimana cara pemeriksaannya," ujarnya. (D3,dtc-25,59)
http://suaramerdeka.com/24 Juni 2011