REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pada Rabu, 5 Oktober 2011, ratusan ribu prajurit TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut, serta TNI Angkatan Udara berbaris dengan gagah serta tegapnya untuk memperingati Hari Ulang Tahun ke-66 Tentara Nasional Indonesia atau TNI.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memimpin upacara peringatan HUT TNI di kompleks Mabes TNI di Cilangkap, Jakarta. Yudhoyono yang didampingi Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono, Kasad Jenderal TNI Pramono Edhi Wibowo, Kasal Laksamana TNI Soeparno serta Kasau Marsekal TNI Imam Sufaat memimpin acara ini dan dalam sambutannya antara lain Kepala Negara minta seluruh prajurit TNI untuk bersikap waspada terhadap terorisme.
"Meskipun masalah keamanan dan ketertiban masyarakat menjadi tanggung jawab Kepolisian, TNI harus ikut serta dalam mencegah timbulnya aksi terorisme yang membahayakan rakyat tidak berdosa, serta gerakan separatis bersenjata yang mengancam kedaulatan negara," kata Kepala Negara.
Selama ini masyarakat memang bisa terus melihat langsung dan merasakan bahwa ratusan bahkan ribuan tentara digelar di berbagai daerah mulai dari perkotaan hingga wilayah- wilayah terpencil untuk menjaga keamanan dan pertahanan. Mereka harus melakukan patroli dengan mengendarai kendaraan hingga berjalan kaki menembus hutan belantara demi menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Ternyata telah banyak korban yang jatuh. Pada hari Selasa, 23 Agustus 2011, misalnya, seorang perwira menengah TNI-AD, Kapten Tasman harus "merelakan" nyawanya di kota Jayapura, ibu kota Provinsi Papua setelah dia dikeroyok oleh tiga orang yang tidak dikenal.
Tasman dibacok dengan parang serta ditikam dengan menggunakan pisau. Pembunuhan ini masih belum jelas apakah sekedar tindakan kriminal ataukah dilakukan oleh kelompok separatis Organisasi Papua Merdeka atau OPM yang selama ini masih "bermimpi" menjadikan Papua sebagai negara terpisah dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Jika ada prajurit-prajurit TNI yang gugur dalam menjalankan tugas mereka sehingga layak mendapatkan penghormatan dan penghargaan yang setinggi-tingginya, maka apa yang terjadi di Jakarta pada hari Sabtu, 27 Agustus 2011 yang juga melibatkan seorang bintara TNI Angkatan Laut. Patutkah sang sersan satu ini diberi penghargaan atau malahan sebaliknya dibawa ke mahkamah militer dan kemudian dipecat secara tidak hormat dari dinas aktifnya di TNI-AL?
MembajakPada hari Sabtu, 27 Agustus 2011, sekitar pukul 09.35 WIB, tiba-tiba terdengar tembakan di Stasiun Senen, Jakarta Pusat. Sejumlah anggota Brigade Mobil, Kepolisian Negara Republik Indonesia tiba-tiba melepaskan tembakan ke arah seorang lelaki begitu Kereta Api Gajayana baru saja berhenti di stasiun yang biasa memberangkatkan dan menerima masuknya kereta-kereta api kelas ekonomi.
Stasiun Senen yang dipadati oleh ribuan calon pemudik untuk menyambut hari Idul Fitri tiba-tiba menjadi heboh karena mendengar suara tembakan. Tidak ada yang tahu apakah sedang ada latihan menyambut HUT TNI ataukah ada musibah apa? Rupanya para prajurit Brimob sedang berusaha meringkus Sersan satu Darso yang sedang berusaha membajak kereta api Gajayana tersebut. Selama ini belum pernah terdengar adanya upaya pembajakan kereta api apalagi yang dilakukan oleh prajurit TNI.
Gajayana rupanya diberangkatkan dari Malang pada 26 Agustus untuk memenuhi kebutuhan tingginya angka arus mudik dalam rangka menyambut Lebaran tersebut, sehingga tidak ada penumpang yang dibawa dari Malang, Jawa Timur. Kereta api ini dipimpin oleh Masinis Yodian Wiliarso. Setibanya di Stasiun Terisi, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, sekitar pukul 07.09 WIB.
Tiba-tiba terhadap angkutan massal ini dilakukan penghadangan oleh tiga orang yang berdiri dengan "gagahnya" di tengah rel kereta api. Ternyata satu dari tiga orang "pembajak" itu adalah Sersan Satu Darso dari kesatuan Batalyon Marinir Pertahanan Pangkalan, Pangkalan Utama TNI- AL(Lantamal) III, Jakarta.
Entah apa yang ada di pikiran Sersan Satu Darso ini, apakah hanya ingin naik kereta secara gratis ataukah ingin menjadi "pahlawan di siang hari bolong" dengan menjadi prajurit pertama di lingkungan TNI yang nekad membajak Gajayana. Sampai sekarang Darso masih tetap ditahan dan disebut-sebut diperiksa oleh dokter ahli jiwa atau psikiater.
Gara-gara tindak pembajakan itu, maka pengawalan terhadap semua kereta api diperketat sehingga penjagaan tidak hanya dilakukan di gerbong-gerbong penumpang tapi juga lokomotif. Pembajakan oleh Darso ini berhasil dilaporkan Masinis Yodian Wiliarso yang melaporkan kasus ini ke pusat pengendali di Cirebon melalui alat komunikasi hingga akhirnya ketiga pembajak itu berhasil dibekuk.
Penjagaan ketat ini dilakukan karena para pembajak membawa sangkur yang ditodongkan ke dada dan leher sang masinis. Bahkan sebuah "senjata laras pendek" dibawa untuk menakut-nakuti awak PT Kereta Api Indonesia ini walau akhirnya diketahui bahwa alat yang menakutkan itu hanyalah sebuah air soft gun alias mainan anak-anak.
Ancaman teroris
Sampai sekarang masyarakat belum pernah mendapat informasi lagi tentang kejadian yang "aneh dan langka" ini. Darso belum diketahui apakah sudah diperiksa atau belum oleh psikiater dan apa hasil pemeriksaan itu dan yang terpenting adalah kapan sersan satu ini akan diseret ke mahkamah militer di lingkungan TNI-AL.
Masyarakat pasti melihat ini secara langsung atau mengetahui bagaimana proses peradilan Darso dan apakah ia dinyatakan bersalah dan apa hukumannya mulai dari dipenjara hingga dipecat secara tidak hormat dari dinas militernya.
Bagi ratusan ribu prajurit TNI-AL, TNI-AD, TNI-AU hingga Polri, peristiwa peradilan itu juga pasti akan menarik untuk diikuti secara seksama, karena bisa diketahui apakah Darso hanya "nekad" ingin naik kereta api secara gratis ataukah ada tujuan lain.
Tentu para pemimpin TNI dan juga Polri tidak menginginkan sama sekali terulangnya tindak kriminal ala koboi Darso ini. Di setiap angkatan dan Polri, ada dinas psikologi dan para psikolog tersebut harus dimanfaatkan semaksimal mungkin agar kejahatan ini tidak terjadi lagi karena hanya akan mencoreng nama baik dan kehormatan TNI-AD, TNI-AL, TNI-AU dan juga bisa saja Polri.
Mudah- mudahan Darso akan segera diseret ke mahkamah militer sehingga seluruh rakyat bisa mendengarkan secara langsung pengakuan sang Sersan Satu Darso ini dan akhirnya diketahui "imbalan" yang bakal diterimanya termasuk hukuman penjara dan pemecatan dari dinas militer dan menjadi peristiwa pertama serta terakhir yang dilakukan oleh prajurit-prajurit TNI.
Sumber Berita : http://id.berita.yahoo.com/