JAKARTA - Kasus suap proyek Wisma Atlet SEA Games tampaknya hanya akan berhenti pada Muhammad Nazaruddin. Indikasi itu terlihat dari sikap bekas Bendahara Umum Partai Demokrat tersebut yang memilih ”jurus lupa”.
Saat keluar dari gedung Komisi Pemberantasan Korupsi usai menjalani pemeriksaan, kemarin,
Nazaruddin mengaku lupa tentang semua hal yang terkait dengan kasusnya. Diduga kuat Nazaruddin bersikap seperti itu karena khawatir dengan keselamatan istri dan anak-anaknya. Dia bahkan mengirim surat kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), meminta agar keluarganya tidak diusik. ”Saya minta sama Pak SBY, jangan ganggu anak istri saya,” ujar Nazaruddin yang dijaga ketat oleh sejumlah anggota Brimob.
Nazaruddin datang ke kantor KPK menggunakan mobil tahanan Kijang kapsul warna silver dari Rumah Tahanan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, sekitar pukul 10.40. Ia mengenakan kemeja lengan panjang biru berkerah putih dan celana panjang hitam.
Selain mengaku lupa, Nazaruddin juga menyatakan tidak akan mempersoalkan penahanannya dan siap dihukum.
”Saya mengaku salah, kalau perlu saya tidak usah disidik, langsung divonis saja. Saya ditahan saja, tidak masalah,” katanya.
Surat yang ditulis langsung oleh Nazaruddin itu diketik ulang oleh tim kuasa hukumnya. Surat tersebut menurut rencana akan dikirim ke Istana.
Menanggapi hal itu, Wakil Ketua KPK, M Jasin mengatakan, jika Nazaruddin bungkam, penyidikan tidak akan terpengaruh.
“Tim penyidik KPK bekerja secara profesional dan independen. Nazaruddin bungkam atau tidak, bukan jadi masalah. Masyarakat bisa menilai siapa yang tidak konsisten,” kata Jasin.
Ia menambahkan, penyidikan tidak bergantung pada keterangan Nazaruddin saja. KPK memiliki strategi lain untuk menuntaskan kasus korupsi yang melibatkan bekas anggota Komisi III DPR itu.
“KPK menggali data-data informasi untuk menemukan bukti-bukti korupsi dari banyak sumber dengan berbagai strategi. Tidak hanya berdasarkan omongan Nazaruddin. Bila ada pihak lain yang terlibat, maka KPK konsisten dalam penegakan hukum,” tegasnya.
Juru Bicara Presiden, Julian Aldrin Pasha, menepis dugaan bahwa SBY mengintervensi kasus Nazaruddin, hingga membuatnya merasa terancam. SBY juga tidak merasa terganggu namanya disebut-sebut Nazar.
”Presiden tidak terganggu namanya disebut-sebut oleh Nazaruddin. Itu kan hanya surat permohonan agar anak-istrinya tidak diganggu. Presiden belum menerima surat dari Nazaruddin,” kata Julian, usai mendampingi Presiden menerima Pansel Pimpinan KPK.
Menurut dia, tidak ada kaitan Presiden dengan permintaan Nazaruddin agar anak-istrinya tidak diganggu.
”Presiden tetap menyerahkan hal tersebut kepada proses hukum yang berlaku untuk segera diselesaikan. Tadi di DPR saya bicara dengan Kapolri dan semuanya sudah dilakukan sesuai prosedur. Nazaruddin dijaga dan dilindungi sepenuhnya, tentu berdasarkan hak-hak beliau sebagai warga negara yang memang harus dilindungi keselamatannya,” tegasnya.
Ketua Badan Pengurus Setara Institute, Hendardi, mengatakan, pilihan Nazaruddin untuk bungkam soal dugaan keterlibatan petinggi Demokrat dan KPK telah mengonfirmasi kecurigaan publik, dan mengeksploitasi kelemahan psikologis Nazar. Pilihan bungkam merupakan barter yang cukup rasional bagi Nazaruddin, asalkan keluarganya selamat.
”Walaupun barter adalah pilihan rasional, tapi pilihan bungkam adalah kecelakaan serius dan pengabaian terhadap berbagai indikasi mafia anggaran,” kata Hendardi.
Menurutnya, dalam situasi yang manipulatif dan penggiringan Nazaruddin ke kondisi ketakutan ekstrem, kebenaran mustahil diungkap. Berdasarkan ilmu psikologi forensik, seseorang yang akan ditahan, bila sudah berkeluarga, maka yang pertama dipikirkannya adalah nasib anak istrinya, bukan hukuman yang akan menimpanya.
”Inilah yang dimanfaatkan oknum untuk menekan Nazaruddin,” tambahnya.
Rekaman Pemeriksaan
KPK menepis semua tudingan pengacara Nazaruddin, OC Kaligis, mengenai perlakuan KPK terhadap Nazar. Kemarin, KPK memutar dokumentasi foto dan video yang mematahkan tudingan mantan pengacara Anggodo Widjojo itu.
Tudingan pertama soal KPK yang disebut tidak mengizinkan Nazaruddin didampingi pengacara saat menjalani pemeriksaan. Tudingan tersebut terbantahkan saat KPK memutar rekaman pemeriksaan awal Nazaruddin pada Minggu dini hari (14/8).
Rekaman empat kamera pengintai (CCTV) yang terpasang di ruang pemeriksaan memperlihatkan staf Kaligis, Alfrian Bonjol, dipersilakan penyidik untuk menemui Nazaruddin. Dalam rekaman tersebut, Alfrian yang mengenakan kemeja batik menyodorkan surat kuasa untuk ditandatangani oleh Nazaruddin. Namun, Nazar menolak membubuhkan tanda tangannya.
Kepada Alfrian, Nazaruddin yang mengenakan kaus berkerah biru tua dan jaket cokelat meminta agar Berita Acara Pemeriksaan (BAP) diserahkan kepada saudaranya, Muhammad Nasir. ”Nasir ada di bawah? Tolong berikan (BAP) ke dia,” kata Nazaruddin kepada Alfrian.
Suami Neneng Sri Wahyuni itu juga menolak saat Alfrian bersikukuh memintanya menandatangani surat kuasa. “Nanti di Mako Brimob saja,” kata Nazar.
Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan, Bibit Samad Rianto mengatakan, rekaman tersebut menunjukkan bahwa tudingan terhadap KPK tidak benar. Bibit menegaskan, pemeriksaan oleh KPK tidak pernah mengabaikan hak-hak tersangka.
“KPK dituduh melanggar HAM karena (Nazaruddin) tidak didampingi pengacara. Seperti yang Anda lihat, Nazar tidak menentukan pengacaranya,” tegas Bibit.
Dia menambahkan, Nazaruddin baru menandatangani surat kuasa untuk Kaligis pada 16 Agustus. Pada saat diperiksa pertama kali pada Sabtu-Minggu (13-14 Agustus), Nazaruddin belum menunjuk pengacaranya karena masih menimbang-nimbang dahulu.
Mengenai surat kuasa pengacara yang ditandatangani di Singapura, Bibit mengatakan, KPK berpijak pada hukum perdata internasional. Surat kuasa yang dibuat di luar negeri harus dilegalisasi oleh KBRI setempat. Bila tidak ada legalisasi itu, maka tidak dapat diterima.
Mengenai tudingan Kaligis yang menyebut Nazaruddin takut makanannya diracuni, rekaman video pemeriksaan di lantai tujuh kantor KPK justru memperlihatkan Nazaruddin lahap menyantap nasi Padang yang ditawarkan penyidik KPK.
Ia menyantap makanannya ditemani tiga penyidik sambil berbincang-bincang dengan mereka.
“Kami berikan nasi Padang, dia makan dengan lahap. Jadi tidak benar kalau dia takut diracun. Penyidik juga ikut makan,” jelas Kepala Biro Humas KPK Johan Budi.
Tudingan selanjutnya, soal cuci otak yang dilakukan penyidik selama Nazaruddin dalam perjalanan dari Kolombia ke Indonesia. Dalam rekaman tak tampak mimik stres atau tertekan di wajah Nazar. Salah satu foto memperlihatkan Nazaruddin duduk di ruang tunggu Bandara Eldorado, Bogota, Kolombia. Ia didampingi tiga penyidik KPK. Nazaruddin mengumbar senyum ke arah kamera.
“Ini foto Pak Nazaruddin di ruang tunggu pesawat. Terlihat enjoy, tidak ada tekanan di wajahnya,” kata Johan.
Foto lain memperlihatkan suasana di dalam pesawat Gulfstream yang membawa Nazaruddin dan tim penjemput. Interior pesawat jet bisnis tersebut tidaklah mewah seperti yang disebut sejumlah media massa. Dalam kabin pesawat, Nazaruddin terlihat tertidur di samping penyidik KPK.
“Betapa sempitnya di dalam pesawat. Tempat duduknya buat 12 orang. Nazar dengan enaknya tidur di sebelah penyidik, bahkan penyidik mengalah tidak tidur,” tambah Johan.
KPK juga memperlihatkan foto-foto saat pesawat yang membawa Nazaruddin mendarat di Bandara Halim Perdanakusuma. Sebelum turun dari pesawat, beberapa penyidik KPK memakaikan rompi antipeluru ke badan Nazar.
“Kami jamin betul keselamatan Nazaruddin, maka kami pakaikan rompi antipeluru,” imbuh Johan.
KPK juga mengkritik anggota Komisi III DPR yang memaksa masuk menemui Nazaruddin di Mako Brimob, Depok. KPK menilai, sebagai pejabat negara mereka seharusnya memberikan contoh yang baik kepada masyarakat.
Tiga anggota Dewan yang ”memaksa” masuk ke Rutan Mako Brimob yakni Nudirman Munir dan Azis Syamsuddin dari Partai Golkar, serta Ahmad Yani dari PPP. (J13,F4,A20, K32,J22,bn-25,59)