RAFAH - Untuk kali pertama dalam empat tahun, Mesir kemarin membuka secara permanen perbatasan Rafah yang menghubungkan negara itu dengan Jalur Gaza, Palestina.
Langkah itu diambil hampir tiga bulan setelah Presiden Hosni Mubarak kehilangan kekuasaan. Mesir dan Israel menutup perbatasannya dengan Gaza setelah Hamas mengambil alih kekuasaan tahun 2007. Israel menentang keras keputusan Mesir tersebut. Negara Zionis itu menyatakan, hal itu bisa mempermudah masuknya senjata ke Gaza. Namun Kairo menandaskan pihaknya selalu melakukan penggeledahan yang seksama di semua perbatasan.
Kebijakan Mesir melonggarkan berbagai pembatasan di perbatasannya dengan Palestina tampaknya menjadi isyarat penting bahwa kepemimpinan baru di Mesir telah mengubah dinamika di kawasan Timur Tengah.
Sejak Mubarak tumbang Februari lalu, pemerintah baru Mesir telah melonggarkan blokade dan memperbaiki hubungan dengan Hamas. Sebulan lalu Kairo mendorong kesepakatan bersatu antara dua faksi Palestina, Fatah dan Hamas. Langkah itu juga ditentang keras oleh Israel.
Namun para pengamat menilai, keputusan itu tak lepas dari pemilu Mesir yang akan digelar September mendatang. Kebijakan itu dianggap akan sangat populer bagi masyarakat yang bersimpati pada Palestina. Kerja sama Mesir memblokir Gaza adalah salah satu kebijakan Presiden Mubarak yang sangat tidak disukai rakyatnya.
Harapan Baru
Kantor berita nasional Mesir, MENA, melaporkan perbatasan dibuka pukul 09.00-17.00 setiap hari kecuali Jumat dan hari raya nasional. Para wanita dari segala usia dan laki-laki di bawah 18 tahun atau di atas 45 tahun bebas masuk tanpa visa, sementara para pria usia 18-45 tahun harus membawa visa.
Kendati masih tertutup untuk perdagangan, pembukan perbatasan Rafah diperkirakan bakal mampu mendorong perekonomian di Gaza. Untuk sementara waktu hanya sekitar 300 orang warga Palestina yang diizinkan menyeberang setiap hari. Ali Nahallah, warga Gaza, menyatakan kebijakan itu sangat berarti bagi warga Gaza. “Ini satu-satunya pintu masuk Gaza ke dunia luar,” katanya. “Kami merasa hidup di penjara besar di Gaza. Sekarang kami merasa sedikit nyaman dan bisa hidup lebih mudah. Anak-anak saya ingin sekali berjalan-jalan ke tempat lain selain tempat-tempat di Gaza.” (bbc,ap-mn-66)
Sumber Berita : Suara Merdeka CyberNews, 29Mei 2011
Langkah itu diambil hampir tiga bulan setelah Presiden Hosni Mubarak kehilangan kekuasaan. Mesir dan Israel menutup perbatasannya dengan Gaza setelah Hamas mengambil alih kekuasaan tahun 2007. Israel menentang keras keputusan Mesir tersebut. Negara Zionis itu menyatakan, hal itu bisa mempermudah masuknya senjata ke Gaza. Namun Kairo menandaskan pihaknya selalu melakukan penggeledahan yang seksama di semua perbatasan.
Kebijakan Mesir melonggarkan berbagai pembatasan di perbatasannya dengan Palestina tampaknya menjadi isyarat penting bahwa kepemimpinan baru di Mesir telah mengubah dinamika di kawasan Timur Tengah.
Sejak Mubarak tumbang Februari lalu, pemerintah baru Mesir telah melonggarkan blokade dan memperbaiki hubungan dengan Hamas. Sebulan lalu Kairo mendorong kesepakatan bersatu antara dua faksi Palestina, Fatah dan Hamas. Langkah itu juga ditentang keras oleh Israel.
Namun para pengamat menilai, keputusan itu tak lepas dari pemilu Mesir yang akan digelar September mendatang. Kebijakan itu dianggap akan sangat populer bagi masyarakat yang bersimpati pada Palestina. Kerja sama Mesir memblokir Gaza adalah salah satu kebijakan Presiden Mubarak yang sangat tidak disukai rakyatnya.
Harapan Baru
Kantor berita nasional Mesir, MENA, melaporkan perbatasan dibuka pukul 09.00-17.00 setiap hari kecuali Jumat dan hari raya nasional. Para wanita dari segala usia dan laki-laki di bawah 18 tahun atau di atas 45 tahun bebas masuk tanpa visa, sementara para pria usia 18-45 tahun harus membawa visa.
Kendati masih tertutup untuk perdagangan, pembukan perbatasan Rafah diperkirakan bakal mampu mendorong perekonomian di Gaza. Untuk sementara waktu hanya sekitar 300 orang warga Palestina yang diizinkan menyeberang setiap hari. Ali Nahallah, warga Gaza, menyatakan kebijakan itu sangat berarti bagi warga Gaza. “Ini satu-satunya pintu masuk Gaza ke dunia luar,” katanya. “Kami merasa hidup di penjara besar di Gaza. Sekarang kami merasa sedikit nyaman dan bisa hidup lebih mudah. Anak-anak saya ingin sekali berjalan-jalan ke tempat lain selain tempat-tempat di Gaza.” (bbc,ap-mn-66)
Sumber Berita : Suara Merdeka CyberNews, 29Mei 2011