Di tengah pedesaan yang sebagian besar mayarakatnya memiliki usaha logam, ternyata ada juga orang yang mencoba untuk menekuni usaha jamur tiram. Walaupun penghasilannya, belum begitu banyak seperti pembudidaya jamur tiram yang memiliki tanah yang luas.
Siang itu udara di ruangan bertembok bilik kayu terasa lembab. Tampak dua rak kayu yang saling berhadapan, memenuhi ruangan selebar 3 x 3 meter itu. Terlihat ratusan poly bag yang posisinya rebah dan saling berselang-saling seperti zig-zag.
Di bagian atas poly bag tampak tudung kecil seperti cangkang tiram berwarna putih. Inilah tanaman jamur tiram, atau dalam bahasa latinnya Pleurotus Ostreatus.
Pembudidaya jamur tiram itu adalah Hilmi Muhammad, warga Desa Pesarean Kecamatan Adiwerna. Dia mengaku, budidaya jamur tiram sangat menguntungkan. Karena pengelolaanya tidak begitu rumit dan bisa memanen setiap hari.
“Sebenarnya usaha jamur tiram ini tidak sulit. Hanya, setiap hari harus disemprot air dan ruangannya juga harus seteril. Apalagi bibitnya hanya diambil dari limbah kayu atau gergajian kayu yang dibungkus dengan plastik,” kata laki-laki yang mempunyai satu anak tersebut.
Hilmi yang setiap harinya menjadi guru mengaji di Pondok Pesantren Nurul Hidayah Desa Bedug Kecamatan Pangkah dan menjadi guru madrasah Kanzul Ulum Desa Pesarean tersebut, mengawali usahanya sejak bulan Maret kemarin. Pada bulan April, dia sudah bisa memanen perdana jamur tiramnya.
“Alhamdulillah, walaupun usaha ini belum lama dan modalnya baru sedikit, banyak masyarakat memesan jamur tiram tersebut. Karena ternyata ketika dipanen, banyak masyarakat yang gemar dengan jamur tiram untuk dimasak,” ungkapnya.
Budidaya jamur tiram yang dipunyai Hilmi, baru ada 500 log atau bungkus plastik. Dari jumlah itu, baru sekitar 200 bungkus yang menghasilkan jamur tiram. Dia bisa memanen setiap hari, sekitar dua sampai tiga kilogram setiap kali panen.
“Gergajian kayu tersebut dibungkus dengan plastik selama tiga minggu sampai warnanya memutih. Bagian atas plastik tersebut dipotong dan diletakkan dengan posisi yang direbahkan. Tiga hari kemudian, gergajian kayu yang berada di dalam plastik itu langsung keluar jamur,” jelasnya.
Penghasilan dari jamur tiram yang dimiliki Hilmi, sangat lumayan untuk membantu nilai tambah perekonomian keluarganya. Menurutnya, setiap 1 Kg jamur tiram dapat dijual seharga Rp 13.000. Sementara, dirinya lebih sering menjual seperempat Kg saja, yang harganya Rp 4.000.
“Kalau dijual ke bakul, kami mematok harga Rp 3.500 setiap seperempat Kg. Namun jika dijual ke penampung, harganya menjadi Rp 3.000,” ungkapnya.
Diakuinya, usaha jamur tiram yang digelutinya itu masih belum mampu memenuhi permintaan konsumen di Kabupaten Tegal. Pasalnya, usaha budidaya jamur tiram masih sangat jarang ditemukan. Hal ini membuat konsumen beralih menyetok dari luar kota untuk memenuhi permintaan. Namun melihat permintaan yang semakin tinggi, dirinya berkeinginan untuk mengembangkan budidaya jamurnya. Apabila ada pesanan jamur tiram berapapun banyaknya, dia mengaku siap mengirimkannya.Sumber Berita : Radar Tegal, 27 April 2011
1 komentar:
Daerah mana tuh bang
Posting Komentar