Selasa, 15 Januari 2013

Sebut Korban Perkosaan Menikmati Daming Diprotes 3 putrinya

Calon Hakim Agung Daming Sunusi mungkin lupa dirinya memiliki tiga putri dan dua cucu perempuan. Hingga dengan gamblang dia membuat candaan yang menyebut pelaku dan korban pemerkosaan sama-sama menikmati. Ucapan itu dia sampaikan saat fit and proper test di Komisi III DPR, Senin (14/1) kemarin.

Setelah ucapannya jadi perbincangan hangat di semua media dan jejaring sosial, Daming mengaku diprotes keluarga besar yang ada di Banjarmasin terutama tiga putrinya.

"Keluarga saya juga sangat terpukul, saya mendapat protes keras dari anak-anak. Anak saya bilang kalau seperti bukan bapaknya yang bicara seperti ini. Anak saya juga tak sangka ucapan itu keluar dari mulut bapaknya," kata Daming kepada wartawan di ruang Biro Humas Mahkamah Agung, Selasa (15/1).

Tak hanya keluarga, Daming juga diprotes rekan kerjanya. Dia mengklaim, di mata  teman-teman sesama hakim, Daming bukan sosok yang demikian.

"Rekan-rekan saya banyak yang terkejut dan menanyakan apakah kata-kata itu benar keluar dari mulut saya. Karena mereka menilai dan mengenal saya tidak seperti itu," ucapnya.

Dengan muka tegang, Daming mengakui kesalahannya. Dia pun tak akan melakukan pembelaan apapun dan berkilah dari ucapan kontroversialnya itu.

"Saya mengakui saya bersalah dan tidak perlu melakukan pembelaan dengan dasar apapun. Saya minta pendapat pada keluarga harus gimana selanjutnya, mereka kemudian menyatakan saya harus sampaikan permohonan maaf melalui media," tegas Daming yang mengenakan kemeja lengan panjang corak garis biru putih dan dasi biru.
Sumber: Merdeka.com
Sumber Berita :  http://id.berita.yahoo.com/sebut-korban-perkosaan-menikmati-daming-diprotes-3-putrinya-

Pengamat Transportasi Busway Diperbaiki Dulu

Keputusan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk menyetujui pembangunan 6 ruas jalan tol di DKI Jakarta mendapat tentangan. Sejumlah pihak menilai langkah itu tidak berpihak pada kemajuan DKI Jakarta yang bebas macet, tetapi justru memancing warga untuk lebih memilih memiliki kendaraan pribadi ketimbang menggunakan angkutan massal umum.
Pengamat transportasi Darmaningtyas yang hadir dalam uji publik terkait pembangunan tol tersebut pun menilai bahwa sebaiknya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memperbaiki busway ketimbang mengurus hal baru, yang dalam hal ini pembangunan tol yang terintegrasi dengan angkutan umum.
"Busway bukan tambah maju, tapi memburuk. Jalur koridor I dulu sangat steril, sekarang tidak lagi. Saya minta, Pak Jokowi, fokuslah selesaikan persoalan transjakarta. Ide (baru) didukung, tetapi kalau (transjakarta, yang sudah ada) tidak beres, bagaimana?" ujarnya.
Bus TransjakartaBus Transjakarta
Uji publik sendiri diadakan setelah Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo disebut mengiyakan pembangunan 6 ruas jalan tol yang sebelumnya dia katakan tidak akan mendukung pembangunan jalan berbayar tersebut. Pengamat dan sejumlah pihak memandang bahwa pembangunan 6 ruas tol lebih karena tekanan terhadap Gubernur Joko Widodo ditekan oleh pemodal yang menginginkan tetap berjalannya proyek tersebut.
"Kalau bapak dukung (proyek tol) jalan sekarang, saya jamin, pemodal yang bapak iyakan tidak akan mendukung bapak nanti karena sudah pasti tidak disetujui kalau mau buat tol lagi," ungkap Darmaningtyas.
"Simatupang belum ada 30 tahun. Tidak ada bukti bahwa jalan tol mengatasi kemacetan. Mana ada jalan tol yang tidak macet di Jakarta? Kalau ada saya dukung," tambah Darmaningtyas yang disambut tepuk tangan publik dan pengamat yang kontra dengan pembangunan ruas tol ini.
(kpl/nzr/abe)
Sumber Berita :  http://id.berita.yahoo.com/pengamat-transportasi-busway-diperbaiki-dulu-025000352.html

Minggu, 13 Januari 2013

Cuit Rasis Soal Ahok Farhat Dilaporkan ke Polisi

TEMPO.CO, Jakarta - Kicauan rasis pengacara Farhat Abbas berbuntut panjang. Ramdan Alamsyah, sesama pengacara, melaporkan Farhat ke Polda Metro Jaya, Kamis, 10 Januari 2013 siang. Ramdan menyebut, Farhat tak menghargai perbedaan suku dan etnis di Indonesia.

"Perbedaan itu harus dihargai. Kalau tidak, berarti tidak memiliki nasionalisme dan menjunjung Pancasila," kata Ramdan. Farhat, pengacara usia 36 tahun, dianggap melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 Pasal 16 yang menyatakan bahwa setiap orang yang sengaja menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang lain berdasarkan diskriminasi ras dan etnis dipidana penjara paling lama lima tahun.

Ramdan melaporkan Farhat melalui laporan TBL/28/I/2013/PMJ/Ditreskrimsus atas nama pribadi. Dia mengaku disokong dua organisasi, yaitu Komunitas Intelektual Muda Betawi dan Himpunan Advokat Muda Indonesia.

Ramdan menyesalkan sikap Farhat, terlebih karena suami Nia Daniati itu adalah pengacara. "Dia lebih paham tentang mekanisme hukum. Dia penegak hukum. Tidak etis bicara seperti itu," ujar Ramdan.

Dia kukuh menyatakan, pelaporan Farhat ini tidak berkoordinasi dengan Basuki "Ahok" Tjahaja Purnama, Wakil Gubernur DKI, objek cuit Farhat. "Ini bukan masalah Ahok atau bukan Ahok. Yang dilukai bukan dia sendiri. Kita jaga keutuhan bangsa," kata dia.

Sebelumnya Ramdan memiliki riwayat perseteruan dengan Farhat. Pada November tahun lalu, Farhat dituduhnya mengirim pesan singkat berisi ancaman. Ramdan mengkhawatirkan efek domino kicauan Farhat. "Bagaimana kalau ada konflik etnis? Tawuran siswa SMA 6 dan SMA 70 juga karena saling ejek, kan?" kata dia.

Farhat membuat cuitan sensasional di jejaring sosial Twitter. Melalui akun @farhatabbaslaw, dia menyinggung Ahok yang menyatakan tak memakai pelat B 2 DKI karena sudah dibeli pengusaha. Bagi Farhat, urusan pelat nomor istimewa itu biasa diperjualbelikan. Dia mengakhiri kicauannya dengan menyerang Ahok dengan cuitan yang berbau etnis. Farhat hari ini kembali cuit yang isinya meminta maaf.

ATMI PERTIWI
 Sumber Berita : http://id.berita.yahoo.com/cuit-rasis-soal-ahok-farhat-dilaporkan-ke-polisi-110751791.html

Gratifikasi Seks Nikmat Tak Bisa Dijerat

Gratifikasi seks hangat dibicarakan karena menjadi salah satu modus yang diberikan kepada seseorang yang memiliki jabatan strategis. Meski begitu, penegak hukum tak dapat mengambil tindakan karena belum memiliki payung hukum.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mengkaji pemberian sanksi terhadap penerima gratifikasi seks. Pengkajian gratifikasi seks itu merujuk pada konvensi internasional yakni United Nations Convention Against Corruption (UNCAC).

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengaku banyak menerima laporan mengenai gratifikasi seksual. Menurutnya, banyak pihak yang tak menerima gratifikasi berupa uang, namun menerima gratifikasi berbentuk layanan esek-esek.

Menurutnya, sejak dahulu laporan gratifikasi seksual sering terdapat pada pemeriksaan pada instansi keuangan. Apalagi sekarang ini kebijakan bisa terbentuk oleh perempuan cantik.

"Dulu zaman Orde Baru itu kalau ada pemeriksaan ke daerah, itu yang disediakan sajian seksual, kalau ada misalnya dulu pemeriksaan keuangan," ungkap Mahfud.

Menurut Mahfud, mengenai undang undang yang mengatur soal gratifikasi seksual masih terus dirumuskan. Dan kontrol yang bisa menghukum pelaku dalam menerima gratifikasi tersebut.

"Undang-undang (UU) belum tahu nanti biar dipikirkan. Iya kan sudah ada sendri, sudah seharusnya kalau kontrol-kontrol seperti itu, tapi sulit dibuktikan juga ya," katanya.

Pimpinan KPK Adnan Pandu Praja menyatakan pembahasan sanksi para pelaku gratifikasi seks ini sangat menarik. Apalagi jika hal itu dapat dijadikan ukuran rupiah. Sebab, selama ini dalam undang-undang yang ada, kebanyakan peraturan mengenai sanksi gratifikasi terdapat batasan-batasan nominal rupiah.

"Yang diatur itu ada batasan-batasan rupiahnya. Kalau bisa dijadikan ukuran rupiah, itu menarik. Sayangnya aturan kita masih seperti itu. Merujuk pada UNCAC memang masih harus disempurnakan. Beberapa instansi ragu apakah itu termasuk gratifikasi," ujar Adnan.

Sementara itu, Direktur Gratifikasi KPK Giri Supradiono mengatakan tidak menutup kemungkinan ada gratifikasi seks. Menurutnya, dalam UU menyatakan yang tergolong gratifikasi tidak harus uang tunai tapi bisa berupa diskon dan kesenangan. Hal itu lah yang dapat digolongkan ke dalam perbuatan penerimaan gratifikasi seks.

"Ada kemungkinan. UU kita mengatakan tidak harus uang tunai tapi bisa berupa diskon dan berupa kesenangan. Memang pembuktiannya tidak harus lapor tapi ini jatuhnya ke case building karena itu harus dibuktikan," ujarnya.

Ketua Komisi III DPR Gede Pasek Suardika menilai praktik gratifikasi atau pemberian hadiah berupa layanan seks kepada pejabat negara, sudah lazim dilakukan sejak zaman kerajaan. Gede Pasek menilai usulan KPK yang meminta gratifikasi seks dimasukkan dalam Undang-undang sebagai upaya berlebihan.

"Kalau diatur secara khusus, berlebihan. Kalau gratifikasi susah, ini membingungkan," ujarnya.
Sumber: Merdeka.com
Sumber Berita :  http://id.berita.yahoo.com/gratifikasi-seks-nikmat-tapi-tak-bisa-dijerat-230000536.html