Jumat, 03 Juni 2011

Pelempar Bom Diduga Gunakan RX King

KLATEN - Penyelidikan polisi berkait aksi pelemparan bom molotov di Gereja Kristen Jawa (GKJ) Dusun Jambon, Desa Sabrang Lor, Kecamatan Trucuk belum menemukan titik terang.

Motif dan pelaku aksi percobaan pembakaran itu belum terendus, sehingga Densus 88 pun turun tangan. Kapolres AKBP Kalingga Rendra Raharja mengatakan, motif di balik kejadian itu belum bisa dipastikan. ”Masih dalam penyelidikan kami,” katanya, Jumat (3/6).

Petugas sudah meminta keterangan beberapa saksi, serta mengamankan barang bukti pecahan botol dan sisa bensin yang ditemukan di dekat lokasi. Data di Polres menyebutkan, sisa bensin yang ditemukan polisi hanya setengah liter.

Bensin itu ditemukan di dekat kotak yang berada di depan kios tak terpakai di barat GKJ. Bensin saat ditemukan dikemas dalam botol air mineral, dibungkus plastik dengan tulisan dan label produk herbal. Tak ditemukan adanya rangkaian kabel atau detonator seperti bom-bom bensin yang disebar kelompok Roki Cs beberapa bulan lalu.

Sebelumnya diberitakan, GKJ Dusun Jambon, Desa Sabrang Lor, Kecamatan Trucuk, Kamis (2/6) nyaris terbakar. Api yang sudah menjilat atap diduga berasal dari dua botol berisi bensin yang dilempar orang tak dikenal (SM/3/6).

Suara Motor

Menurut Narso, salah seorang warga yang rumahnya di sekitar GKJ, pelaku pelemparan diduga naik sepeda motor. Sebab sebelum paginya ditemukan, dia sempat mendengar ada suara sepeda motor jenis RX King yang berhenti di tepi jalan dekat GKJ. ”Saat itu pukul 01.00 saya menghidupkan lampu rumah,” ungkapnya.

Namun karena tidak menduga ada pelempar bensin dia meneruskan tidur. Paginya pukul 08.00 saat warga sedang beribadah, dia baru mengerti jika ada botol bensin dilempar ke GKJ.

Hanya, apakah pengendara sepeda motor itu pelakunya, dia tidak bisa memastikan. Sebab saat dia terbangun sudah tengah malam dam mata mengantuk.

Densus 88 Mabes Polri memberikan atensi kejadian itu. Petugas dari kesatuan berlambang burung hantu itu sudah mengecek barang bukti yang diamankan polisi. ”Sudah ada anggota yang memeriksa bukti sisanya,” jelas sumber di kepolisian.

Densus yang datang tidak satu tim melainkan hanya beberapa orang. Mereka tidak membawa barang bukti yang ditemukan di lokasi, tetapi hanya mengecek sisanya dan melihat ke lokasi.

Namun belum juga diketahui siapa sebenarnya pelaku pelemparan tersebut. Meski kejadian itu sudah kali kedua setelah tanggal 6 September 2010 lalu.
Sumber Berita : Suara Merdeka CyberNews, 4 Juni 2011

STIKES Bhamada Serahkan Mahasiswa Praktek

SLAWI - Sebanyak 64 mahasiswa Program Studi D-III Keperawatan Program Reguler Semester IV (empat) STIKES Bhamada Slawi, melaksanakan praktik keperawatan di Desa Karanganyar Kecamatan Pagerbarang Kabupaten Tegal.    Kegiatan ini akan diikuti ke-64 mahasiswa tersebut sejak 30 Mei lalu hingga 18 Juni mendatang.
Penyerahan mahasiswa praktik, dilakukan Kepala Prodi (Kaprodi) D-III Perawat Woro Hapsari SKep Ns, didampingi Koordinator Ariani Indrastuti SKM.
"Keperawatan komunitas merupakan salah satu bentuk pelayanan keperawatan profesional yang ditujukan pada komunitas dengan penekanan pada kelompok resiko tinggi, dalam upaya mencapai derajat kesehatan yang optimal melalui peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, menjamin keterjangkauan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dengan melibatkan komunitas sebagai mitra perencana, pelaksana, dan evaluasi pelayanan kesehatan," jelasnya.
"Keperawatan komunitas merupakan bentuk pelayanan langsung atau tidak langsung yang berfokus pada kebutuhan dasar komunitas yang berkaitan dengan kebiasaan (perilaku) masyarakat yang tidak sehat, ketidakmampuan masyarakat untuk beradaptasi dengan lingkungan internal maupun eksternal," lanjutnya.
Agar terjadi link and match, Woro menjelaskan, maka mahasiswa semester akhir Prodi D-III Keperawatan STIKes Bhamada melaksanakan praktik keperawatan komunitas dan keperawatan gerontik dalam kontek pelayanan kesehatan utama untuk mengaplikasikan konsep-konsep yang sudah didapat di akademik.
"Fokus mata ajar ini untuk menerapkan proses keperawatan komunitas di dalam masyarakat mengenai masalah kesehatan utama, yang berdasarkan konsep dasar kesehatan komunitas, konsep dan prinsip pendidikan kesehatan. Penerapan proses keperawatan komunitas ini dapat bersifat dependen, independen, dan interdependensi," sambungnya.
Adapun mengenai tujuannya, Woro mengatakan, untuk menerapkan proses asuhan keperawatan komunitas dengan berkolaborasi dengan lintas program dan sektoral -baik lembaga formal, maupun non formal-, dalam mewujudkan pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, rehabilitatif, dan kuratif dengan memanajemen masalah kesehatan yang ada dalam masyarakat.
"Melaksanakan pengkajian kebutuhan dalam keperawatan komunitas yang meliputi mengidentifikasi data yang diperlukan, mengumpulkan data dengan mengunakan metode/strategi yang sesuai, menganalisa data yang telah diperoleh, serta menentukan masalah keperawatan yang sesuai dengan prioritasnya," terangnya.
Selain itu, juga untuk merencanakan asuhan keperawatan komunitas serta melaksanakan rencana keperawatan komunitas yang meliputi independen dengan bersifat health education sesuai dengan kebutuhan masyarakat, dependen yang bersifat partnership dengan disiplin ilmu yang lain, serta menciptakan hubungan yang   efektif dengan beberapa sumber yang ada di masyarakat dan instansi yang terkait.
"Membantu dan mengembangan pelaksanaan asuhankeperawatan komunitas dalam meningkatkan kualitas pelayanan yang ada di Puskesmas, mengevaluasi tindakan keperawatan komunitas sesuai dengan standar/acuan yang telah ditentukan, selanjutnya mencatat/melaporkan data/informasi yang tepat dan relevan kepada Puskesmas yang ada untuk meningkatkan kualitas praktik keperawatan komunitas," paparnya.
Sumber Berita : Radar Tegal 3 Juni 2011

Tentara Sambangi Wotgalih

JATINEGARA - Bentuk kemanunggalan TNI dan rakyat, terus digulirkan. Salah satu bentuk nyatanya, melalui program TNI Manunggal Membangun Desa (TMMD) Sengkuyung yang untuk kali ini secara resmi dibuka oleh Dandim 0712/Tegal Letkol (ARH) Elman Nawedra, di lapangan Desa Wotgalih Kecamatan Jatinegara, kemarin.
Sasaran pokok program tersebut, adalah pembuatan jalan sekigus pengaspalan dengan jarak 3.789 meter dan lebar 3 meter. Selain itu, kedatangan TNI selama 21 hari disana juga membidik sasaran pembuatan jembatan beton ukuran 5 kali 3 meter.
"Tema yang diangkat dalam TMMD kali ini, kita berupaya meningkatkan sinergitas dan integritas sektoral dalam rangka menguatkan akselerasi pembangunan, memberdayakan masyarakat di daerah pedesaan dalam mewujudkan ketahahan yang tangguh guna keutuhan NKRI," tegasnya.
Diakuinya, selain sasaran fisik dalam kegiatan kali ini juga membidik sasaran non fisik berupa penyuluhan bela negara wawasan kebangsaan, penyuluhan anatomi teroris, bahaya laten komunis, buta aksara, penyuluhan narkoba, dan Kamtibmas.
Kegiatan apel pembukaan yang diikuti jajaran peleton dari Kodim 0712, Brigif IV Dewa Ratna, Yonif 407/PK, Polres Tegal, Sat Radar, Hansip, Korpri, dan masyarakat tersebut juga sempat diisi dengan pembacaan amanat Kepala Staf Angkatan Darat selaku penanggungjawab operasional TMMD, Jenderal TNI George Toisutta, oleh inspektur upacara.
"Ini merupakan program lintas sektoral yang melibatkan TNI, Kementerian, Pemda non kementerian, Pemda, dan segenap lapisan masyarakat," katanya.
Dijelaskan Elman Nawendra, program TMMD dilaksanakan untuk membantu pemerintah dalam upaya memberdayakan wilayah pertahanan, meningkatkan akselerasi pembangunan, dan kesejahteraan masayarakat, serta memantapkan wawasan kebangsaan dan bernegara dalam rangka mewujudkan ketahanan wilayah yang tangguh. Serta menghadapi hakekat ancaman yang ada.
Sebelum gelar acara rampung, peserta juga dihibur kesenian rakyat Wotgalih berupa seni jatilan kuda lumping.
Sumber Berita : Radar Tegal 3 Juni 2011

Prihatin Kondisi Lintasan

BELUM genap sebulan menahkodai Satuan Lalu Lintas di jajaran Polres Tegal, telah membuat perwira muda yang satu ini dihadapkan pada pekerjaan rumah yang terlampau serius. Ini terkait parahnya kondisi lintasan yang ada di wilayah hukumnya, yang membentang dari jalur Pantura Warurejo hingga ke wilayah Selatan dimana kondisinya sama-sama mengkhawatirkan pengguna jalan.
"Mau tidak mau, kita harus segera action untuk meminimalisir jatuhnya korban dan melonjaknya angka laka lantas, akibat buruknya lintasan seperti sekarang ini," terang Kasat Lantas AKP Wahyu Purwidiarso SIK.
Diakuinya, segala langkah koordinasi telah dia lakukan dengan instansi terkait untuk memecahkan masalah krusial tentang buruknya lintasan di wilayah hukumnya. Namun belum adanya titik terang terhadap masukan yang telah dilayangkan tersebut, memaksa dia dan personilnya turun ke jalan untuk sedikit memecahkan solusi.
"Toh, setelah kami turun untuk menutup lubang di lintasan Pantura, tak berselang lama ada pihak yang terpanggil untuk melakukan hal yang sama di lintasan padat kendaraan tersebut," cetusnya.
Diapun mengaku, tidak akan berhenti sampai disitu. Pantauan yang sempat dilakukan di wilayah jalur Selatan yang konon kondisinya juga sangat memprihatinkan, membuat dirinya tergerak untuk kembali melakukan koordinasi dengan instansi terkait.
"Kami sempat melakukan pantauan di wilayah Selatan yang membentang dari Lebaksiu, Margasari, hingga Balapulang. Kondisinya tak jauh beda dengan kawasan Pantura. Banyak sekali lubang di lintasan tersebut dan menggundang terjadinya laka lantas tunggal. Dari hasil pantuan itu, nanti akan kita tindak lanjuti langkah koordinasi dengan instansi terkait," ujarnya.
Dia tak menampik, ada empat faktor yang menjadi penyebab terjadinya laka lantas. Selain human error, faktor lain seperti manusia, cuaca, dan lingkungan menjadi penyebab terjadinya laka lantas. "Faktor yang tak kalah pentingnya yang turut andil menjadi penyebab laka lantas, adalah kondisi jalan," tegasnya.
Langkah menekan angka laka lantas di wilayah hukumnya bakal terus diupayakan semaksimal mungkin, dengan realita kondisi jalan yang ada sekarang dalam kondisi cukup memprihatinkan. Dimana kecelakaan di wilayah hukumnya masih didominasi oleh pengendara kendaraan bermotor roda dua yang sering terjungkal ketika melintas di jalur yang berlobang. Dia sendiri juga mengakui, mendengar keluhan pengguna jalan terkait parahnya kondisi lintasan hampir di seluruh wilayah Selatan. Dari sini, upaya untuk mendeteksi keparahan lintasan tersebut dilakukan.
Sumber Berita : Radar Tegal 3 Juni 2011

Finishing GOR Ditopang 400 Juta

SATU lagi aset penopang prestasi olah raga di Kabupaten Tegal bakal segera dirampungkan. GOR indoor yang berada di komplek stadion Tri Sanja tersebut, untuk tahun 2011 kembali mendapat suntikan dana APBD tingkat II senilai Rp 400 juta untuk penyempurnaannya. Hingga memasuki tahapan ke III awal tahun ini, dana yang telah tersedot untuk pembangunan GOR indoor sebesar Rp 6,7 milliar.
Kepala DPU Kabupaten Tegal, Ir Eling Susiardi MSi, melalui sekretarisnya Jefri Yusuf  SE, menyatakan, ditahun 2011 anggaran yang diterima akan dialokasikan untuk pembuatan lantai dalam, akses jalan masuk, dan kamar mandi.
"Rincian dana yang akan dialokasikan untuk lantai dalam mencapai Rp 260 juta. Sementara untuk pembuatan akses jalan masuk bagian Selatan terakomodir Rp 100 juta, dan untuk pembuatan kamar mandi sebesar Rp 50 juta," terangnya, Kamis (2/6) kemarin.
Untuk tahapan finishing sendiri, pihaknya masih membutuhkan anggaran untuk mem-back up pengadaan pagar keliling dan mengganti lampu penerangan yang ada saat ini. Hal tersebut karena lampu yang ada, belum sesuai dengan kebutuhan untuk mendukung kegiatan dimalam hari.
Dia juga menegaskan, tidak bisa menargetkan tahapan finishing lantaran tergantung ketersediaan anggaran yang ada.
Terpisah Kabid Tata Ruang Ir Heri Suhartono MM menyatakan, memasuki tahapan III tahun 2011 ini memang ada usulan untuk penyelesaian secara paripurna pembangunan GOR indoor tersebut. "Namun ini kembali pada ketersediaan anggaran yang ada. Bangunan yang berdiri diatas tanah seluas 1.700 meter persegi tersebut akan dimaksimalkan untuk kegiatan multi event olah raga dan seni. Ditahap I kita menerima gelontoran anggaran senilai Rp 1,6 millar, yang disusul tahap II sebesar Rp 1,7 millar, serta tahap III senilai Rp 2,7 milliar," ujarnya. Finishing tahun ini akan difokuskan pada pengadaan kamar mandi di sebelah Barat, parkir di halaman, serta lampu sorot di dalam ruangan.
Dia mengakui, ada upaya pengembangan out door untuk cabor tenis lapangan di sebelah Selatan bangunan indoor.
Saat disinggung soal sistem pengelolahan GOR indoor tersebut dia mengaku saat ini pihaknya sedang mencari konsep yang pas. "Ada wacana pengolahan diserahkan kepada UPTD penanganan GOR, atau dipasrahkan pihak III dari masing-masing cabor, hingga wacana diserahkan ke KONI," cetusnya.
Namun semua itu baru akan diputuskan melalui mekanisme yang dianggap pas untuk memudahkan sistem pengelolaan kedepan. Hal ini menyangkut efisiensi pemanfaatan GOR dan memudahkan pola perawatan aset bernilai millyaran rupaiah tersebut.
Sumber Berita : Radar Tegal 3 Juni 2011

Dari Gelaran Pasar Rakyat 2011

SUASANA lokasi Pameran Produk Unggulan dan Pasar Rakyat Kabupaten Tegal di open space depan terminal Slawi, saat ini semakin sepi. Keadaan itu seiring dengan sudah berakhirnya pameran produk unggulan, dan yang ada sekarang ini tinggal pasar rakyat.
Kondisi itu bertambah sepi, karena sejumlah pedagang maupun usahawan lain lebih memilih untuk tidak lagi berdagang di lokasi tersebut. Pasalnya, disinyalir adanya sejumlah pungutan liar (pungli) oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Selain itu, juga semakin sedikitnya usahawan yang menggelar dagangan di lokasi itu.
Hal ini berpengaruh pada menurunnya jumlah pengunjung yang mendatangi pasar rakyat. Hal itu perlu menjadi catatan panitia penyelenggara dalam melaksanakan pameran dan pasar rakyat mendatang, agar pelaksanaannya tidak tercoreng oleh ulah sekelompok oknum tidak bertanggung jawab.
“Kami tidak lagi berdagang di pasar rakyat, karena pungutan hariannya terlalu besar,” kata Safrudin, salah seorang pedagang makanan kecil yang hanya berdagang saat digelar pameran produk unggulan.
Dikatakan Safrudin, pihaknya berdagang di lokasi itu sekitar empat hari, sejak dibukanya pameran Rabu (25/5) sampai ditutup Sabtu (28/5) lalu.
Adapun selama digelarnya pasar rakyat sampai Senin (6/6) mendatang, dirinya mengaku enggan meneruskan berdagang di lokasi itu. Selain pengunjung semakin sedikit, pungutan dari oknum juga terlalu memberatkan dirinya yang hanya berdagang makanan kecil.
Menurut dia, pungli terjadi sejak awal dibukanya pameran dan pasar rakyat. Dimana sejumlah oknum menawarkan lokasi dagang melebihi nilai yang dipatok panitia. Jika panitia hanya mematok Rp 250 ribu untuk setiap satu pangkalan dagang, oknum tersebut menjual kepada pedagang sekitar Rp 400 ribu.
“Ini yang mencoreng panitia penyelenggara,” ucap Safrudin. Lucunya lagi, jelas dia, yang dijual oleh oknum adalah wilayah bahu atau trotoar jalan. Padahal sepengetahuannya, lapak yang disewakan kepada pembeli adalah bagian dalam gapura pameran.
“Kami mohon agar ini menjadi perhatian panitia, khususnya dalam pelaksanaan kegiatan yang sama mendatang,” pintanya.
TERLALU MAHAL
Disisi lain, sesuai informasi sejumlah pedagang lain, yang cukup memberatkan diluar sewa lapak juga adanya pungutan harian. Setiap pedagang seperti bakso atau mie ayam misalnya, dipungut seharinya sekitar Rp 20 ribu. Bahkan ada yang dipungut lebih tinggi hingga Rp 50 ribu perhari, yakni sejumlah pedagang kecil. “Bagaimana kami dapat untung? Mending kami mundur saja. Apalagi saat ini mulai sepi,” ujar pedagang asal Desa Pedagangan Kecamatan Adiwerna, Damsiki.
Padahal, usaha dagang mereka hanya jajanan gorengan. Namun pungutan dari oknum, menurutnya, terlalu besar. Hal itu membuat pihaknya enggan meneruskan berdagang sampai pelaksanaan pasar rakyat selesai.
Sebenarnya, banyak usahawan bahkan pedagang yang ingin terus berjualan di lokasi pasar rakyat. Apalagi sejak awal dibukanya, animo masyarakat sangat bagus.
Kondisi itulah yang menurut sejumlah pedagang perlu disikapi agar pelaksanaan kegiatan yang sama tidak tercoreng oleh ulah oknum yang tidak bertanggung jawab.
Yang perlu menjadi catatan panitia pelaksana, juga terkait sarana. Jika memang pelaksanaan kegiatan dipihakketigakan dengan Event Organizer (EO), seharusnya panitia berani menegur EO itu. Namun yang pihaknya lihat, kekurangan itu terkesan didiamkan.
"Wah, banyak pengunjung dan pedagang yang mengeluh karena kesulitan saat ingin buang hajat, mandi, dan lainnya selama pameran dan pasar rakyat ini. Semoga ini menjadi perhatian panitia kedepan. Karena usahawan dan pedagang berharap ditahun berikutnya atau dalam waktu dekat diagendakan ulang,” papar Damsiki.
Sumber Berita : Radar Tegal, 3 Juni 2011

Dari Peringatan Hari Lahir Pancasila 1 Juni 1945

Ideologi NII Sangat Berbeda Dengan Idelogi NKRIPemkab Tegal bersama organisasi Simphoni Kebangsaan, menggelar peringatan lahirnya Pancasila 1 Juni 1945,  dengan tema menyinarkan kembali sang bintang penuntun menerangi rumah idaman. Lalu ?
LAPORAN : FATKHUROHMAN
MALAM itu, Selasa (1/6) rumah dinas Bupati Tegal dipadati ribuan orang dari berbagai elemen masyarakat di Kabupaten Tegal. Walaupun hujan mengguyur Slawi, mereka tetap bersemangat menghadiri dan mendengarkan ceramah-ceramah Pancasila dan hiburan yang disediakan oleh panitia.
Selain masyarakat, hadir dalam kesempatan itu Muspida Kabupaten Tegal dan Sekjen PBNU DR Marsudi Syuhud sebagai penceramah yang sengaja diundang.
Pada acara tersebut, muncul pernyataan bahwa gerakan terorisme dan radikal Negara Islam Indonesia (NII) yang merebak di Indonesia, mengindikasikan lemahnya pemahaman Pancasila. Sehingga di hari kelahiran Pancasila 1 Juni, hal itu menjadi catatan khusus yang harus dibenahi.
Simphoni Kebangsaan Kabupaten Tegal selaku salah satu organisisasi pencerah Pancasila yang berdiri sejak tahun 2006, menegaskan catatan khusus tersebut saat memperingati Hari Kelahiran Pancasila 1 Juni 1945. "Munculnya NII dan berbagai macam gerakan radikal belakangan ini, adalah pertanda tidak adanya pemahaman dasar negara atau kian lemahnya pemahaman akan Pancasila," tandas pendiri Simphoni Kebangsaan Kabupaten Tegal, Marsinggih Marnadi yang berapi-api saat memberikan ceramahnya.
Dia melanjutkan, ironisnya, kondisi tersebut terjadi dikalangan generasi muda yang nantinya menjadi penerus bangsa. Pancasila seolah menjadi bahan yang basi bahkan kecederungannya kian dilupakan.
Bukan tanpa sebab penyataan Marsinggih tersebut, karena realita dilapangan bahwa Pancasila sekarang tidak lagi dihapalkan. Jadi mana mungkin bisa terpahami nilainya jika tidak hapal bunyi Pancasila.
Dia menjelaskan dampaknya, oknum radikal memanfaatkan situasi dengan menanamkan ideologi sesat seperti yang terjadi belakangan. Ideologi Pancasila yang harusnya menjadi ideologi bagi setiap warga negara, justru dimasuki ideologi sesat.
"Ideologi NII itu sangat berbeda dengan idelogi NKRI," jelasnya.
Menurutnya, NII bertekad mengganti ideologi Pancasila dengan ideologinya. Jika ini dibiarkan, maka dipastikan akan muncul gerakan radikal berikutnya. Supaya NII dan gerakan serupa tidak tumbuh subur, maka masyarakat, aparat, dan jajaran pemerintah harus bersatu memberantas NII. "Termasuk juga kembali mengamalkan Pancasila," katanya.
Selain itu pula, hal yang perlu diantisipasi selanjutnya adalah gelombang yang berpotensi menghancurkan ideologi Pancasila, yakni berkembangnya investor atau penanam modal asing di Indonesia. Lantaran warga asing biasanya membawa gaya kehidupan, misi, dan tujuan tertentu selain berbisnis.
Sementara itu, Bupati Tegal Agus Riyanto, dalam sambutannya menjelaskan betapa sulitnya mendalami arti Pancasila jika kita tidak menyelaminya dan mengalami kelahirannya secara langsung. Sebab, sejarah kelahiran Pancasila menjadi salah satu momen penting hingga bisa menyatukan rakyat saat itu.
"Bagaimana cara pemahaman Pancasila dimasa sekarang ? Itu yang harus kita gali," ungkap Agus.
Namun, lanjut Agus, perlu disadari bahwa Pancasila menjadi amat penting sebagai pemersatu karena Indonesia mempunyai beragam kearifan dan juga perbedaan antar warganya di setiap pulau.
Dicontohkannya, warga Sumatera yang biasanya mirip orang Taiwan, orang Jawa yang berpostur tidak terlalu tinggi, orang Papua yang mempunyai kulit agak gelap dan lainnya. Maka keberadaan Pancasila menjadi sesuatu yang penting. Dan itu ternyata mampu disatukan dengan ikatan Pancasila.
"Terbukti dengan Pancasila, semua perbedaan menjadi satu. Berbeda memang iya, tapi bersatu lebih utama,” ujarnya.
Dia berharap, Pancasila untuk tidak dipahami hanya sebatas kemajemukan. Karena mustahil manusia tidak berbeda, tapi lebih mustahil untuk tidak ada persamaan. “Pancasila mudah-mudahan tetap nomor satu untuk menjadi pengikat kita, dan untuk modal kita bergotong royong,” pungkasnya.
Sumber Berita : Radar Tegal 3 Juni 2011

Wujud Konsistensi Melalui Upacara

UPAYA menunjukkan konsistensi perjuangan terhadap ajaran Bung Karno, jajaran PDI Perjuangan menggelar upacara bendera untuk memperingati hari lahir Pancasila 1 Juni 1945.t)
Upacara bendera itu seperti yang dilakukan jajaran pengurus DPC PDI Perjuangan Kabupaten Tegal. Jajaran pengurus PDIP dari DPC sampai ke tingkat ranting dan juga anggota fraksi PDIP, menggelar upacara Hari Pancasila di halaman belakang kantor DPC, Rabu (1/6) lalu. Upacara tersebut diikuti sekitar 300 orang.
Bertindak selaku inspektur upacara Ketua DPC PDI Perjuangan, Rojikin AH SH, dengan komandan upacara Rojak SH yang dalam kepengurusan menjabat Sekretaris DPC.
Dalam upcara tersebut tidak ada yang berbeda seperti yang dilakukan masyarakat pada umumnya. Hanya saja dalam amanat upacara, Rojikin membacakan amanat 1 Juni Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum DPP PDI Perjuangan.
Isi dari amanat tersebut diantaranya mengingatkan bahwa pada 1 Juni 1945 Bung Karno mengumandangkan sebuah pidato maha penting di depan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Pentingnya pidato tersebut, kata Rojikin, bahwa ada dua alasan mendasar terkait dengan Pancasila. Yang pertama Pancasila telah menjadi norma fundamental, filsafat, pikiran yang sejernih-jernihnya, jiwa, serta hasrat yang sedalam-dalamnya untuk diatasnya didirikan gedung Indonesia merdeka yang kekal dan abadi.
Yang kedua, lanjut Rojikin, Pancasila sekaligus telah berfungsi sebagai alat efektif yang mempertautkan bangsa yang bhineka ini kedalam keikaan yang kokoh.
Rojikin menyampaikan, dalam rangka memperingati hari lahirnya Pancasila, dia mengamanatkan juga kepada semua pejuang Pancasilais untuk menyatukan hati, pikiran, ucapan, dan tindakan kedalam satu tarikan nafas perjuangan Pancasila. Dia juga mengajak agar menjadikan gotong royong sebagai intisari Pancasila menjadi cara berfikir, menjadi cara tutur, serta menjadi cara kerja dimanapun berada.
“Walau hanya sebatas seremonial, upacara ini sebagai simbol dan merupakan bentuk konsistensi, karena sekarang ini sudah banyak warga Indonesia yang lupa akan ideologinya. Makanya, PDI Perjuangan selalu mengaktualisasikan dan mengingatkan akan lahirnya Pancasila dan nilai-nilai luhur yang telah diajarkan oleh penggalinya,” imbuhnya, saat ditemui usai upacara.
Sumber Berita : Radar Tegal, 3 Juni 2011

Kamis, 02 Juni 2011

Anak Norwegia Main Wayang Kulit


image

ANAK-anak dari berbagai penjuru dunia memainkan wayang kulit dalam festival internasional anak-anak Stoppested Verden Festival di Hamar, Norwegia, 28-29 Mei lalu. Selain wayang, beragam dolanan asli Indonesia seperti congklak, egrang, membatik jumputan, dan gamelan juga dimainkan. Festival digelar di Museum Kereta Tua Norwegia di Hamar. (43)
Sumber Berita : Suara Merdeka CyberNews, 3 Juni 2011

Stasiun Slawi

Stasiun Slawi (SLW) merupakan stasiun kereta api yang terletak di Jl. Kemiri No. 74, Pakembaran, Slawi, Tegal. Stasiun yang terletak pada ketinggian +38 m dpl ini merupakan stasiun paling utara yang masih aktif di Daerah Operasi 5 Purwokerto. Stasiun ini terakhir direnovasi pada tanggal 17 Maret 1999.
Stasiun ini memiliki 3 jalur aktif dan 1 sepur buntu. Sejak tanggal 22 Januari 2005, persinyalan di stasiun ini telah diganti dari manual menjadi elektrik. Pergantian persinyalan itu diresmikan oleh Menhub RI Hatta Rajasa. Stasiun Slawi merupakan stasiun pertama di Indonesia yang menggunakan sinyal elektrik buatan dalam negeri. Sistem Interlocking, sinyal tersebut, dirancang oleh Lembaga Elektronika Nasional.
Sumber Berita : http://id.wikipedia.org

Sekilas Tentang Kota Slawi

Sekilas Tentang Kota Slawi

Kota Slawi :

Slawi adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah Indonesia, selain itu Slawi juga merupakan Ibu Kota Kabupaten Tegal. Slawi berbatasan dengan Kecamatan Adiwerna di utara, Kecamatan Pangkah di timur, Kecamatan Lebaksiu di selatan dan Kecamatan Dukuh Waru di sebelah barat.
Slawi terkenal dengan produksi Teh dan budaya moci ( Minum Teh Poci ). Meskipun terkenal dengan teh, Slawi bukan merupakan dataran tinggi dengan hawa dingin dengan banyak kebun teh. Slawi merupakan daerah yang dekat dengan Pantura sehingga suhunya cenderung panas dengan kontur tanah yang landai tidak berbukit-bukit.
Tempat - Tempat menarik :


Alun - Alun Slawi





Alun - alun Kota Slawi, berupa taman dengan air mancur yang sangat besar, berlokasi di depan halaman pendopo Kabupaten Tegal. Suasana di alun - alun Slawi sangat ramai, apa lagi pada malam hari terutama pada malam minggu. Banyak sekali pedagang - pedagang yang mangkal / berjualan di sekitar alun - alun, beraneka ragam makanan ada di sini dan yang tidak pernah ketinggalan yaitu munuman khas kota Slawi Teh Poci, kalau orang Slawi bilangnya sih Moci.

Monumen Perjuangan GBN ( Procot )

                                                               


Terletak di Jl. Ahmad Yani tepatnya didepan Masjid Agung Slawi :

Monumen ini merupakan monument bersejarah pada masa Pemberontakan Darul Islam / Tentara Islam Indonesia ( DI / TII ). Gerakan DI / TII juga menyerang jawa tengah, Aceh dan Sulawesi Selatan. Gerakan Di / TII di Jawa Tengah yang di pimpin oleh Amir Fatah di bagian utara, yang bergerak di daerah Tegal, Brebes dan Pekalongan. Setelah bergabung dengan kartosuwiryo, Amir Fatah diangkat menjadi Komandan Angkatan Jawa Tengah. Dengan Pangkat Mayor Jenderal Tentara Islam Indonesia, untuk menghancurkan gerakan ini. Pada bulan januari 1950 di bentuk Komando Gerakan Banteng Negara ( GBN ) dibawah Letkol Sarbini.

Pusat Perdagangan Ruko Slawi

     

Ruko Slawi merupakan salah satu pusat perdagangan di kota slawi, dulunya Ruko ini hanyalah sebuah pasar yang akhirnya di pindahkan di daerah Trayeman dan di bangunlah pusat perdagangan ini yang letaknya di pusat kota slawi.

Mutiara Cahaya ( Supermarket Pertama Di Slawi )


 Mutiara Cahaya 1                                  Mutiara Cahaya 2


Mutiara cahaya 1 merupakan salah satu Supermarket pertama kali di kota slawi, terletak di depan pusat perdagangan kota slawi ( RUKO ), begitu pula dengan Mutiara Cahaya 2 yang letaknya persis di samping Mutiara Cahaya 1.


Tambun ( Pertigaan Taman Bunga )
Tambun ( Taman Bunga ) adalah pertiga'an di kota slawi, tepatnya di Depan SMA N1 SLAWI.
Pertiga'an ini merupakan tiga arah menuju ke Timur, Barat dan Selatan,jika ke Timur menuju kecamatan  Pangkah, Barat menuju kecamatan Dukuh Waru dan jika ke Selatan menuju kecamatan Lebaksiu.

Banyak Orang bertanya ..... apasih kebiasa'an orang Slawi...?
Nah... salah satu kebiasa'an orang Slawi adalah Moci, dan ini sudah menjadi tradisi / kebiasa'an orang Slawi sejak dulu. Moci adalah minuman sederhana asal Slawi ini memang khas baik rasa maupun penyajiannya. Tehnya diseduh dalam poci dari tanah liat dan diberi pemanis berupa gula batu. Saat dihirup kala cuaca dingin seperti ini hmm... rasa teh poci yang wangi, panas, sepet, legi, lan (dan) kentel ini makin nikmat saja!

Kini penggemar teh asal Slawi, Jawa Tengah ini bisa dibilang tak sedikit. Jika dulu orang tidak begitu mengenal teh poci, kini teh poci banyak dijual di warung, rumah makan, hingga restoran terutama yang menyajikan menu Jawa. Apa sih yang membuat teh yang satu ini istimewa?

Teh poci memang berbeda dengan teh lainnya. Pertama - tama dari soal penyajiannya sendiri yaitu menggunakan poci khusus yang terbuat dari tanah liat. Begitu pula dengan cangkirnya yang juga terbuat dari tanah liat, sehingga teh poci umumnya disajikan dalam wadah nampan yang berisi poci dan dua buah gelas. Kesemuanya terbuat dari tanah liat.

Untuk teh poci ini menggunakan jenis teh hitam yang beraroma harum dengan rasa sepet - sepet yang enak di lidah. Sehingga muncullah istilah 'teh poci wasgitel' yaitu wangi, panas, sepet, legi, lan ( dan ), kentel ( kental ). Kemudian daun teh diseduh dengan air panas seperti teh tubruk sehingga kental.

Sebagai pemanis tidak disediakan gula pasir melainkan gula batu yang biasanya sudah ditaruh dalam cangkir. Semakin lama pemakaian poci ini biasanya rasa teh akan semakin nikma, apa lagi kalau ada pasangannya yaitu mendoan ( tempe goreng yang di beri adonan tepung dan di goreng setengah matang ) dengan sambal kecap.

Untuk minum teh dengan poci tanah ada tata caranya : 

  - jika poci tanah masih baru harus di rebus dulu dengan air teh selama beberapa hari, atau isi poci dengan teh dan air mendidih biarkan seharian besoknya ganti lagi dengan yang baru, pokoknya sampai bau tanahnya hilang.
 - Dan cara mengaduknya juga, bila memakai gula pasir jangan pernah pada tuangan pertama gulanya mencair semua, usahakan bertahap mengaduknya karena pasti akan berkali-kali menuangkan teh ke dalam cangkir. 
 - Makanya paling nikmat kalo memakai GULA BATU, karena rasa manisnya awet dan lebih gimana gitu…. pokoknya top lah! Satu lagi, yang terpenting bila kita memakai poci tanah jangan ganti-ganti merk teh, jadi harus setia dengan satu merk. Karena ini akan mempengaruhi rasa tehnya .


Makanan Khas Kota Slawi :

Moci - Budaya minum teh sebagai teman ngobrol, biasanya dilakukan beramai-ramai. Teh dijarangi pada poci tanah ( teh poci ). kemudian dituang ke dalam cangkir dengan pemanis. gula batu. Teh dalam cangkir tidak diaduk. sehingga rasa manis ditemukan pada saat isi teh dalam cangkir hampir habis. Hal ini menyebabkan cangkir terus dituangi.



Mendoan - Tempe goreng dilapis tepung dengan bumbu. digoreng setengah matang. Biasanya sebagai teman minum teh Poci, dihidangkan dengan kecap dicampur cabe rawit. Mendoan juga didapati di daerah Banyumas.


 Sega Lengko - Nasi lengko adalah nasi dengan bahan pelengkap seperti tempe, tahu yang diiris dadu, toge, kol mentah, dan sambal kacang beserta kerupuk.


Tahu Aci - Tahu kuning yang dipotong setengah dengan arah potongan diagonal kemudia bekas potongan yang diagonal tersebut diberi adonan tepung sagu ( aci dalam bahasa Slawi ) kemudian digoreng.


Rujak Teplak - rujak teplak bahan dasarnya sangat sederhana yaitu sayur mayur seperti kangkung, daun pepaya, mentimun, pare, kol, tauge..atau dapat ditambahkan sayuran sesuai selera. yang khas adalah sambalnya karena sambalnya dibuat dari singkong yang telah dihaluskan trus dicampur dengan adonan cabe.


  Tahu Pletok - tahu pletok itu sama dengan tahu aci, lalu dimana letak perbedaannya? Disinilah letak perbedaannya. Jika tahu aci terbuat dari tahu kuning, maka tahu pletok terbuat dari tahu kulit yang berwarna coklat. Biasanya tahu coklat ini berbentuk segitiga. Untuk membuat tahu pletok, tahu kulit tersebut dibelah menjadi dua tetapi tidak sampai terbelah. Dibiarkan menjadi bentuk kotak persegi panjang. Kemudian, diatasnya di olesi dengan adonan aci kemudian digoreng sampai garing dan renyah. Inilah yang membedakannya dengan tahu aci. Jika adonan tahu aci itu kenyal, maka untuk tahu pletok justru dibiarkan garing dan gurih.



Krupuk Antor Glopot - krupuk antor ini juga merupakan salah satu cemilan khas slawi,krupuk ini sangat enak dan bumbunya sangat banyak,oleh karenanya orang - orang menamainya krupuk antor glopot.


Dan masih banyak lagi yang lainnya, seperti dodol glempang ( jenang ), gemblong kocar kacir, kacang asin bogares, pilus ( makanan kecil / snack dari tepung trigu ), martabak lebaksiu, nasi ponggol dll.


Inilah sekilas tentang kota slawi - tegal 
Jika anda sekalian penasaran dan ingin merasakan makanan - makanan khas kota slawi, Silahkan anda mampir sejenak bila melewati kota Tegal. 
Sumber Berita : http://tbrajamusti.blogspot.com

Guci Indah

Guci Indah adalah Objek wisata yang memiliki luas 210 ha, terletak di kaki Gunung Slamet bagian utara dengan ketinggian kurang lebih 1.050 meter. Dari kota Slawi berjarak ± 30 km sedangkan dari kota Tegal berjarak tempuh sekitar 40 km ke arah selatan.
Air yang mengalir dari pancuran-pancuran di obyek wisata ini dipercaya bisa menyembuhkan penyakit seperti rematik, koreng serta penyakit kulit lainnya, khususnya Pemandian Pancuran 13 yang memang memiliki pancuran berjumlah tigabelas buah serta pancuran 7.
Ada sekitar 10 air terjun yang terdapat di daerah Guci. Di bagian atas pemandian umum pancuran 13, terdapat air terjun dengan air dingin bernama Air Terjun Jedor. Dinamai begitu karena dulu tempat di sekitar air terjun setinggi 15 meter itu adalah milik seorang Lurah yang bernama Lurah Jedor. Untuk berkeliling di sekitar obyek wisata dapat dilakukan dengan menyewa kuda dengan tarif sewa yang relatif murah.
Objek wisata ini biasanya ramai dikunjungi pada malam Jumat Kliwon. Banyak orang yang ngalap berkah. Konon, kalau mandi pada jam dua belas malam dengan memohon sesuatu, permohonan apapun akan dikabulkan. Kepercayaan ini sudah turun-temurun.
Sahibul hikayat, air panas Guci adalah air yang diberikan Walisongo kepada orang yang mereka utus untuk menyiarkan agama Islam ke Jawa Tengah bagian barat di sekitar Tegal. Karena air itu ditempatkan di sebuah guci (poci), dan berkhasiat mendatangkan berkat, masyarakat menyebut lokasi pemberian air itu dengan nama Guci. Tapi karena air pemberian wali itu sangat terbatas, pada malam Jumat Kliwon, salah seorang sunan menancapkan tongkat saktinya ke tanah. Atas izin Tuhan, mengalirlah air panas tanpa belerang yang penuh rahmat ini.
Fasilitas yang tersedia antara lain penginapan (kelas Melati sampai berbintang), wisata hutan (wana wisata), kolam renang air panas, lapangan tennis, lapangan sepak bola, dan bumi perkemahan.

[sunting] Sejarah Desa Guci

Pada zaman dulu sekitar tahun 1767 tersebutlah seorang bangsawan dari Keraton Demak Bintoro. Bernama Raden ARYO WIRYO merasa jenuh dengan keadaan, dengan kehidupan keraton yang seringkali terjadi konflik perang saudara dan persaingan perebutan tahta di antara sesama saudara dalam lingkup keraton, keadaan itu membuat R.Aryo Wiryo merasa jenuh dan berniat meninggalkan keraton.
Sehingga pada suatu saat beliau berangkat meninggalkan keraton dengan mengajak istrinya yang kemudian dikenal dengan Ny.Tumbu, selang beberapa tahun kemudian beliau sempat mengabdi di Kraton Mataram pada zaman kejayaan Sultan Agung Hanyorokusumo kemudian beliau sempat pula ditugaskan oleh Sultan Agung untuk berangkat ke Cirebon pada masa itu.
Kemudian beliau kembali mengembara dengan sehingga pada suatu saat menginjakkan kaki dilereng Gunung Slamet sebelah utara dan beliau menetap didaerah tersebut yang kemudian adalah sebagai orang pertama yang membuka lahan perkampungan ditempat itu sampai banyak orang berdatangan kedaerah itu untuk berguru kepada R.Aryo Wiryo dan akhirnya menetap didaerah tersebut sehingga kemudian R.Aryo Wiryo memeberi nama tempat itu “ Kampung Keputihan “, (daerah yang masih asli tak terjamah peradaban agama selain Islam).
Suatu saat datanglah pengembara dari Pesantren Gunungjati yakni santri Syech Syarif Hidayatulloh. Sunan Gunungjati bernama Kayi Elang Sutajaya bermaksud menyebarkan agama Islam dan kemudian R.Aryo Wiryo dan pengikutnya berkenan mendalami ajaran agama islam untuk lebih memantapkan keimanan para pengikutnya.
Pada saat itu kampung keputihan sedang dilanda wabah PAGEBLUG seperti banyak tanah longsor dan penyakit gatal – gatal (gudigen, bahasa setempat)sehinggan Kyai Elang Sutajaya mengajak R.Aryo Wiryo dan warganya untuk munajat kepada Alllah SWT dengan Ritual yang sekarang dikenal dengan RUWAT BUMI dengan menyembelih kambing Kendit dan menyajikan hasil bumi seperti Pala Pendem dan syur mayur yang akan disedekahkan kepada fakir miskin dan acara ritual tersebut terjadi pada bulan Asyuro atau bualan Mukharom dan turun temurun sampai sekarang.
Pada saat munajat atau dalam adapt sekarang adalah tasyakuran Tahlilan dan Manaqib kala itu kanjeng Sunan Gunungjati berkenan hadir secara ghoib dan memeberikan sebuah GUCI Sakti yang sudah diasama dengan do’a kanjeng Sunan agar supaya penduduk Kampung Keputihan yang terjangkit wabah gatal segera meminum air guci tersebut dan pojok – pojok Kampung Keputihan agar di percikkan air Guci tersebut untuk menghilangkan kerusakan akibat bencana alam sehingga pada saat R.Aryo Wiryo berkeliling bersama Kyai Elang Sutajaya beliau menemukan sumber mata air panas dibawah sebuah Gua yang sekarang terkenal dengan nama PANCURAN 13.
Adapun Guci Sakti tersebut ditempatkan disebuah dukuh tempat R.Aryo Wiryo biasa semedi, daerah tersebut sekarang dikenal dengan nama Telaga Ada di dukuh Engang Desa Guci, sehingga karena kekeramatan guci tersebut maka Kampung Keputihan dapat pulih kembali, bebas dari Pageblug. Untuk mengabadikan peristiwa tersebut maka Kampung Keputihan diubah namanya menajadi Desa Guci. Adapun Guci Sakti tersebut sekarang ada di Museum Nasional setelah pada zaman Adipati Cokroningrat dari Brebes memindahkannya dari Desa Guci ke pendopo Kadipaten Brebes kala itu, sebab Desa Guci zaman dahulu adalah bagian dari Kabupaten Brebes.
Untuk lebih membaur dengan warga, R. Aryo Wiryo menggunakan nama samaran yaitu Kyai Ageng Klitik atau untuk lebih akrab dengan sebutan Kyai Klitik sampai sekarang penyamaran tersebut mengandung maksud sebab keturunan darah biru atau bangsawan dari kraton banyak yang diburu penjajah Belanda dan tentunya untuk lebih merakyat dan tidak ada perbedaan golongan dengan orang kebanyakan. Beliau menggunakan nama samaran tersebut sampai sekarang tidak diketahui maksud dan asal muasal makna yang sesungguhnya, beliau juga menemukan Tuk atau mata air panas lain yang sekarang terkenal dengan PEMANDIAN KESEPUHAN dan PENGASIHAN yang berkasiat untuk sababiyah berbagai penyakit kulit dan tulang dan sarana mengabulkan khajat tertentu bagi yang meyakininya. Konon kabarnya Pemandian tersebut adalah tempat untuk penjamasan atau memandikan Keris Kyai Klitik agar pamornya menjadi Sepuh sehingga tempat itu dinamakan Kesepuah dan tempat untuk memandikan pusaka – pusaka lain yang berpamor welas asih, sehingga tempat tersebut dinamakan Pengasihan. Tempat tersebut sekarang dipergunakan untuk pemandian umum yang didatangi pengunjung dari berbagai tempat.
Setelah Desa Guci semakin ramai maka datanglah seorang pengembara bernama Mbah SEGEONG dan bertapa di dalam Gua, yang sekarang terkenal dengan Gua SEGEONG terletak di sebelah selatan Pos I retribusi sekitar 350 m jaraknya. Pada saat Kyai Elang Sutajaya siar agama islam beliau sering melakukan semedi diatas sebuah bukit dan disekitar tempat itu banyak terdapat hewan badak ( warak, dalam bahasa jawa ) dan hewan – hewan tersebut bertempat didaerah itu maka Kyai Elang Sutajaya menyebutnya dengan Kandang Warak yang sekarang nama tersebut digunakan sebagai nama sebuah dukuh disebelah timur Desa Guci yaitu dukuh Pekandangan.
Adapun sejarah Desa Guci menjadi Obyek Wisata adalah bermula setelah ditemukannya sumber tersebut dan diteliti tidak mengandung racun maka pada tahun 1974 pemandian umum dibuka untuk dikunjungi dengan fasilitas yang masih alami dan belum dibuat seperti sekarang ini, wisatawan masih mandidibawah gua sumber mata air panas dan konon tempat itu juga merupakan daerah kekuasaan dayang Nyai Roro Kidul yang bertugas diwilayah sungai sebelah utara gunung slamet atau lebih dikenal Kali Gung, sejarah mengatakan dinamakan Kali Gung sebab bersinggungan dengan mata air yang Agung yakni aliran mata air panas yang melimpah sepanjang tahun, Dayang Nyai roro Kidul bernama Nyai Rantensari yang berwujud sesungguhnya adalah Naga dan di Pancuran 13 tersebut dibuat Patung Naga untuk mengingatkan akan daya mistis yang ada dikawasan Obyek yang inti di OW Guci.
Dikawasan tersebut juga terdapat Pohon Beringin dan Pohon Karet yang sudah ratusan tahun yang konon ditanam oleh keturunan Kyai Klitik yang bernama Eyang Sudi Reja dan Mbah Abdurahim pada tahun 1918. Dengan maksud agar dearah tersebut kuat dan tidak longsor dan rindang. Sampai sekarang Desa Guci dan Dukuh Pekandangan Desa Rembul merupakan desa yang ketempatan Obyak Wisata yang masih menyimapan misteri kegaibanya sebab merupakan poeninggalan para wali terdahulu penyebar agama islam, dan masih banyak tempat – tempat yang menyimpan sejarah seperti petilasan Kyai Mustofa dan makamnya di Pekaringan berjarak 5 KM dari Desa Guci, Kayi Mustofa adalah seorang ulama keturunan kanjeng Sunan Gunungjati yang siar Islam kemudian bertapa di Desa Guci pada zaman cucu Kyai Klitik.
Ulama inilah yang memberi nama air terjun disebelah atas Pemandian Pancuran 13 yaitu Curug Serwiti sebab banyak muncul burung serwiti dan diatas curug itu ada lagi sebuah curug yang indah bernama Curug Jedor yang tidak pernah diketahui asal muasal nama tersebut.
Demikian sejarah singkat Desa dan Obyek Wisata GUCI yang dimiliki oleh dua kecamatan yaitu Kecamatan Bumijawa dan Kecamatan Bojong. Data ini bersumber dari penuturan Leluhur dan Babad tanah jawa dari keturunan Raden Fatah.Sumber Berita : http://id.wikipedia.org

 

Membumikan Slawi


Keberadaan Kota Slawi, Kabupaten Tegal masih berada bayang-bayang Kota (Madya) Tegal. Bagi masyarakat Slawi sering berbolak-balik mempersepsikan Kota dan Kabupaten Tegal. Hal ini dapat dimaklumi, mengingat Kota Slawi merupakan daerah satelit Kota Tegal.

Kondisi yang telah berlangsung lama ini tentu tidak srategis bagi Kota Slawi untuk mewujudkan jadi kota mandiri. Perlu ada upaya terencana kota sebagai Entry Point kemandirian kota. Kota Slawi sejak Tahun 1984 (Bapeda 2000) ditetapkan menjadi Ibu Kota Kabupaten Tegal. Sebelumnya Ibu Kota Kabupaten Tegal berada di wilayah Kota (Madya) Tegal. Sejarah Kabupaten Tegal dimulai sejak hijrahnya Ki Gede Sebayu dari Keraton Pajang (Solo) pada akhir abad XV.

Sebayu yang masih keturunan Brawijaya V Raja pertama Majapahit melalui garis Adipati Batara Kathong (Ponorogo) dan Adipati Tepoes Roempeot (Purbalingga), pada Rabu Kliwon tanggal 18 Mei 1601 Masehi atau 1 Robiulawal 1010 H, bertepatan dengan 1523 Saka menjadi Juru Demung (setingkat Tumenggung/Bupati) Kadipaten (Kabupaten) Tegal (AM. Harsono 1995).

Perjanjian Giyanti 1755 membagi kerajaan Mataram menjadi Surakarta dan Yogyakarta, pada masa Bupati Tegal dijabat oleh Bupati Reksonegara III (1746-1776) hingga tahun 1901 Kabupaten Tegal beralih status menjadi wilayah setingkat karesidenan meliputi Kabupaten Tegal, Brebes dan Pemalang.  Setelah Tahun 1901 status Tegal menjadi Kabupaten kembali. Kemudian Tahun 1928 meningkat kembali menjadi karesidenan, namun Tahun 1942 menjadi kabupaten kembali. Sejak Tahun 1950 wilayah Kabupatan Tegal dibagi dua menjadi Kota Madya Tegal dan Kabupaten Tegal.

Persilangan posisi Slawi (Kabupaten Tegal) dan Kota Tegal dapat di telusuri dari perjalanan histories Tegal. Ki Gede Sebayu dan pengikutnya ketika diangkat menjadi Kabupaten Tegal berkedudukan di Kalisoka, Kecamatan Dukuhwaru, Kabupaten Tegal. Artefak ini masih bisa dilacak, mesti jumlahnya terbatas termakan usia. Peninggalan yang masih utuh adalah masjid Wali Kasepuhan Kalisoka (terdapat makam Pangeran Purbaya, Putra Panembahan Senopati yang menjadi Menantu Ki Gede Sebayu).

Setelah Ki Gede Sebayu wafat digantikan putranya, Pangeran Honggowono dan masih berkedudukan di Kalisoka. Sepeninggal Honggowono digantikan oleh anaknya dengan gelar Reksonegara I yang akhirnya digantikan oleh Temenggung Martoloyo, yang bukan dari trah Ki Gede Sebayu. Martoloyo merupakan pejabat yang dikirim oleh  Sultan Agung dari Mataram. Sejak kepemimpinan Martoloyo apakah dinasti Sebayu berakhir?.

Sultan Agung bukan tanpa alasan mengangkat Martoloyo menjadi Adipati Tegal, saat itu situasi politik Mataram sedang memanas, Mataram sedang berkonfrontasi dengan Belanda di Batavia, dan kebetulan anak Reksonegara I perempuan, yaitu Nyai Ronggeh yang kawin dengan Pangeran Nalajaya (Prumpung) dari Palembang.

Kadipaten Tegal berpindah dari Kalisoka ke Tegal yang dekat dengan pesisir dimana saat itu mulai dibangunya pelabuhan di wilayah Mataram paling barat. Saat itu Kadipaten/Kabupaten Tegal di sebut sebagai “Gerbang Mataram” karena merupakan akses pintu paling barat dari wilayah kasunanan Cirebon.

Perpindahan kraton di Tegal sampai kini relatif sangat sedikit peninggalan-peninggalan yang dapat di telusuri, konon tempatnya berada di Kelurahan Kraton lingkungan sekolahan PIUS Kota Tegal, meskipun sangat sulit menemukan puing-puing peninggalan Kraton Kadipaten Tegal. Sejak saat itu  wilayah Kota Tegal mulai membangun identitas kota dengan kemaritimannya.
Sesaat setelah ditetapkan menjadi ibukota Kabupaten Tegal, Slawi berupaya keras mematut diri, memposisikan sebagai ibukota kabupaten yang representatif. Sejumlah fasilitas umum dan public yang perlu dimiliki sebuah ibukota kabupaten telah ada di Slawi.

Sebut saja terminal, pasar, masjid agung, alun-alun, kantor kabupaten, hingga penjara. Namun pemenuhan kebutuhan kota saja tidak cukup. Karena hingga kini Slawi belum secara utuh menjadi identitas dan pusat (center) kebudayaan Kabupaten Tegal.

Sebagian public masih meragukan keberadaan Slawi sebagai representasi kabupaten. Slawi yang merupakan ibukota kabupaten ternyata masih belum mengakar dalam sanubari public sebagai identitas yang mewakili.

Warga Kabupaten Tegal masih suka menyebut dirinya sebagai “Orang Margasari” bagi yang bermukim di wilayah selatan atau “Orang Mejasem” bagi warga yang tinggal di perbatasan dengan Kota Tegal atau orang “ Orang Suradadi “ untuk mereka yang hidup di jalur pantura.

Secara relatif hanya warga yang berdomisili di wilayah agraris seperti Bojong dan Bumijawa yang mengidentifikasi sebagai orang “Orang Slawi “. Atau dengan kata lain “Orang Kabupaten Tegal”.
Bagi masyarakat Kabupaten Tegal yang bermukim di wilayah pesisir utara, identitas Slawi yang berada pada persilangan poros agraris maritim-metropolis belum cukup untuk mengidenfikasi diri mereka yang memiliki kecenderungan utama maritim.

Kecenderungan kemaritiman masyarakat pesisir ini lebih dapat diakomodasi Kota Tegal, yang secara kelembagaan pemerintahan maupun kebudayaan telah membangun identitas maritimnya melalui slogan Kota Bahari.

Kecenderungan identitas ini juga diakomondasi oleh satuan pemerintahan untuk membagi wilayah administratif berbasis kebudayaan. Seperti keberadaan Kepolisian Resort Kota (Polresta) Tegal dan Kepolisian Resort (Polres) Slawi. Kepolisian termasuk institusi pemerintah yang pertama–tama mengakomodasi pembagian wilayah kota dan Kabupaten Tegal, jauh sebelum Slawi ditetapkan sebagai ibukota kabupaten dan bupati berkantor di Slawi.

Polresta dan Polres Slawi telah ada sejak sebelum 1986, meski pembagian wilayah administratif tugas masing–masing institusi tidak secara mutlak dibedakan menurut garis batas wilayah kabupaten dan kota.

Kepolisian sektor (Polsek) Dukuhturi dan Kramat yang termasuk wilayah Kabupaten Tegal. Dukuhturi cenderung memiliki karakteristik perkotaan, sedang Kramat yang memiliki garis pantai cenderung memiliki karakteristik pesisir. Setelah Slawi secara definitif menjadi ibukota, kedua polsek ini turut mengikuti perubahan yang ada.

Identitas Slawi 
Kabupaten Tegal telah 24 tahun memiliki ibukota sendiri. Periode dua dekade bukan waktu yang singkat. Namun pencapaian yang telah diperoleh juga belum cukup memuaskan.
Bayang–bayang Kota Tegal secara sederhana lahir karena kesamaan nama daerah. Kondisi yang relatif sama, juga dialami kabupaten dan kota yang memiliki pertautan histories, sehingga memiliki nama yang sama.

Sebut saja Kabupaten dan Kota Pekalongan, Semarang, Magelang, Bandung atau Tanggerang. Purwodadi sebagai ibukota Grobogan, Purwokerto sebagai pusat pemerintahan Banyumas dapat dijadikan contoh kasus ini. Dalam kasus ini, ibukota kabupaten justru menjadi identitas secara keseluruhan.

Secara sederhana, secara efektif untuk membangun identitas Slawi (Kabupaten Tegal) adalah dengan mengubah nama daerah. Menggunakan nama yang berada dengan Kota Tegal, kabupaten dapat membangun identitas seiring dengan perubahan nama daerah yang pilih.
Namun mengubah nama daerah bukan persoalan sederhana. Nama daerah didalamnya telah melekat identitas, harga diri dan perjalanan sejarah yang panjang. Walaupun bukan berarti ada daerah yang mengubah namanya.

Seperti Ujungpandang menjadi Makasar, Irian Jaya menjadi Papua, Aceh menjadi Nangroe Aceh Darussalam, atau Muangthai manjadi Thailand dan Campa menjadi Kamboja.
Brebes dan Pemalang, meski pernah berada dalam kekuasaan Tegal ketika menjadi karesidenan telah menjadi kota mandiri, salah satunya karena perbedaan nama dengan Tegal. Sehingga Brebes dan Pemalang dapat dengan mudah menyesuaikan diri ketika kemudian statusnya secara definitif setara dengan daerah induk (Tegal).

Sukoharjo, misalnya merupakan contoh yang baik. Untuk menjelaskan bahwa perbedaan nama daerah akan melahirkan identitas dan kemudian kemandirian kota. Posisi dan karakteristik Sukoharjo dan Solo boleh dibilang linier dengan posisi dan karakteristik Slawi dan Kota Tegal.
Dari sisi letak geografis, Sukoharjo berada 13 km dari Solo, hampir sama Slawi yang dapat ditempuh hanya dalam waktu 20 menit perjalanan kedaraan bermotor. Namun berbeda dengan Slawi, Sukoharjo telah mampu menjadi kota mandiri, yang salah satunya karena perbedaan nama daerah dan identitas kota dengan kota induknya.

Bila perubahan nama belum memungkinkan, setidaknya untuk saat ini, yang harus dilakukan untuk membangun identitas Slawi adalah membangun kesadaran identitas-komunitas. Perlu dibangun kesepahaman untuk menjadi Slawi sebagai episentrum kebudayaan Slawi.

Dalam membangun kolektifitas yang efektif dapat ditempuh dengan dua cara, yakni menciptakan musuh bersama atau menciptakan tujuan bersama. Idiom Slawi harus konstruktif menjadi “kebutuhan bersama”, dengan melupakan ego komunitas kebudayaan.

Disamping itu, Slawi juga harus menempatkan diri sebagai persilangan poros kebudayaan pesisiran dan agrarian untuk mengakomodasi masyarakat di wilayah utara dan selatan.

Jika Slawi disepakati sebagai identitas Kabupaten Tegal, maka identitas pesisiran dan agrarian melebur menjadi identitas yang boleh disebut “mina tani”. Secara kelembagaan, Dewan Kesenian Kabupaten Tegal (DKKT) dapat mengambil inisiatif untuk memulai langkah ini.

Keberadaan Gedoeng Rakyat di Slawi menjadi momentum untuk membangun identitas Slawi. Respo aktif juga diharapkan disambut oleh komunitas–komunitas kebudayaan yang ada, semisal komunitas kebudayaan di Kalisoka (Keluarga Sebayu), Bojong (Agraris Sentri), Margasari (Agaris–Feudal–Jawa), Suradadi (Pesisiran), Mejasem (Kosmopolit – Intelektual) atau Talang (Kosmopolit-Santri).
Setelah identitas dibangun, mewujudkan kota mandiri merupakan langkah selanjutnya. Slawi harus mewujudkan dirinya menjadi kota mandiri. Kemandirian Slawi dapat ditengarai dari pemenuhan kebutuhan warganya akan kebutuhan subsistensi dasar, hingga kebutuhan akan fasilitas public. Slawi harus mampu menyediakan warganya, tanpa harus warganya mendapat di daerah lain.

Soal kemandirian rasanya Kota Slawi tidak kurang dibanding daerah lain, walaupun mungkin tampilannya berbeda. Untuk memenuhi kebutuhan pokok misalnya, telah ada pasar Trayeman untuk sayur-mayur dan pusat perbelanjaan (ruko) Slawi untuk fashion, elektronik dan kebutuhan sejenis.
Kebutuhan yang telah dipenuhi ini tentu tidak menjadi Slawi harus membangun mall atau supermarket untuk memenuhi kebutuhan warganya. Dalam hal pemenuhan kebutuhan pokok dengan bentuk yang lain. Identitas kemandirian niscaya menjadi Slawi sebagai representasi Kabupaten Tegal. Yakin usaha sampai (Ki Jadug)
Sumber Berita : http://tintamerahmajalah.blogspot.com

Tercepat Lunas PBB

DESA Sangkanayu Kecamatan Bojong tercepat lunas PBB di kecamatan dan ketiga tercepat se  Kabupaten Tegal. Untuk seluruh desa se-Kecamatan Bojong sebanyak 17 desa, saat ini pencapaian lunas PBB kecamatan mencapai 17 persen dari total nilai Rp 890 juta lebih.
Capaian lunas PBB Tahun 2010 ditekadkan untuk lunas dengan kiat yang diterapkan jemput bola oleh PNS kecamatan yang ditujnuk dan manfaatkan segala moment di desa untuk sosialisasi capaian lunas PBB.
“Salah satu bukti upaya kami, dengan lunas PBB-nya Desa Sangkanayu sebesar Rp 18 juta lebih untuk PBB Tahun 2010,” kata Camat Bojong Imam Masykur kepada Radar, belum ama ini.
Untuk capaian lunas PBB secara keseluruhan tingkat kecamatan, dikatakan Imam Masykur, pihaknya menerapkan sebagian PNS yang dijadikan PNS binaan di setiap desa untuk capaian lunas PBB. Hal itu diharapkan penderasan lunas PBB desa semakin tergarap sehingga pada batas akhir pelunasan September mendatang, capaian lunas PBB ditekadkan bisa tercapai.
Menurut dia, dari PNS yang diberi tugas binaan penderasan lunas PBB, setiap seminggu sekali pada Senin, selalu melaporkan hasil kerjanya kepada Camat yang dilaporkan pada rapat mingguan di Kecamatan Bojong. “Langkah itu membuktikan, sampai Mei kemarin, capaian lunas PBB kecamatan saat ini sekitar 17 persen dari total Rp 890 juta lebih,” ujar Imam Masykur pula.
Selain bekerjasama dengan Muspika, tokoh masyarakat dan ulama, Imam Masylir juga memanfaatkan setiap perkumpulan di desa sampai pengajian unutk sosialisasi penderasaan lunas PBB. “Kami tidak segan memanfaatkan semua momentum yang ada di desa wilayah kami untuk sosialisasi capaian lunas PBB,” pungkasnya.
Sumber Berita : Radar Tegal 2 Juni 2011

Spanduk Tak Berijin Dibabat Habis

SLAWI - Upaya penertiban pemasangan spanduk yang belakangan ini terkesan semrawut ditempuh pihak Satpol PP lewat giat razia dengan menyisir wilayah jantung kota Kabupaten Tegal.
Razia kali ini menerjunkan dua armada untuk menurunkan semua spanduk yang pemasangannya tidak sesuai dengan aturan baku yang telah ada, seperti spanduk yang tidak terpasang pada tiang pancang. Selebihnya penertiban juga dilakukan pada spanduk yang tidak mengantongi izin resmi dari instansi yang memberi izin pemasangan.
Kepala Satpol PP Eko Jati SH melalui Kasi Ops Pekik Yudiantoro menyatakan, penertiban ini, selain untuk mewujudkan suasana jantung kota yang asri, juga untuk membiasakan diri warga yang hendak membentangkan spanduk agar mengajukan izin secara resmi terlebih dahulu.
"Belakangan ini banyak terlihat pemasangan spanduk yang dilakukan dengan menancapkan di pohon. Ini jelas melukai pohon yang memang bukan peruntukannya untuk menepel spanduk. Kita sudah menyediakan tempat tiang pancang untuk pemasangan spanduk sesuai dengan izin yang telah ada," tegasnya.
Banyaknya pemasangan spanduk di pepohonan hampir di seluruh ruas jalan jelas bertentangan dengan program penghijauan yang saat ini sedang gencar-gencarnya digalakan Pemkab. "Prioritas utama razia kali ini memang di jantung Slawi. Setelah aksi ini kami lakukan upaya konsolidasi dan pantauan tetap kami lakukan. Dijadwalkan razia akan kami lanjutkan di seluruh wilayah kabupaten dengan interval waktu bertahap," tegasnya.
Dalam razia perdana kemarin pihaknya mengaku menerjunkan 16 personil yang terbagi dalam dua armada. Razia yang digelar selama hampir kurang dua jam tersebut berhasil membrendel ratusan spanduk ilegal untuk selanjutnya dimusnahkan di areal belakang kantor Satpol PP
Sumber Berita : Radar Tegal 2 Juni 2011

Shuttle Ban Yonif 407 Diresmikan

SLAWI - Shuttle Ban yang saat ini telah dibuat oleh prajurit Yonif 407/Padma Kusuma adalah program dari Pangdam IV/Diponegoro sebagai sarana meningkatkan kemampuan fisik para anggota di jajaran Kodam IV/Diponegoro. Dimana dalam proses pembuatannya atas dasar pertimbangan Danyonif 407/PK Letkol Inf Yudi Pranoto SH, selaras dengan keinginan Pemkab. Dalam hal ini bupati tentang adanya ruang publik yang dapat digunakan oleh seluruh masyarakt dalam berolahraga.
"Pembuatan lapangan Shuttle Ban atau lintasan lari oleh Yonif 407/PK tersebut tidak hanya dapat digunakan secara optimal oleh prajurit namun juga dapat dirasakan oleh masyarakat di sekitar lingkungan asrama untuk melaksanakan aktifitas olahraga. Sekaligus merupakan salah satu wadah bagi pembinan teritorial terbatas satuan  Yonif 407/PK," terangnya.
Selain Shuttle Ban yang menjadi program Pangdam IV/Diponegoro, Danyonif 407/PK juga melengkapi dengan fasilitas lain seperti tiang pull up, tempat sit up, maupun push up dan lapangan sepak bola yang nantinya dapat dimanfaatkan oleh prajurit dan masyarakat. Khususnya para pemuda di Kecamatan Adiwerna yang akan mempersiapkan diri untuk menjadi TNI maupun Polri.
Peresmian Shuttle Ban sendiri dilakukan Danbrigif -4/Dewa Ratna Letkol Inf Sapriadi SIP dan dihadiri oleh seluruh prajurit Yonif 407/PK, anggota Persit Chandra Kirana serta instansi terkait seperti Muspika Adiwerna, para kades di Kecamatan Adiwerna, dan para kepala sekolah di Kecamatan Adiwerna, kemarin.
Dalam sambutan singkatnya, Danbrigif-4/Dewa Ratna menyampaikan beberapa hal yang perlu menjadi perhatian utama. Dia berharap dengan sarana yang ada, komunikasi sosial antara masyarakat dan prajurit akan terjalin baik sebagai upaya mewujudkan kemanunggalan TNI dengan rakyat melalui olahraga.
"Dengan fasilitas yang ada ini diharapkan mampu memberi kontribusi bagi peningkatan prestasi olahraga, khususnya di Kecamatan Adiwerna, dan lebih luas lagi di wilayah Kabupaten Tegal dengan munculnya bibit-bibit muda yang berprestasi," tegasnya.
Dia juga menekankan khusus buat prajurit agar dapat memaksimalkan fasilitas yang ada dalam upaya meningkatkan kemampuan fisik untuk mendukung tugas pokok TNI dalam mempertahankan kedaulatan NKRI. Dia juga mengucapkan banyak terima kasih kepada masyarakat yang sudah membantu pembuatan Shuttel Ban sehingga dapat bermanfat untuk semuanya.
Sumber Berita : Radar Tegal 2 Juni 2011

Cemari Laut Terancam Ditindak

SLAWI - Bagi perusahaan yang kerap mencemari air laut di wilayah kerjanya, Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Tegal bakal memberikan tindakan tegas. Hal ini dilontarkan Kepala BLH setempat, Ir Hj Khofifah MM, saat dihubungi wartawan melalui sambungan elektronik, kemarin.
Dia menegaskan, pemilik perusahaan mutlak harus mentaati peraturan tersebut. Karena peraturan itu, mengacu pada UU NO 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.   
"Meski selama ini belum ada perusahaan yang mencemari laut dengan limbahnya, minimal kami sudah melakukan antisipasi sebelum nantinya kian parah," katanya.
Dia menjelaskan, laut di Kabupaten Tegal, panjangnya 33 kilometer. Sepanjang itu, setiap usaha yang berdiri di kawasan pesisir dan membuang limbah cairnya ke laut, wajib memperoleh rekomendasi dari BLH. Bentuk rekomendasinya, kata Khofifah, berupa Izin Pembuangan Limbah Cair.
"Perusahaan yang ingin memperoleh izin harus melewati tes yang dilakukan BLH terlebih dahulu. Teknisnya, BLH akan melakukan uji limbah apakah layak dibuang ke laut atau tidak. Jika hasilnya tidak layak., BLH tidak akan mengeluarkan izin tersebut," urainya.
"Meski yang bersangkutan telah mengantongi izin perindustrian, namun tetap harus mengantongi izin dari kami (BLH, red). Dan kedua izin tersebut, harus dimiliki perusahaan yang berlimbah cair," sambungnya.
Berdasarkan data yang dimiliki BLH, terdapat sejumlah usaha yang melakukan pembuangan limbah cair ke saluran hingga bermuara ke laut. Ada perusahaan kecap di Padaharja, Perusahaan Saus, kegiatan peternakan ayam, dan perusahaan lainnya.
Dari semua perusahaan yang ada di pesisir pantai utara di Kabupaten Tegal tersebut, semuanya sudah mengantongi Izin Pembuangan Limbah Cair. Sehingga sejauh ini, itu tidak masalah.
Seorang nelayan di Desa Munjung Agung, Larangan, Tegal, Muhamad Tabi (48) mengaku kendati laut Tegal terlihat tidak begitu parah tingkat pencemarannya. Namun nelayan kerap kesulitan mencari ikan di perairan setempat.
"Seringnya nelayan mencari ikan di daerah tetangga, seperti Pemalang dan Brebes," ungkapnya.
Sumber Berita : Radar Tegal, 2 Juni 2011

Peringatan Hari Pancasila di Padepokan Trijaya

SEKITAR 13 tahunan Pancasila tidur. Bahkan sejumlah dilema mewarnai perilaku berkehidupan bangsa Indonesia dalam menerapkan Pancasila yang juga dasar negaranya. Untuk tercapainya perilaku Bangsa Indonesia dalam menegakkan kembali norma berdasar Pancasila, perlu adanya revolusi kebangsaan agar masyarakat Indonesia tergugah kembeli berperilaku sesuai Pancasila.
Sementara dari sejumlah pengamatan, perilaku masyarakat sudah banyak bertentangan dengan semua sila yang ada di Pancasila,
“Itu butuh pelurusan,” tandas Pembina Perguruan Trijaya Padepokan Argasonya Pusat Tegal dan Direktur Ketahanan Seni Budaya Agama dan Kemasyarakatan Direktorat Jendral Kesatuan Bangsa dan Politik Kemendagri Pusat, Budi Prasetyo SH MM, pada Peringatan Hari Pancasila yang digelar di padepokan perguruan itu di Bojong, Rabu (1/6).
Usai Peringatan Upacara Hari Pancasila, Budi Prasetyo SH MM yang disebut Romo Guru Tegal  mengatakan, saat ini perilaku bangsa Indonesia sudah banyak bertentangan dengan Pancasila. Bahkan kesan yang tertangkap Pancasila hampir terobrak-abrik dalam perilaku berkehidupan bangsa. Kondisi itu agar kembali tegaknya Pancasila dalam perilaku berkehidupan, butuh reformasi kebangsaan di masyarakat Indonesia.
“Idealnya, tidak bisa tidak, Pancasila harus diformulasikan dan ditransfer dalam berkehidupan bangsa Indonesia.”
Menurut dia, Bangsa Indonesia harus rela dan siap berbuat sesuatu untuk Negara Pancasila agar tidak luntur. Apalagi dalam berperikehidupan saat ini, terkesan Pancasila nyaris hilang di masyarakat. Justru anak bangsa berasyik masyuk dengan kehidupan berpolitik yang jauh dari harapan bangsa.
“Perjudian secara artian makro, bahkan kami tangkap sudah dilegalkan. Ini sangat ironi bagi Negara berdasar Pancasila kedepan,” jelasnya pula.
Di sisi lain, Budi Prasetyo SH MM dalam sambutan saat menjadi Irup pada Upacara Hari Pancasila di Padepokan tersebut mengatakan, Hari Pancasila Tahun 2011 saat ini sebagai momentum yang tepat guna merevitalisasi dan mengaktualisasi nilai-nilai Pancasila. Keberadaan pancasila sebagai perekat berkehidupan bangsa sudah saatnya dikukuhkan kembali. Guna bisa mencapai itu sedikitnya ada tiga tantangan yaitu mewujudkan demokrasi kerakyatan yang dirasa masih lemah yang hanya jadi wacana di tingkat elit.
Tiga tantangan itu, upaya mewujudkan keadilan dan kesejateraan sosial yang dirasa masih timpang di masyarakat Indonesia, dan bisa memecah belah secara vertikal. Perlu antisipasi munculnya sekelompok yang mengatasnamakan kepentingan agama dan berkehendak memaksakan agamanya atas nama orang lain dengan cara kekerasan.
“Tiga point penting ini yang menjadi tantangan kita bersma kedepan,” ujar Budi Prasetyo.
Sementara, sebagaimana ideologi masyarakat dunia, Pancasila merupakan kerangka berfikir yang senantiasa memerlukan penyempurnaan karena tidak ada satupun ideologi yang bersifat sempurna. Karena setiap ideology memerlukan penyempurnaan secara proses dialektika guna mengembangkan dirinya bisa diterima di segala situasi. “Dis inilah pentingnya Pancasila yang mampu menjadi ideologi bagi semua masyarakat dan agama, secara mendesak untuk segera dilaksanakan, di saat krisis yang tengah mendesak. Kepedulian inilah yang harus dibangkitkan di masyarakat,” pungkasnya.
Upacara Hari Pancasila sendiri diikuti oleh berbagai kalangan sejumlah siswa SD dan SMP di Bojong, berbagai kelompok kemasyarakatan, instansi seperti dari Perhutani juga sejumlah anggota Perguruan Trijaya Padepokan Argasonya Pusat Tegal. Juga dihadiri oleh sejumlah undangan dari berbagai daerah dan kota serta Muspika Bojong.
Sumber Berita : Radar Tegal, 2 Juni 2011

340 Petani Sekolah Gratis

KRAMAT - Sedikitnya 340 petani asal Kecamatan Kramat mengikuti Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) secara gratis. Sekolah gratis ini merupakan program dari Dinas Tanbunhut Kabupaten Tegal. Kegiatan sekolah gratis digelar sejak pertengahan April lalu sampai Oktober mendatang.
Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) Badan Pelaksana Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP4K) Kramat, Taryono mengatakan, ada 17 desa di Kecamatan Kramat yang mendapatkan program sekolah gratis tersebut.
Guna mensukseskan program sekolah gratis, dinas terkait menerjunkan 3 petugas sebagai pemandu. Antara lain, satu orang dari PPL, satu orang dari Pengendalian Hama dan Penyakit (PHP), kemudian satu orang Tenaga Harian Lepas (THL) setempat.
“Setiap desa atau unit, jumlah pesertanya ada 20 orang petani. Jika yang mendapat sekolah gratis 17 desa, maka jumlah totalnya 340 petani.  Sekolah gratis dilaksanakan setiap satu minggu sekali selama 12 kali pertemuan,” paparnya, Rabu (1/6) siang.
Tujuan sekolah gratis, Taryono menjelaskan, sebagai upaya peningkatan produksi padi di wilayah Kecamatan Kramat. Dan ini, khusus untuk petani non Hibrida. Selain mendapat program sekolah gratis, petani juga mendapat bantuan dari dinas. Yakni, bantuan berupa benih padi varietas Ciherang sebanyak 25 Kg untuk 1 hektar.
“Materi yang diberikan, seputar pembuatan pupuk organik, pengolahan tanah, sebar benih, tanam jajar legowo dan pemupukan yang berimbang. Kemudian materi lainnya adalah, seputar pasca panen dan pra panen,” jelasnya.
Sekolah gratis ini, menurut Taryono, tidak terlalu formal seperti sekolah pada umumnya. Terbukti, materi bisa diberikan dimana tempat, baik di tengah sawah, di rumah petani, maupun di lingkungan balai desa.
Terpisah, Ketua Gapoktan Tani Mukti Desa Tanjungharja Maskuri mengaku bersyukur mendapat bantuan tersebut. Terutama bantuan berupa sekolah gratis dan benih padi yang diberikan secara cuma-cuma.
“Guna menambah wawasan, program ini sangat bagus dan kami sangat mendukungnya. Karena itu, program ini harus dilanjutkan,” ucapnya singkat.
Sumber Berita : Radar Tegal, 2 Juni 2011