SELAIN Wakil Bupati tegal (Wabup), Tim Kuasa Hukum Agus Riyanto pun mengharapkan kehadiran sejumlah pejebat di lungkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tegal yang secara langsung ataupun tidak, pernah tersebut dalam testimoni Edy Prayitno SH MHum, terkait aliran dana Jalingkos. Kehadiran mereka diperlukan guna kepentingan material persidangan, utamanya menjadikan kasus Jalingkos ini terang benderang.
Beberapa nama itu adalah Kepala Dinkes, dr Joko, yang pada tahun 2007 pernah ditunjuk sebagai Ketua Panitia Hari Jadi Kabupaten Tegal. Dalam catatan testimoni Edy, ada aliran Rp 100 juta untuk kegiatan sunatan massal di Rumah Dinas Bupati. “Kami pernah mengklarifikasikan hal ini kepada dr Joko. Hasilnya, tidak ada bantuan dana perorangan untuk Hari Jadi. Termasuk kegiatan sunatan massal yang memang dibiayai Pemda,”ungkap Winarno Jati, Kuasa Hukum Agus Riyanto.
Nama pejabat lainnya adalah Kepala Dinas Pasar dan UKM, Abasari, yang pada catatan testimoni Edy, pernah menerima uang Rp 20 juta. Menurut Winarno, setelah dikonfirmasikan, ternyata Edy pernah membantu Abasari sebesar Rp 5 juta. Saat itu untuk membantui Abasari yang baru mengalami kecelakaan.
“Jadi, itu kan hal-hal yang bersifat perorangan dan berdimensi kemanusiaan. Kok, tega-teganya dicatat sebagai aliran uang korupsi. Dari klarifikasi ini, kian jelas bahwa Edy banyak sekali melakukan kebohongan,” tegasnya.
Berikutnya adalah Khalimi, selaku Pembantu Pemegang Kas Bagian Keagrariaan untuk pembebasan lahan untuk Tanah Makam Pahlawan di Kajen, Lebaksiu. Lalu Agus Kholik, Pembantu Pemegang Kas Bagian Keagrariaan untuk Penujah. Selain itu, Winarno juga menyebut Kepala Inspektorat, Muji Atmanto, yang saat pembebasan lahan Jalingkos berkedudukan sebagai Ketua Tim Penaksir Harga Tanah. “Juga Pengurus Persekat (Persatuan Sepak Bola Kabupaten Tegal –red), yang namanya juga dicatut Edy Prayitno, seolah-olah menerima aliran uang Jalingkos,” terang Winarno.
Dikatakannya, kehadiran para pejabat ini tidaklah semata-mata untuk kepentingan kliennya, Bupati Tegal non-aktif Agus Riyanto. Tetapi lebih dari itu, adalah untuk menjelaskan perkara ini sesuai fakta yang sebenarnya, sehingga tidak ada lagi silang sengkarut yang berpotensi mengundang prasangka.
“Makanya, ini juga menjadi kepentingan Pemda dalam ikhtiarnya memberikan penjelasan kepada publik tentang duduk perkara yang sebenarnya. Dengan cara ini, diharapkan kepercayaan masyarakat Kabupaten Tegal terhadap pemerintahannya menjadi kian membaik,” tukasnya.
Sebagaimana diketahui, kesaksian Edy Prayitno di persidangan Jalingkos Pengadilan Tipikor beberapa waktu lalu, menyebutkan soal aliran uang Rp 1,73 miliar yang menurutnya digunakan untuk kepentingan pribadi Bupati. Nilai ini sendiri, menurut Edy, adalah selisih keuntungan dari realisasi ganti rugi pembebasan lahan Jalingkos di Dukuh Salam pada 15 Juni 2006 sebesar Rp 747.885.000, yang di-SPj-kan oleh Edy Prayitno dan Budi Haryono pada Desember 2006 menjadi senilai Rp Rp 2.478.000.000.
Sesuai catatan Edy Prayitno, rincian dari Rp 1,73 miliar itu antara lain menyebut nama sejumlah pejabat tersebut. Pertama, diberikan ke Abasari sebesar Rp 20 juta tertanggal 31 Oktober 2006. Kedua, biaya sunatan massal Rp 100 juta pada Mei 2007. Ketiga, pembayaran kaos Persekat Rp 5 juta pada 16 Agustus 2006. Keempat, biaya transport Persekat ke Bandung senilai Rp 45 juta.
“Itu sebabnya, keterangan para pejabat ini pun diperlukan di fakta persidangan,” pungkas Winarno. (fat)
Sumber Berita : http://www.radartegal.com/index.php/
0 komentar:
Posting Komentar