SEMARANG - Pengguna anggaran Pemerintah Kabupaten Tegal tahun 2006/2007, Herry Soelistyawan mengaku tak pernah mendapat laporan keuangan proyek Jalan Lingkar Kota Slawi (Jalingkos).
Saat kasus korupsi proyek itu berlangsung tahun 2006/1007, Herry menjabat sebagai sekretaris daerah (Sekda) Tegal yang berwenang atas penggunaan anggaran dari kas daerah. Kini, Herry menjabat wakil bupati.
Dalam sidang kasus tersebut di Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu (2/10) kemarin, Herry mengaku, mengetahui perubahan model penganggaran untuk penggadaan tanah proyek tersebut, yakni dari model pengisian kas menjadi beban tetap. ”Perubahan itu ditujukan untuk mempermudah pencairan uang. Sebab, warga pemilik tanah tidak mau jika diberi kuitansi dulu dan pencairan belakangan. Mereka maunya dibayar tunai,” ungkap Herry dihadapan Majelis Hakim yang diketuai Noor Edyono.
Namun, setelah usulan tersebut diajukan kepada bupati dan mendapat persetujuan Dewan, Herry kehilangan jejak. Ia tak pernah mendapat laporan atas penggunaan anggaran proyek Jalingkos yang dikuasakan kepada Kabag Agraria saat itu, Edi Prayitno.
Selama pelaksanaan proyek tersebut, ia mengungkapkan, Edi Prayitno bekerja sendiri dan hanya ada laporan pertanggungjawaban (LPj) pengadaan tanah tiap tiga bulan sekali.
”Karena Edi, mungkin menganggap dirinya sudah dekat dengan Bupati sehingga tidak melaporkan kepada saya. Dan untuk LPj, saya anggap beres dan tidak ada masalah sama sekali,” terang Herry.
Tak Merugikan
Ia mengakui, tidak pernah melaporkan hal tersebut kepada Bupati Agus Riyanto karena percaya kepada Edi. Herry tak menduga ada korupsi dalam proyek itu. Ia mengetahuinya setelah kasus disidangkan di PN Slawi.Ahli auditor Slamet yang dihadirkan pihak terdakwa dalam sidang mengatakan, pinjaman daerah Kabupaten Tegal kepada Bank Jateng tak merugikan negara. Sebab pinjaman tersebut telah lunas. Pelunasan tersebut tidak dilakukan melalui Kasda.
Kepala DPPAD Tegal, Budiharto mengatakan, Pemkab Tegal tidak pernah mengeluarkan uang untuk pembayaran utang di Bank Jateng.
Slamet mengatakan, dalam hal ini dana Kasda tidak terpengaruh oleh pinjaman. ”Pinjaman itu tidak tercatat dalam Kasda. Pemasukan Kasda atas pinjaman dan pengeluaran dana pinjaman itu juga tak tercatat,” terang Slamet yang saat ini menjadi auditor Inspektorat Wilayah Jateng.
Ia mengatakan, penghitungan kerugian negara (PKN) yang dilakukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jateng harus memenuhi syarat, di antaranya tidak bisa semata-mata menggunakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) jaksa.
Slamet juga menegaskan, dalam suatu kasus telah diputuskan pengadilan pasti sudah ada yang menanggung kerugian negara.
Dalam kasus korupsi Jalingkos jilid I, Edi Prayitno dan Budi Haryono telah divonis. Kerugian negara yang harus diganti adalah Rp1,7 miliar.
Pada jilid II kasus ini, menyeret nama Bupati Agus Riyanto. Kerugiannya bertambah dengan Rp 2,2 miliar, sehingga total mencapai Rp 3,9 miliar. Nilai kerugian bertambahan berdasar audit ulang BPKP, yakni berasal dari pinjaman daerah di Bank Jateng yang diduga ditelikung Bupati Agus.
Slamet mengatakan, jika terdakwa dituduh turut serta melakukan korupsi, maka laporan hasil penghitungan (LHP) auditor yang dipakai adalah LHP lama. (ana-71)
Sumber Berita : http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2011/11/03/165180/
0 komentar:
Posting Komentar