Kosong = Ada! Bayangan apa yang muncul dibenak kita terhadap kompilasi aksara di atas? Secara ilmu matematis kosong dilambangkan dengan angka 0 (nol), maka ketika 0=0 (nol sama dengan nol) seharusnya kan seperti itu. Akan tetapi, ternyata “kosong” yang ini = Ada”.
Yah, itulah judul yang dipilih oleh editornya untuk buku Antologi Puisi Religi yang diluncurkan Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi) yang berada dibawah struktur Pengurus Cabang Nahdlatul 'Ulama Kabupaten Tegal. Kosong = Ada tersebut memiliki makna yang luas dan dalam.
Kosong = Ada adalah simbolisme bahasa yang seringkali diucapkan orang-orang makrifat, kalimat ini sarat makna dan kedalaman estetis. Pemilihan judul ini oleh jajaran Lesbumi dimaknai sebagai upaya memetakan ke-multiberagam-an kultur, budaya, sosial, dan dialek intelektual kaum Nahdiyin atau orang-orang yang loyal terhadap organisasi NU, baik sebagai arus bawah maupun kelompok-kelompok atas sebagai pelaksana di tubuh NU.
Wacana ini kemudian menggelinding diiringi “dugem” hasrat lama para pentolan Lesbumi yang memang telah lama berkiprah di bidang kesenian (puisi, prosa, dan teater).
Setelah “kedubag-kedubud” di meja rapat maka disepakatilah rencana menggaungkan Lesbumi dengan awalan kegiatan penerbitan buku antologi puisi religi yang diikuti dengan lomba baca puisi tingkat umum. Seiring berputarnya waktu, wacana ini ternyata menggelinding makin cepat hingga akhirnya sampailah kepada Ketua PCNU Kabupaten Tegal H Ahmad Was’ari SPd MM.
Beliau menyambut baik rencana itu, maka kami segera membentuk kepanitiaan demi suksesnya kegiatan tersebut sambil kami mewartakan ke teman-teman di Tegal terkait sumbangsih puisi religi," terang salah seorang editor antlogi puisi "Kosong = Ada", Apito Lahire.
Sekitar seminggu kemudian, berdatanganlah puisi religi via sms dan email. Ternyata, para pengirim puisi itu tidak sebatas seniman Tegal tetapi juga dari beberapa daerah penjuru tanah air ikut 'nyengkuyung'. Bahkan kemudian melalui jejaring sosial facebook, datang permohonan dari negeri Jiran Malaysia untuk bergabung menitipkan karya puisinya.
"Setelah 2 bulan berproses, terangkumlah 120 nama dan puisi. Tentu saja kami tidak bisa “metani” dari organisasi keagamaan mana si A atau si B, kami lebih melihat kelayakan puisi. Akhirnya setelah melewati seleksi yang melelahkan, termaktublah 107 nama dan puisi yang kami kemas dalam Antologi Puisi Religi “KOSONG = ADA”," terang editor lainnya, Julis Nur Husen.
Adalah Lembaga Pendidikan (LP) Ma’arif PCNU Kabupaten Tegal yang kemudian memback up agar draf antologi ini benar-benar berwujud sebuah buku yang manis dan melankolis. LP Ma’arif yang secara kebetulan juga punya hajat menggelar Pekan Olahraga dan Seni (Porsema) sebagai kalender kegiatan tahunan untuk menyongsong kegiatan Porsema di Wilayah Jawa Tengah.
Dengan label “Harlah NU ke-86”, kami bersama-sama kerja bahu membahu demi suksesnya semua even yang digelar mulai 12 hingga 23 Februari 2012. Home kegiatan Harlah Nu ke-86 sendiri, dipusatkan di dua titik yaitu gedung NU Procot Slawi untuk lomba yang diusung Lesbumi, launching buku Antologi Puisi, Lomba Baca Puisi Religi, Festival Qasidah Rebana, dan Lomba Mewarnai. Sedangkan lomba-lomba Porsema dilaksanakan di wilayah Kecamatan Margasari.
Yang menarik dari buku Kosong = Ada, adalah penulis yang terlibat memiliki latar belakang profesi yang beragam. Umumnya antologi puisi berisikan puisi yang ditulis oleh Penyair. Dari 107 nama, yang benar-benar berlatarbelakang penyair atau seniman ada sekitar 50 persen. Sedang setengahnya lagi dari berbagai profesi, ada pengajar, karyawan, pensiunan PNS, pelajar/mahasiswa, perangkat desa, dan pedagang.
Kosong = Ada, bagi mereka yang tidak terbiasa membuat puisi kemudian secara kegiatan menjadi ajang unjuk kreativitas, sebagai media gerak menemukan sensasi lain dari rutinitas keseharian yang monoton. Kosong = Ada, secara keterlibatan mencakup hampir seluruh bidang profesi, aliran akidah, latar belakang pendidikan, dan budaya. Juga merupakan sebuah jawaban atas dimensi seni dan budaya yang tak terbatas.
"Kosong = Ada, secara kearifan merupakan sensor diagnosa, bahwa didalam buih ada angin. Subyek yang kasat mata, biasanya sebagai tameng dari esensi subyek yang sebenarnya. Bagus lapisan luar belum menjamin kualitas di dalamnya, diagnosa ini berlaku kebalikannya. Maka, membaca dan menikmati Kosong = Ada dibutuhkan kejernihan hati, kelapangan waktu, ketenangan jiwa, dan ketelatenan guna menemukan makna yang sesungguhnya," imbuh Julis Nur Husen.
Sementara itu, Ketua Lesbumi PC NU Kabupaten Tegal, Mi'roj Adhika, mengungkapkan, Kosong = Ada berisi 131 halaman yang terdiri dari Lembar Judul, Prakata, Daftar Isi, Isi, dan Lembar Biodata Penulis (Penyair). Buku ini merangkum 104 puisi dan penyair Indonesia dari Papua hingga Sumatera dan 3 Puisi dari penyair Malaysia.
"Tiga puisi penyair Negeri Jiran sebagai upaya pembanding segi kebahasaan dan nilai estetis, serta norma sosial. Bahwa ternyata 3 penyair Malaysia ini memiliki latar sosial yang tinggi karena 2 dari 3 adalah penyair yang bekerja di Kementerian Bahasa dan Profesor di Perguruan Tinggi. Sedang yang satunya, pengurus Serikat dan Direktur suatu perusahaan Telekomunikasi di Lahat Datu," ungkapnya.
Dia menambahkan, Kosong = Ada pada akhirnya menjadi karya bersama PCNU Kabupaten Tegal dan masyarakat, yang diharapkan mampu memelihara cita-cita pendahulu (leluhur) Jamiyah Nahdlatul Ulama (NU). "Sehingga, organisasi ini terus eksis di kancah pembinaan umat, menjadi organisasi terdepan sebagai pengusung, penjaga, dan pemelihara keberagaman ras, etnis, dan budaya yang membentuk bangsa Indonesia sebagai Bangsa yang besar dan bermartabat," tutupnya. (yeri novel)
Sumber Berita : http://www.radartegal.com/index.php/Antologi-Puisi-Religi-Kosong-=-Ada.html
0 komentar:
Posting Komentar