JAKARTA - Gaya hidup bermewah-mewah yang ditunjukkan anggota DPR tak lepas dari pengaruh partai politik tempatnya bernaung. Kebijakan partai yang menuntut kader memberikan setoran mendorong anggota parlemen menyelewengkan uang rakyat.
Menurut pengamat politik Ray Rangkuti, upaya itu sudah dimulai sejak proses penyusunan anggaran di DPR. ”Para politikus saat ini sudah tak bisa dipercaya. Sebagian besar dari mereka berkarakter korup,” kata direktur eksekutif LSM Lingkar Madani Indonesia (Lima) itu, Selasa (15/11).
Dia menuding ada kebijakan dari masing-masing partai agar anggota DPR bisa menghidupi partainya dengan berbagai cara.
”Darimana kekayaan para politikus itu? Jika dihitung dengan gaji saja tentu mereka tidak bisa kaya dengan cepat seperti sekarang,” imbuh Ray Rangkuti.
Ray bahkan menyamakan praktik ini dengan cerita si babi ngepet. Politikus diibaratkan sebagai babi ngepet, pesugihannya adalah parpol. Adapun uang diraup dari APBN atau APBD.
Mereka diwajibkan mencari uang demi menghidupi diri dan partai. Tak mengherankan jika seorang wakil rakyat kaya mendadak dan memiliki harta berlimpah.
Punya mobil mewah, rumah, dan apartemen megah serta deposito di berbagai bank. Jika tertangkap, langsung dilindungi petinggi partai. ‘’Begitulah kondisi politikus saat ini yang dengan cepat bisa kaya-raya. Padahal rakyat miskin bertambah miskin,’’ sesal dia.
Terpisah, Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddik mengungkapkan, besaran gaji yang diterima setiap bulan belum tentu dianggap mencukupi oleh masing-masing wakil rakyat. Mereka memiliki kewajiban untuk ikut membiayai aktivitas partai melalui setoran yang harus diserahkan rutin.
Berdasarkan informasi dari Sekretariat Jenderal DPR, total gaji yang dibawa pulang oleh wakil rakyat yang merangkap ketua alat kelengkapan Dewan sebesar Rp 54.907.200. Anggota DPR yang merangkap wakil ketua alat kelengkapan Dewan Rp 53.647.200, sedangkan yang merangkap anggota alat kelengkapan Dewan Rp 51.567.200.
”Anggota DPR ikut membiaya program partai. Karena itu, tak sedikit anggota Dewan yang merasa gaji mereka tidak mencukupi. Akibatnya, mereka berinisiatif mencari sumber pendanaan alternatif lain,” ungkap Mahfudz.
Dia enggan menyebutkan apa yang dimaksud dengan sumber pendanaan alternatif. Mahfudz menambahkan, saat anggota DPR dihadapkan pada situasi tersebut, ada inisiatif dari pihak luar parlemen yang memanfaatkan.
”Pada saat yang sama ada inisiatif dari luar, seperti fit and proper test yang diduga terindikasi gratifikasi. Biasanya untuk pemilihan yang memiliki jabatan-jabatan penting,” tutur dia.
Ketua DPR Marzuki Alie menyatakan, wakil rakyat yang mempunyai gaya hidup mewah dan berperilaku hedon hanya segelintir. Di parlemen, mereka bukan mayoritas.
”Tidak banyak, nggak sampai lima persen. Itu pun kami imbau agar perilaku itu diubah karena mereka wakil rakyat. Jadi harus berempati,” tutur Marzuki.
Menurutnya, setiap anggota DPR seharusnya menyesuaikan diri ketika menduduki jabatan sebagai wakil rakyat. Meski sebelum duduk di parlemen mereka sudah kaya-raya.
Banyak Bekerja
Menanggapi pernyataan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas tentang gaya hidup politikus, Marzuki meminta Busyro lebih banyak bekerja daripada bicara. ”Saya sudah sampaikan sebelumnya, sebaiknya Pak Busyro lebih banyak bekerja menunjukkan dan menampilkan pekerjaan daripada berbicara,” terang dia. Kendati dalam negara demokrasi menyampaikan pendapat merupakan hal yang wajar, Marzuki menyebut posisi Busyro sebagai penegak hukum harus lebih menitikberatkan pekerjaan.
Adapun Ketua Komisi III Benny K Harman menuding pernyataan Busyro disebabkan perasaan gundah menjelang pemilihan ketua KPK. ”Mungkin beliau sudah dengar kalau tidak akan menjadi letua KPK lagi. Jadi ada perasaan gundah, tapi kami tidak mau menganggap itu,” paparnya.
Anggota Komisi III dari Fraksi Gerindra, Desmond J Mahesa, menyebut pernyataan Busyro meski positif menunjukkan ketidakpahaman latar belakang masing-masing anggota DPR. ”Ada yang tidak dia pahami. Misalnya, ada yang berlatar belakang pengusaha. Wajar kan bila dia punya mobil mewah. Seharusnya yang dilihat adalah apakah yang bersangkutan bermasalah atau tidak, pajaknya beres atau tidak. Bila bermasalah, silakan diproses,” ujar Desmond.
Tanggapan berbeda disampaikan Wakil Ketua MPR Lukman Hakim Saifuddin. Dia berharap pernyataan Busyro tidak dipolitisasi. Semua pejabat publik diminta berjiwa besar dalam menerima kritik sekeras apapun. ”Pernyataan tersebut harus ditangkap esensinya, jangan malah dipolitisasi ke sana ke mari. Apalagi dengan menebak-nebak motif di balik ungkapan Busyro,” jelas Lukman Hakim.
Menurutnya, esensi kritik Busyro adalah agar setiap pejabat publik memiliki kepekaan sosial terhadap realitas lingkungan sekitar. Meski ada yang tersinggung dengan bahasa yang digunakan oleh ketua KPK itu, para penyelenggara negara seharusnya mampu memilah yang esensial dan bahasa ungkapan.
”Saya sedih dengan respons petinggi negeri yang mengatakan gaya hidup pejabat publik adalah persoalan pribadi yang bersangkutan dan tidak usah dipersoalkan. Bukankah saat seseorang jadi pejabat publik, ruang privat kian sempit? Sebab, publik berhak mengawasi semua tindak tanduknya,” ujar politikus PPP ini. (A20,J22,H28-25,65)
Sumber Berita : http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2011/11/16/166626/
Selasa, 15 November 2011
Partai Dorong Praktik Korup
19.03
Slawi Ayu Cybernews, Terbit pada tanggal 10 April 2011
0 komentar:
Posting Komentar