BANYAK maaf diminta, banyak maaf diberikan tetapi kesalahan terus bermunculan. Stok maaf memang besar sekali, tetapi jumlah kesalahan juga besar sekali. Komposisi ini bisa membingungkan karena bisa menimbulkan aneka spekulasi. Pertama, karena selalu tersedia maaf, maka mudahlah kita
membuat kesalahan. Jadi wajar. Kedua, karena selalu ada maaf bagi setiap kesalahan, wajar jika maaf menjadi banyak sekali karena kesalahan juga banyak sekali. Jadi, wajar lagi. Ketiga, banyak maaf memang harus berdampingan dengan banyak kesalahan itulah yang disebut keseimbangan. Lagi-lagi ini juga wajar. Akhirnya, kesalahan bisa jadi harus dianggap sebagai kewajaran. Atau jangan-jangan pewajaran semacam itu, hari ini sudah terjadi.
Lihatlah ular-ularan permintaan maaf terutama menjelang lebaran itu. Ia sudah mulai bahkan sebelum bulan puasa benar-benar tiba. Aneka SMS sudah berlalu lalang siap menyambut puasa sambil meminta maaf atas semua kesalahan. SMS ini tambah gencar memasuki seminggu sebelum Lebaran. Ada yang mengaku harus berkirim ucapan jauh-jauh hari demi untuk menghindari kepadatan sinyal dan kemacetan provider. Berkirim SMS saja mana cukup jika tidak bersalaman di puncak perayaan yakni pagi hari, rampung salat ied di masjid dan lapangan. Begitu khatib menutup dengan salam jamaah mulai gaduh saling-silang bermaafaan. Begitu bersemangat maaf-memaafkan itu sampai enak saja meninggalkan koran bekas di lapangan. Lautan koran bekas adalah pemandangan yang selalu khas di setiap salat ied dirampungkan. Tapi sudahlah, korupsi saja bisa dimaafkan apalagi ini sekadar koran.
Karena mana afdal bersalaman jika cuma ketemu di lapangan. Yang tua-tua harus menunggu di rumah untuk menunggu yang muda datang. Yang muda harus sowan yang tua karena itu penghormatan. Yang atasan harus bersiaga karena bawahan pasti datang. Yang petinggi harus open house karena pasti banyak pihak ingin bersalaman. Ini baru Lebaran hari pertama. Hari kedua, ketiga dan seterusnya sudah menunggu acara halalbihalal di berbagai segmen dan kesempatan. Mulai dari kampung sendiri, kantor sendiri sampai organiasi itu dan ini. Satu pribadi bisa ada di empat lima organisasi tergantung posisi. Di luar pribadi ia adalah juga anggota paguyuban keluarga besar, warga di sebuah kawasan, pegawai di sebuah departemen dan angota komunitas ini itu.
Jadi budaya memintaa maaf itu luar biasa besar di Indoensia. Lautan maaf tersedia di negeri ini. Inilah kenapa koruptor saja diusulkan dimaafkan jika mau mengembalikan hasil jarahan. Tindakan penjarahan itu sendiri tidak penting karena yang penting adalah mengamankan barang jarahan. Sementara pembawa narkoba diancam hukuman mati, pemakainya harus diampuni dan cukup dikirim ke pusat rehabilitasi karena sebutannya adalah korban. Inilah hukum yang memandang rendah pemakai dan memandang tinggi pembawa. Semua kesalahan itu menjadi mudah mengalami proses pewajaran karena telah disediakan cukup banyak stok pembenaran. Kita sambut gembira budaya maaf-memaafkan ini sambil menyisakan pertanyaan: adakah jumlah maaf itu telah sepadan dengan jumlah kegembiraan kita, terutama sebagai bangsa? (33)
Sumber Berita : http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2011/08/28/157520/
Minggu, 28 Agustus 2011
Jejak Maaf
05.31
Slawi Ayu Cybernews, Terbit pada tanggal 10 April 2011
0 komentar:
Posting Komentar