Setidaknya ada empat jenis tumbuh-tumbuhan untuk meramu sup sayuran antikanker yang terbukti ampuh untuk mencegah kanker di Jepang.
1. Dai-kong (lobak). Bagian umbi dan daunnya dalam keadaan segar dan belum ditambahi bahan pengawet ataupun dikeringkan.
2. Nin-jin (wortel). Bagian umbi dalam keadaan segar.
3. Gabo (burdock root atau rhuhard). Bagian umbi segar.
4. Jamur shintakeau, jamur payung, diambil keseluruhannya dalam keadaan segar.
Bagi masyarakat Indonesia, tanaman lobak ataupun wortel bukan nama yang asing, karena mudah didapatkan di pasar-pasar tradisional maupun swalayan. Seperti lobak, umbinya paling umum digunakan untuk sayuran dalam pembuatan soto Bandung. Atau kalau sudah diasin akan menjadi campuran sayuran awetan untuk banyak jenis makanan di sejumlah rumah makan terkemuka. Daun lobak, selain untuk sayuran, juga dapat dimakan mentah sebagai lalapan.
Wortel alias si permata merah, juga merupakan jenis sayuran yang paling banyak dimanfaatkan mulai dari untuk pembuatan sup, salad, sampai untuk lalap. Wortel berkhasiat untuk kesehatan paru-paru, mata, kulit, dan membantu memperkuat sistem imun tubuh. Wortel juga dapat digunakan untuk mencegah buta malam, sakit mata, batuk, gatal, dan ketombe.
Wortel mengandung beta karotine yang bermanfaat memperbaiki fungsi pembuluh, menekan gula darah, mencegah darah tinggi, dan jantung, baik juga untuk penderita kencing manis. Setiap 100 gram wortel mengandung 1 gram protein, 0,2 gram lemak, 7,7 gram gula, 1,1 gram fiber kasar, 89,2 gram mineral, 190 mg kalium, 714 mg natrium, 32 mg kalsium, 14 mg magnesium, 1,0 mg besi, 0,24 mg mangan, 0,23 mg Zn, 0,08 mg Cu, 27 mg P, 4130 mikrogram beta karotin, 0,04 mg vitamin B1, dan 041 mg vitamin B2.
Mengenai umbi gabo (burdock root), ada satu mitos pada masyarakat Jepang bahwa umbi tersebut dapat menyehatkan dan membugarkan pemakannya, serta memiliki khasiat sebagai pembuat awet muda dan peningkat gairah seksual, khususnya bagi para pasutri (pasangan suami-istri) yang sudah tergolong manula (berusia di atas 50 tahun). Setiap 100 gram umbi gabo mengandung protein 4,6 gram, lemak 0,8 gram, gula 3 gram, energi 38 kkai, fiber kasar 2,4 gram, kalsium 242 mg, P 61 mg, besi 7,6 mg, beta karotin 3.9 mg, dan vitamin C 25 mg.
Jamur shitake alias jamur cokelat atau hoangko/hoiko (China), chinese black mushroom (Singapura/Hong Kong), merupakan jenis jamur kayu yang memiliki harga tinggi. Sebagai contoh di Indonesia, kalau harga jamur merang segar adalah Rp 4.000/kg, maka untuk jamur shitake dapat berharga sekira Rp 40.000/kg (suatu peluang bisnis budi daya jamur yang menggiurkan).
Menurut Kazu, sifat jamur adalah manis, tawar, mempunyai khasiat menambah tenaga, menghilangkan angin, dan pencahar dahak. Jamur juga mengadung protein yang tinggi, polisakarida, fiber tinggi, rendah lemak, dan beberapa elemen vitamin tinggi lainnya. Setiap 100 gram jamur shintake kering mengandung 20,2 gram protein, lemak 1,2 gram, gula 30,1 gram, fiber kasar 31,6 gram, kalium 464 mg, Na 11,2 mg, kalsium 83 mg, magnesium 147 mg, besi 25,3 mg, Zn 8,57 mg, Cu 1,03 mg, P 258 mg, Se 6,42 mikro-gram, beta karotin 20 mikrogram, vitamin B1 0,19 mg, vitamin B2 1,26 mg, vitamin C 5 mg, Vitamin E 0,66 mg, dan vitamin D 260 mg.
Budi daya jamur ini telah dimulai ratusan tahun yang lalu di daratan China, sekarang menyebar luas ke banyak negara di kawasan Asia, terutama Jepang, Korea,, Thailand, Laos hingga Indonesia, kemudian Amerika Utara, khususnya AS dan Kanada. Bagi orang AS, shitake disebut the exotic mushrooms serta banyak digemari orang karena memiliki cita rasa yang khas.
Kelebihan jenis jamur shitake dibanding jamur lainnya, seperti jamur merang, adalah kandungan zat gizi dan nutrisi yang sangat potensial. Bagi masyarakat Eropa yang sangat menggemari jamur shitake, menyebutnya sebagai the elixir of life (cairan kehidupan), karena dapat menyehatkan, dan dipercaya dapat memperpanjang umur. Sementara di bidang pengobatan tradisional, jamur ini memiliki kandungan senyawa yang dapat mereduksi (mengurangi) kandungan gula darah dan kolesterol.
Indonesia saat ini sudah mulai menjadi negara penghasil shitake yang potensial, walau produksinya belum begitu banyak. Menurut catatan, Indonesia baru mampu menggisi kurang dari 35% pasaran shitake di jepang. Belum lagi untuk jenis jamur kayu lainnya yang memiliki nilai komersial sebagai komoditas ekspor, seperti jamur kuping, jamur tiram dan sebagainya. (Amien Nugroho-24)
Sumber Berita : http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2011/09/06/158148
0 komentar:
Posting Komentar