Minggu, 20 November 2011

Surat Jeng Sri dan Kegaduhan Politik

KEDATANGAN Direktur Pelaksana Bank Dunia Sri Mulyani Indrawati (Jeng Sri) ke Istana bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Selasa (8/11),  menyisakan pertanyaan.

Pasalnya, setelah pertemuan itu justru yang mengemuka adalah sikap tidak simpatik Presiden Yudhoyono menanggapi spekulasi berita tentang kedatangan mantan Menkeu terkait dengan kasus bailout  Bank Century.

Spekulasi dari rival politiknya semakin berkembang karena ditengarai  SBY mengalami kerisauan. Dia mengatakan, tidak waras orang yang menuding pertemuan dirinya dengan Sri Mulyani adalah untuk membicarakan persoalan kasus Bank Century.

Pertama, Presiden disebut-sebut sedang risau dengan audit forensik  yang segera selesai meskipun hasilnya tidak akan signifikan.Timwas Bank Century DPR RI sedang menunggu hasil audit yang menurut rencana disampaikan pekan depan. Harapannya, dalam paparan hasil audit forensik BPK ada kejelasan status kasus itu.

Menyangkut masa kerja tim yang akan berakhir, DPR akan mempertimbangkan apakah perlu memperpanjang atau tidak.

Secara prinsip masa kerja Timwas Century akan berakhir pada masa sidang ini, sehingga perlu mendengarkan hasil audit forensik dari BPK. Setelah itu akan disampaikan ke Badan Musyawarah (Bamus) dan baru ke rapat paripurna. Di sinilah penentuan apakah bisa mendorong hak untuk menyatakan pendapat oleh DPR RI. Kerisauan kedua adalah gugatan arbitrase dua terpidana kasus korupsi Century Hesham Al Waraq dan Rafat Ali Rizvi yang memojokkan posisi pemerintah.

Selain itu, rival politiknya juga menengarai bahwa Yudhoyono khawatir dengan pergantian pimpinan KPK akhir tahun ini, karena pimpinannya saat ini tersandera dengan deponering. Jadi kalau diganti Presiden diperkirakan akan kebingungan. Terbukti KPK hingga kini mengaku belum menemukan adanya indikasi korupsi dalam penggelontoran dana talangan untuk Bank Century tersebut.

Bantahan

Apalagi lawan-lawan politiknya juga mempermasalahkan bantahan Yudhoyono bahwa dirinya tidak pernah dimintai arahan dan keputusan terkait kebijakan pemberian dana talangan kepada Bank Century senilai Rp 6,7 triliun. Padahal, Sri Mulyani selaku Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan/KSSK saat itu, telah memperingatkan sebanyak tiga kali.

Dengan pernyataan yang diutarakan pada 4 Maret 2010, Presiden Yudhoyono seolah melempar tanggung jawab kesalahannya kepada anak buahnya yang kini menjabat di Bank Dunia itu.

Berdasarkan dokumen berupa tiga surat yang dilayangkan Sri Mulyani  saat masih menjabat Ketua KSSK, mantan menteri Keuangan Kabinet Indonesia Bersatu II itu sudah memperingatkan Presiden Yudhoyono yang menyebutkan bahwa kebijakan bailout Bank Century itu menyalahi aturan.

Anehnya, dalam pidato tanggal 4 Maret 2010, atau sehari sesudah pengambilan keputusan dalam Rapat Paripurna DPR RI tentang kasus bailout Bank Century, Presiden menyatakan bahwa dirinya tengah di luar negeri untuk menghadiri KTT G20 di Amerika Serikat.

”Sekali lagi, di saat pengambilan keputusan itu, saya sedang berada di luar negeri. Saya memang tidak dimintai keputusan dan arahan. Saya juga tidak memberikan instruksi atas pengambilan kebijakan tentang ihwal itu, antara lain karena pengambilan keputusan KSSK berdasarkan Perpu No 4/2008 memang tidak memerlukan keterlibatan presiden,” tandas SBY, kala itu.

Berawal dari surat Bank Indonesia (BI) kepada Menteri Keuangan selaku ketua KSSK Sri Mulyani, yang diparaf oleh Gubernur BI (kala itu) Boediono tertanggal 20 November 2008, dinyatakan bahwa perkembangan terakhir dari Bank Century bahwa rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) minus 3,53 persen (-3,53).

Dengan begitu bank tersebut tak layak menerima dana talangan, dan Bank Century dinyatakan sebagai bank berdampak sistemik.

Mendapat penjelasan dari BI, selanjutnya Sri Mulyani mengirim surat kepada Presiden SBY tanggal 25 November 2008 dengan nomor surat S-01/KSSK/.01/2008. Surat tersebut merupakan surat peringatan pertama kepada SBY.

Surat yang ditembuskan kepada Menteri Sekretaris Negara, Menteri Negara BUMN, Sekjen Departemen Keuangan dan Sekretaris KSSK itu kembali meneguhkan bahwa Bank Century adalah bank gagal dan ditenggarai berdampak sistemik oleh BI dan selanjutnya ditangani oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sesuai ketentuan UU 24 Tahun 2008 tentang LPS.

Notulen

Dalam surat peringatan pertama itu, juga dilampirkan notulen rapat KSSK tanggal 21 November 2008, notulensi rapat tertutup KSSK pada tanggal yang sama yang dihadiri oleh Boediono dan Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan.

Juga dilampirkan keputusan KSSK No 04/KSSK.03/2008 tentang penetapan PT Bank Century sebagai bank gagal yang berdampak sistemik serta keputusan penyerahan Bank Century ke LPS.

Surat peringatan kedua dari Sri Mulyani kepada SBY dikirim tanggal 4 Februari 2009 dengan nomor surat SR-02/KSSK.01/II/2009.

Bahkan dalam surat peringatan kedua ini yang ditembuskan kepada Menteri Sekretaris Negara, Ketua Dewan Komisioner LPS dan Sekretaris KSSK, Sri Mulyani mencantumkan CAR Bank Century (negatif 3,53%) secara jelas.

Yang dipermasalahkan sejumlah politikus inisiator kasus Century adalah hal yang tidak lazim bahwa surat resmi itu menggunakan kalimat pembuka yang tak biasa sebagaimana surat resmi yang ada dan tetap merujuk pada surat pertama. ”Sebagaimana Bapak Presiden maklum, dalam surat tersebut (S-01/KSSK.01/2008), KSSK melaporkan....” demikian isi surat pembuka.

Tak ada tanggapan, Sri Mulyani kembali mengirim surat kepada SBY setelah terpilih menjadi presiden bersama Boediono, tepatnya tanggal 29 Agustus 2009. Nomor surat itu adalah SR-36/MK.01/2009.

Dalam surat ketiga itu, Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan kembali mencantumkan surat pertama dan kedua dengan kalimat pembuka yang dinilai tak lazim yang juga ditembuskan kepada Menteri Sekretaris Negara, Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan Komisioner LPS dan Sekretaris Jenderal Departemen Keuangan. Sebanyak tiga kali Menteri Keuangan Sri Mulyani mengirim surat kepada Presiden SBY sebelum dilakukan pemberian dana talangan Bank Century.

Oleh karenanya muncul pertanyakan atas sikap reaktif Presiden SBY itu. Apakah kepanikan Presiden SBY tersebut ada korelasinya dengan surat-surat yang sudah mulai terbuka kepada publik? Timwas  DPR RI bergerak untuk meminta klarifikasi soal surat-surat tersebut.

Sisi lain menambah kepanikan adalah bergulirnya gerakan tokoh lintas agama dan masyarakat/LSM agar Presiden Yudhoyono-Wapres Boediono mundur secara damai dan konstitusional. Gerakan Indonesia Bersih (GIB) bersama tokoh lintas agama, LSM dan mahasiwa akan terus menggulirkan lewat kasus Century.

Meski keterlibatan parpol dalam gerakan ini menghadapi kendala karena masuknya parpol di jajaran eksekutif dan koalisi Setgab Parpol pendukung pemerintah, namun secara tidak formal orang-orang parpol mendukung gerakan ini.

Contoh, sikap politikus PKS yang disuarakan Sekjen DPP Anis Matta dan Fahri Hamzah yang tetap konsisten akan kritis menyuarakan soal Bank Century meskipun Menteri Komunikasi dan Informatika, Tifatul Sembiring ditunjuk menjadi juru bicara Wapres Boediono terkait Bank Century.(A Adib-05)
Sumber Berit: http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2011/11/21/167214/

0 komentar:

Posting Komentar