Senin, 12 Maret 2012

Bola Panas Kenaikan BBM

JAKARTA- Kebijakan kenaikan bahan bakar minyak (BBM) dan pemberian bantuan langsung tunai (BLT) dinilai terkait dengan politik pencitraan. Apalagi jika kebijakan itu dilakukan menjelang Pemilu 2014. Sebab, berhubungan dengan dukungan atau penolakan mayoritas pemilih terhadap tokoh atau partai tertentu.
Menurut peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Adjie Alfaraby di Jakarta, kemarin, jika harga BBM dinaikkan tanpa program BLT atau sejenisnya, akan menjadi musibah politik bagi Partai Demokrat dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Sebaliknya, kata dia, jika setelah harga BBM naik diikuti dengan program BLT, apalagi jika kemudian harga BBM turun lagi sebelum 2014, ini akan menjadi berkah politik bagi Partai Demokrat dan SBY.
Menurut dia, cukup seru  political game dan efek elektoral (efek terhadap dukungan atas partai atau tokoh) dibalik program BBM dan BLT. Dalam keseluruhan program pemerintah, tak ada program lain yang memberikan efek elektoral sedahsyat naik turunnya harga BBM dan BLT.  “Ini juga warning bagi partai lain.”
Dia mengatakan, analisis hasil temuan terakhir survei LSI,  sebanyak 86.60 persen publik tidak setuju dengan naiknya harga BBM. Adapun yang setuju hanya 11.26%. Sisanya 2.14 persen tidak menjawab/tidak tahu. 
Survei itu dilakukan dengan metode responden dipilih secara random di seluruh Indonesia, pada 5-8 Maret 2012. Kali ini, LSI menggunakan inovasi melalui quick poll.
Sebanyak 440 responden di Indonesia dipilih secara random. Mereka dibekali sebuah handset LSI, taitu handset yang sudah diprogram untuk menjawab survei tertulis.  Dengan inovasi ini, survei tetap akurat, namun dapat dilakukan secara cepat. Margin of error  plus minus 4.8 persen.
Menurut dia, pihaknya sudah tiga kali membuat survei BBM menjelang kenaikan harga,  pada 2005, 2008 dan saat ini. Dari tiga survei itu, penolakan atas kenaikan harga BBM relatif tinggi dan stabil.  Pada tahun 2005 sebanyak 82.3% publik tidak setuju, dan 2008 sebanyak 75.1%.
“Yang paling ditolak adalah kenaikan harga bensin premium ketimbang pertamax atau pertamax plus atau solar. Hal ini lumrah karena berdasarkan survei LSI, 71.1% publik menggunakan premium. Sementara yang menggunakan pertamax hanya 15.8%, solar (7.9%), pertamax plus (atau super extra) hanya 2%. ”
Jika dilihat dari segmen yang menantang kenaikan harga BBM, itu merata di semua segmen. Baik laki atau perempuan, dari desa atau kota, orang kaya atau orang miskin, pendidikan tinggi atau pendidikan rendah, pemilih partai pemerintah atau partai oposisi. Angka persentase menentang kenaikan harga BBM di berbagai segmen ini beragam antara angka 67% sampai 95%.
Jika harga BBM naik bisa menjadi bola panas. Sebab, 54.27% mereka menyalahkan Partai Demokrat, sebanyak 34.16% responden yang menjawab tidak tahu atau tak menjawab. Hanya 11.67% responden menyalahkan partai lain. ”Demokrat menjadi tumpuan kemarahan publik atas kenaikan harga BBM.”
SBY juga mendapatkan ”durian runtuh” dari program BLT (atau sejenisnya). Sebanyak 53.74 % menyatakan SBY yang berjasa untuk program BLT. Hanya 19.25% menyatakan Hatta Rajasa yang berjasa. Sekitar 16.09% tak menjawab/tak tahu. Sekitar 10.92 persen yang menyebut tokoh lainnya yang berjasa.
Pembodohan
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi menilai pemberian bantuan langsung tunai sebagai kompensasi kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi akan membuat rakyat bodoh. “Kasih rakyat pekerjaan, bukan BLT,” kata Sofjan Wanandi.
Dia merasa khawatir kenaikan harga BBM yang seharusnya ditujukan untuk mengurangi beban subsidi BBM justru digunakan untuk menambah subsidi di tempat lain. Subsidi berbentuk pemberian BLT, misalnya, sekalipun itu hanya sembilan bulan akan diberikan pemerintah kepada masyarakat miskin. “Seharusnya 90 persen (dari subsidi) kalau bisa khusus infrastruktur,” kata Sofjan.
Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono mengatakan, terkait rencana kenaikan harga BBM, pada April, pemerintah berencana memberikan bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) sebesar Rp 150.000 setiap bulan. (di, bn-71)
Sumber Berita : http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2012/03/12/180010/Bola-Panas-Kenaikan-BBM-

0 komentar:

Posting Komentar