LELAH dan kecewa, perasaan itu yang kini ditumpahkan Prita Mulyasari, saat mendengar lagi-lagi dirinya harus duduk sebagai seorang terdakwa dihadapan hukum. "Hukum" yang sebenarnya ingin ia bela dan tegakan, justru berbalik menjerumuskannya sebagai seorang terdakwa. Dalam urutan panjang proses hukum yang tak kunjung selesai, atas dirinya dan Rumah sakit Omni International. Suara Prita dianggap terdengar terlalu nyaring di media mengenai kebenaran yang ingin ia suarakan. Awalnya ia sempat merasa lega. Pada 2009 lalu, Pengadilan Negeri Tangerang akhirnya memvonis bebas Prita karena tidak terbukti mencemarkan nama baik, usai ia diperkarakan RS Omni International.
Awal kasus
Panas tinggi dan pusing kepala menghantarkan Prita untuk berobat ke RS Omni International, diagnosa awal mengatakan ia terkena demam berdarah, terpaksa harus dirawat inap. Keanehan telah ia rasakan saat tangan kirinya yang diinfus terlihat bengkak. Ia meminta infus untuk dihentikan. Saat itu suhu bandannya meninggi, hingga 39 derajat. Setelah kemudian dijelaskan ia terkena virus udara, infus kemudian dipasang kembali, kali ini ke tangan kanan. Ia kembali mendapat suntikan obat, dan kali ini leher bagian kanannya ikut membengkak. Ia meminta infus dan suntikan obat untuk dihentikan. Tak tahan karena penyakitnya tak kunjung sembuh ia memutuskan untuk keluar dari RS. Usai memutuskan keluar ia menjumpai data-data medis yang menurutnya memang tidak benar. Prita kemudian berpindah ke-RS baru yang membuatnya dimasukkan dalam ruang isolasi karena terserang virus yang menular.
'Curahan hati' Prita menimbulkan petaka
Prita kemudian mengirimkan curahan hati kekesalannya yang berupa keluhan pelayanan RS Omni pada customer_care@banksinarmas.com dan ke kerabatnya yang lain dengan judul “Penipuan RS Omni Internasional Alam Sutra”, selain itu ia juga mengirimkan isi emailnya ke Surat Pembaca Detik.com.
Berusaha membela diri, RS Omni kemudian mengajukan gugatan pidana atas Prita ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus karena pencemaran nama baik, mengirimkan email klarifikasi ke seluruh costumernya serta menayangkan 'iklan bela diri' atas isi email Prita yang dimuat di beberapa media.
RS Omni keluar sebagai pemenang atas gugatan perdatanya terhadap Prita, yang dianggap merugikan pihak RS dan mencemarkan nama baik. Prita kemudian 'didenda', membayar kerugian 161 juta untuk mengganti uang klarifikasi di koran nasional dan 100 juta untuk kerugian yang sifatnya non-materiil. Naas, Prita kemudian meringkuk di Lapas Wanita Tangerang.
Sesaat setelah mimpi buruk yang ia rasakan, Prita merasakan kelegaan yang teramat sangat, karena hakim Pengadilan Negeri Tangerang kemudian menolak tuntutan jaksa dan membebaskannya. Pengadilan Negeri Tangerang memvonis Prita bebas.
"Saya pikir semua sudah berakhir dan saya bisa hidup tenang"...
Kata-kata itu yang meluncur dari mulut Prita disertai air mata kekecewaan. Setelah hampir dua tahun sejak ia merasakan kebebasan, putusan MA bagai palu godam yang menghantam dadanya. MA mengabulkan kasasi jaksa penuntut umum perkara Prita. Hal tersebut kembali melemparkan Prita keatas kursi terdakwa. Prita dinyatakan bersalah di tingkat kasasi.
”Saya bingung, kapan mengajukan kasasinya, kok tiba-tiba dikabulkan oleh MA,” kata Prita sambil terisak. Kebingungan itu pula yang juga dirasakan oleh sejumlah pengacaranya. Tim kuasa hukum OC Kaligis melihat adanya kejanggalan dari keputusan MA. "Ketika MA memutuskan 30 juni 2011, itu baru 9 hari lalu, secara prosedur kan harus melalui pengadilan baru ke terdakwa," jelas Slamet Yuwono, salah satu kuasa hukum Prita, (10/7). Keputusan eksekusi penahanan dirasakan terlalu dini dilakukan, apabila itu sampai terjadi, Prita harus kembali meringkuk dibalik terali besi.
Terlalu membingungkan, semula Prita telah dinyatakan bebas. Sesaat ia merasa kembali kedunia, ketengah keluarganya, kemudian tiba-tiba seakan kebebasan itu harus kembali direnggut dari dirinya. Bahkan kini dengan ancaman meringkuk dibalik terali besi. Dalam pikirannya berkecamuk rasa ketidakadilan dan seolah dipermainkan oleh hukum. Dia hanya bisa berharap, ketiga anaknya tak harus pula merasakan kepedihan yang ia rasakan.
Kronologi kasus yang dialami Prita Mulyasari
No | Waktu | Peristiwa |
1 | 7 Agustus 2008 | Prita Mulyasari datang ke RS Omni International. Ia mengeluhkan panas tinggi dan sakit kepala |
2 | 11 Agustus 2008 | Leher kanan Prita membengkak, panasnya kembali 39 derajat. Ia memutuskan untuk keluar dari Rumah sakit. Ia mendapatkan data-data medis yang menurutnya tidak sesuai fakta. |
3 | 15 Agustus 2008 | Prita mengirimkan email yang berisi keluhan tentang penanganan medis di RS Omni International, dengan judul “Penipuan RS Omni Internasional Alam Sutra”. |
4 | 5 September 2008 | RS Omni mengajukan gugatan pidana ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus. |
5 | 8 September 2008 | Kuasa Hukum RS Omni Internasional menayangkan iklan berisi bantahan atas isi email Prita yang dimuat di harian Kompas dan Media Indonesia. |
6 | 22 September 2008 | RS Omni International mengirimkan email klarifikasi ke seluruh costumernya. |
7 | 11 Mei 2009 | RS Omni memenangkan gugatan perdata. Prita terbukti bersalah karena melakukan pencemaran nama baik. Divonis membayar kerugian materil sebesar 161 juta sebagai pengganti uang klarifikasi di koran nasional dan 100 juta untuk kerugian imateril. |
8 | 13 Mei 2009 | Prita ditahan di lapas wanita tanggerang |
9 | 3 Juni 2009 | Megawati dan Jusuf Kalla mengunjungi Prita dan penjara. Prita dibebaskan dari penjara. |
10 | 4 Juni 2009 | Sidang pertama kasus pidana Prita di PN Tanggerang. |
11 | 30 Juni 2011 | MA mengabulkan kasasi jaksa penuntut umum perkara Prita, Prita dinyatakan bersalah di tingkat kasasi. |
*disarikan dari berbagai sumber
( Tiko Septianto /CN32 )
Sumber Berita : http://suaramerdeka.com/12 Juli 2011
0 komentar:
Posting Komentar