JAKARTA - Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Moh Jumhur Hidayat, menegaskan Darsem binti Daud Tawar (25) lolos dari hukuman pancung di Arab Saudi setelah membayar diyat (denda) sebesar Rp 4,7 miliar (2 juta riyal Arab Saudi). TKI asal Kampung Trungtum, Desa Panimban, RT 09 RW 04, Pusakanagara, Subang, Jawa Barat itu bahkan telah mendapatkan kebebasan murni dan kemarin telah berkumpul kembali bersama keluarganya di kampung halaman.
’’Darsem dipulangkan oleh Kementerian Luar Negeri, dan tiba di Jakarta Rabu (13/7), sekitar pukul 11.45 WIB, menggunakan penerbangan Saudi Arabian Airlines SV 822 dari Riyadh,’’ kata Jumhur di Jakarta, Rabu (13/7). Selanjutnya, Darsem dipertemukan dengan pihak keluarga di kantor Kementerian Luar Negeri di Jakarta. Saat tiba di Kantor Kemenlu, Pejambon, Jakarta Pusat,
pukul 13.30, Darsem terlihat menggendong anak lelakinya yang telah bertahun-tahun ditinggalkannya. Dia mengenakan baju terusan hitam dengan selendang hitam, dan didampingi keluarganya. Wartawan yang ingin memfoto Darsem sempat kesulitan karena dia menutupi wajahnya dengan selendang hitamnya. Setelah beberapa saat akhirnya Darsem mau juga memperlihatkan wajahnya.
Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa yang mengenakan safari hitam menyalami Darsem. Selanjutnya Direktur Timur Tengah Kementerian Luar Negeri Ronny Yuliantoro memberikan pemaparan mengenai proses pembebasan Darsem.
Keluarga Darsem, yang diwakili pengacara Elyasa Budianto mengucapkan rasa terima kasih atas segala upaya pemerintah dalam memulangkan perempuan asal Subang itu. ”Kami mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya,” katanya.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa mengucap syukur namun pekerjaan masih banyak. ”Hari ini syukur alhamdulillah kita menerima kedatangan kembali Ibu Darsem ke Tanah Air, namun pekerjaan masih bayak,” kata Marty.
Meski telah berhasil menyelamatkan satu anak bangsa, pemerintah masih memiliki tugas berat lainnya. Di luar sana, masih banyak TKI yang terancam hukuman mati dan membutuhkan perhatian. ”Di lain pihak kita diingatkan bahwa masih banyak tugas yang berat di depan. Ini pekerjaan 24 jam dan 7 hari, terus menerus. Jadi tidak ada hentinya,” katanya.
Kalau ada lagi pembayaran diyat seperti Darsem bagaimana? ”Memang sistem hukumnya demikian yang berlaku di Arab Saudi,” kata Marty.
Meski Darsem telah bebas dari hukuman khusus dan hukuman publik. Namun ibu satu anak itu harus pulang ke Tanah Air dengan cara dideportasi. ”Meskipun Bu Darsem sesungguhnya telah dibebaskan dari hukum khusus maupun hukum publik, namun sesuai ketentuan dan peraturan Arab Saudi pembebasan dan pemulangan WNA dipidana melalui proses deportasi,” kata Direktur Timur Tengah Kemlu Ronny Yuliantoro.
Ronny mengatakan, begitu Darsem bebas dari penjara pada 12 Juli, Darsem langsung diantar ke Bandara Internasional Riyadh. Darsem yang telah bertahun-tahun meninggalkan anaknya itu akhirnya tiba di Indonesia.
”Akhirnya pada hari ini kami bisa membawa Darsem ke Tanah Air,” kata Ronny.
Proses pembebasan Darsem dimulai pada 27 Juni hingga 12 Juli. Proses-proses yang dilakukan antara lain pemenuhan persyaratan administrasi mulai dari sidik jari dan lain-lain kemudian kelengkapan dokumen. Kemudian pemesanan tiket penerbangan. Selain itu, antara 27 Juni - 12 Juli dilanjutkan proses akses kekonsuleran setiap hari di penjara tempat Darsem ditahan. Hingga akhirnya Darsem tiba di Indonesia pada 13 Juli.
Pembayaran Diyat
Menurut Jumhur Hidayat, pembayaran diyat untuk Darsem dilakukan dengan anggaran pos perlindungan WNI/TKI Kemenlu. Pada 21 Juni 2011, dana itu lebih dulu ditransfer ke rekening Kedutaan Besar RI di Riyadh. Dana tersebut kemudian disampaikan oleh KBRI ke ahli waris korban dalam bentuk cek melalui pengadilan di Riyadh pada 25 Juni 2011, yang disaksikan Lajnatul Ishlah wal-ëAfwu (Komisi Jasa Baik untuk Perdamaian dan Pemberian Maaf).
’’Jadi, pembayaran diyat dilaksanakan tidak melebihi batas waktu tanggal 7 Juli 2011 sebagaimana ditetapkan oleh pengadilan di sana,’’ jelasnya.
Setelah pembayaran diyat, lanjut Jumhur, Darsem masih mendekam di penjara wanita Al-Malaaz, Riyadh karena harus menjalani hukuman publik (kurungan penjara). Karena itu, KBRI mengupayakan pengampunan dari pemerintah Arab Saudi atau Raja Abdullah. Upaya itu akhirnya membuahkan hasil, Darsem mendapatkan pembebasan murni.
’’Hukum publik itu terkait antara Darsem dan pemerintah Arab Saudi yang memang dapat diintervensi oleh kerajaan, sehingga seseorang bisa dinyatakan bebas murni dari konsekuensi hukuman publik. Sementara perbuatan menghilangkan nyawa orang dengan vonis hukuman mati (qishash) merupakan hukum privat (jinayah) yang berlaku di Arab Saudi antara Darsem dengan keluarga korban, namun tidak dapat diintervensi oleh siapapun kecuali diperoleh pemaafan dari ahli waris korban untuk digantikan uang diyat,’’ jelas Jumhur.
Tamu Majikan
Darsem Binti Daud Tawar diberangkatkan ke Arab Saudi sebagai TKI Penata Laksana Rumah Tangga oleh PT Titian Hidup Langgeng, Jakarta, pada 2006 dan bekerja pada keluarga Ibrahim Sholeh Ahmad Al-Mubariki yang beralamat di Distrik Al-Uraija, selatan kota Riyadh. Sekitar Desember 2007, Darsem diberitakan media setempat, Okaz, membunuh seorang warga negara Yaman, Walid, yang sedang bertandang ke rumah majikannya.
Dalam pengakuan kepada staf KBRI yang menemui di penjara Al Malaaz pada 6 Februari 2008, Darsem mengatakan membunuh untuk membela diri. Ketika itu, tutur Daersem, Walid masuk ke kamarnya dengan membawa sebilah pisau dan berupaya memperkosanya. Pria itu menindih tubuhnya dan mengancamnya dengan pisau.
Darsem pun meronta dan kemudian lari ke dapur, namun tetap dikejar korban. Di dapur inilah Darsem menemukan palu (martil), lalu memukuli pria itu dengan palu berkali-kali hingga menemui ajal. Mayat korban lalu diletakkan Darsem di tempat penampungan air.
Pengadilan terhadap Darsem pertama kali dilaksanakan di Riyadh pada 25 Maret 2009, tetapi urung berlangsung karena ketiadakhadiran pihak penuntut. Pada sidang berikutnya, 22 April 2009, pengadilan dapat digelar mendengarkan dakwaan untuk Darsem. Di pengadilan yang sama pada 6 Mei 2009, Darsem yang didampingi penasihat hukum KBRI divonis hukuman mati. Pada 9 Mei 2009 KBRI bersama pengacara Darsem mengajukan banding.
Selain menempuh banding, KBRI juga mengupayakan pendekatan kepada keluarga korban dengan perantara pejabat Kedutaan Besar Yaman di Riyadh. Pada 29 Mei 2010, KBRI juga mendatangi kantor Gubernur Riyadh untuk meminta peran Lajnatul Ishlah wal-ëAfwu, dan disanggupi dengan kesediaan memakai lembaga tersebut sebagai mediator antara KBRI dan ahli waris, utamanya terkait mendapatkan pemaafan keluarga korban.
Pada 26 Juni 2010, KBRI mengirim surat ke Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) Arab Saudi dalam kaitan kasus Darsem. Pada 1 September 2010, KBRI juga mengirim nota diplomatik ke pemerintah Arab Saudi meminta pengunduran eksekusi Darsem mengingat upaya damai dengan keluarga korban masih berjalan. Dan pada 7 Januari 2011, KBRI menerima pemberitahuan dari kantor Gubernur Riyadh bahwa pihak ahli waris telah memberi maaf dengan imbalan uang diyat sebesar 2 Juta RS (riyal Saudi). (di,dtc-35)
Sumber Berita : http://suaramerdeka.com/14 Juli 2011
0 komentar:
Posting Komentar