INILAH.COM, Jakarta - Ekonom menilai, postur RAPBN 2012 menunjukkan Indonesia sudah mulai keranjingan utang.
"Kita sudah kecanduan utang, selalu ingin lagi ingin lagi," ujar Direktur Eksekutif Indef, Enny Sri Hartati di Jakarta, Kamis (18/8).
Ia melanjutkan, sejak dulu sumber pembiayaan negara memang berasal dari utang dan walau sekarang ini sumber pembiayaan dari Surat Berharga Negara (SBN). Namun hal tersebut sama dengan utang.
Dalam RAPBN 2012, pembiayaan defisit rencananya berasal dari sumber-sumber pembiayaan dalam negeri Rp125,9 triliun dan pembiayaan luar negeri negatif Rp0,3 triliun, terdiri dari penarikan pinjaman luar negeri (bruto) Rp56,0 triliun, penerusan pinjaman negatif Rp0,9 triliun, dan pembayaran cicilan pokok utang luar negeri negatif Rp47,3 triliun.
Ia mengaku heran dengan penarikan utang luar negeri yang sebesar Rp56 triliun dalam RAPBN 2012 karena outstanding utang luar negeri pada akhir 2010 sudah mencapai US$86,1 miliar atau Rp757,68 triliun. Keberadaan utang tersebut setiap tahunnya menyedot anggaran Rp47,3 triliun untuk membayar bunga dan cicilan utang.
Selain itu, pemerintah juga diharapkan menerapkan efektivitas kebijakan defisit anggaran. Ia menilai, defisit anggaran semacam ekspansi fiskal karena hal ini sangat diperlukan ketika ekonomi undercapacity atau lemah, maka negara harus hadir dengan kebijakan fiskal ekspansif, namun RAPBN 2012 tidak menunjukkan hal itu. "Defisit anggaran yang dibiayai mahal dari utang, namun penggunaannya sembarangan," tuturnya.
Adanya kebijakan anggaran defisit, menurutnya ironis. Pasalnya, hampir setiap tahun penyerapan anggaran hanya sekitar 95% dan sebagian besar terjadi pada triwulan tepatnya dua bulan terakhir.
Anggota Komisi XI DPR RI Arif Budimanta menilai, perlunya perubahan dalam postur dan struktur RAPBN 2012 agar sejalan dengan slogan pemerintah. Dewan bakal mengkritisi pembahasan RAPBN 2012 yang akan dibahas mulai September 2012. "Kalau pemerintah ingin pro job, pro poor, maka posturnya harus menggambarkan seperti itu," paparnya. [hid]
Sumber Berita : http://id.berita.yahoo.com/"Kita sudah kecanduan utang, selalu ingin lagi ingin lagi," ujar Direktur Eksekutif Indef, Enny Sri Hartati di Jakarta, Kamis (18/8).
Ia melanjutkan, sejak dulu sumber pembiayaan negara memang berasal dari utang dan walau sekarang ini sumber pembiayaan dari Surat Berharga Negara (SBN). Namun hal tersebut sama dengan utang.
Dalam RAPBN 2012, pembiayaan defisit rencananya berasal dari sumber-sumber pembiayaan dalam negeri Rp125,9 triliun dan pembiayaan luar negeri negatif Rp0,3 triliun, terdiri dari penarikan pinjaman luar negeri (bruto) Rp56,0 triliun, penerusan pinjaman negatif Rp0,9 triliun, dan pembayaran cicilan pokok utang luar negeri negatif Rp47,3 triliun.
Ia mengaku heran dengan penarikan utang luar negeri yang sebesar Rp56 triliun dalam RAPBN 2012 karena outstanding utang luar negeri pada akhir 2010 sudah mencapai US$86,1 miliar atau Rp757,68 triliun. Keberadaan utang tersebut setiap tahunnya menyedot anggaran Rp47,3 triliun untuk membayar bunga dan cicilan utang.
Selain itu, pemerintah juga diharapkan menerapkan efektivitas kebijakan defisit anggaran. Ia menilai, defisit anggaran semacam ekspansi fiskal karena hal ini sangat diperlukan ketika ekonomi undercapacity atau lemah, maka negara harus hadir dengan kebijakan fiskal ekspansif, namun RAPBN 2012 tidak menunjukkan hal itu. "Defisit anggaran yang dibiayai mahal dari utang, namun penggunaannya sembarangan," tuturnya.
Adanya kebijakan anggaran defisit, menurutnya ironis. Pasalnya, hampir setiap tahun penyerapan anggaran hanya sekitar 95% dan sebagian besar terjadi pada triwulan tepatnya dua bulan terakhir.
Anggota Komisi XI DPR RI Arif Budimanta menilai, perlunya perubahan dalam postur dan struktur RAPBN 2012 agar sejalan dengan slogan pemerintah. Dewan bakal mengkritisi pembahasan RAPBN 2012 yang akan dibahas mulai September 2012. "Kalau pemerintah ingin pro job, pro poor, maka posturnya harus menggambarkan seperti itu," paparnya. [hid]
0 komentar:
Posting Komentar