Minggu, 04 Maret 2012

Galaila Karen Agustiawan Obsesi Pertamina Berkelas Dunia

Sudah dua tahun lebih, Ir. Galaila Karen Agustiawan, mendapat amanah sebagai Direktur Utama PT Pertamina  (Persero). Dialah  perempuan  pertama yang   menempati   posisi  puncak   di    Pertamina
sepanjang 51  tahun  sejarah perusahaan itu. Banyak ide brilian yang dia torehkan pada perusahaan milik BUMN tersebut. Di   antaranya,  program transformasi Pertamina yang berfokus pada pengelolaan bisnis yang lebih efisien, gerak   strategis   di     bidang   eksplorasi   dan   produksi, memastikan ketahanan energi nasional yang berkelanjutan dan meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat.
Perempuan  kelahiran  Bandung, 19   Oktober  1958   ini adalah  lulusan Sarjana Teknik Fisika, Institut  Teknologi Bandung  (ITB)   angkatan  1978. Ketika  dilantik  pada  5
Februari 2009  lalu, Ikatan alumni ITB  melalui websitenya berharap PT  Pertamina (Persero) di  bawah kepemimpinan Karen, dapat membawa kemajuan bagi bangsa dan negara, khususnya komitmen Pertamina untuk bertransformasi menjadi perusahaan migas kelas dunia.
Perjalanan   karir   Karen   cukup   panjang.   Sebelum di   Pertamina, Karen telah  lama berkarier  di   Mobil  Oil Indonesia (1984-1996). Ia pindah ke CGG Petrosystem selama setahun  sebelum pindah  lagi  ke  perusahaan  konsultan Landmark Concurrent Solusi Indonesia. Tahun 2002-2006 ia bergabung dengan Halliburton Indonesia. Dari pengalaman berpindah-pindah   tempat  kerja,  Karen  memetik satu hal, memberikan yang terbaik. Sempat muncul kekha- watiran dari teman-temannya, Karen akan berubah setelah di Pertamina.
Bagi Karen, Pertamina   adalah tantangan, dan ia  menyukai  tantangan.  Menurutnya,  tantangan memicu ide   di   otak keluar dan itu membuatnya hidup.   ”Dulu,  menjadi   Direktur   Hulu   banyak tantangan.  Tetapi  kalau  saya  melihat  posisi  itu sekarang, sudah tidak  menantang. Saya sekarang memimpin tujuh  anak  perusahaan,  itu  berat, tetapi menantang,” katanya. Tantangan lain soal maskulinitas.  Diketahaui  di   perusahaan  migas  memang sangat kuat maskulinitasnya.“Saat saya masuk, banyak yang mempertanyakan, bisa apa cewek ini.”Jawabannya? ”Banyak yang mengakui, she  did bring something.”
Karen juga mencermati adanya perubahan cara berpikir di  sektor hulu. Dulu orang masuk Pertamina lebih untuk keamanan kerja, masuk Pertamina untuk menghidupi keluarga. ”Sekarang harus diubah menjadi I’m proud to  be Pertamina family,” ujarnya.
Dia menambahkan, bahwa dirinya masih terobsesi menjadikan Pertamina terdepan, minimal sama dengan Petronas, perusahaan minyak Malaysia. Sulitnya membuat Pertamina menjadi berkelas dunia? ”Ini soal keseimbangan, we  can not see  our selves as  a full  private corporate karena ini   kan perusahaan  pelat merah yang mengemban tugas negara,” jawabnya. Karen menjelaskan bila Petronas perusahaan minyak Malaysia yang dulunya justru berguru dengan Pertamina bisa berkembang pesat, ia yakin tempat yang dipimpinnya  sekarang  akan  menuai sukses serupa. “Memang bukan tugas mudah, Pertamina notabene sebagai perusahaan  plat  merah  yang  mengemban tugas  negara melaksanakan dua tugas yaitu sisi   korporat  yang harus meraih untuk maka harus menggejot sisi  hulunya. Lalu sisi hilir yang begitu banyak terbentang aspek sosial yang harus dihadapi, misalnya memastikan bagaimana agar pengadaan elpiji dan  BBM.   Namun  saya  percaya  ke  duanya  harus memiliki asas keseimbangan.”
Penyuka musik klasik Bethoven ini  mengatakan Pertamina haruslah mampu menerapkan good corporate gover- nance yang bisa dan  tidak  meniadakan segala bentuk intervensi yang merugikan negara tanpa tolerir dan pandang  bulu. “Banyak  yang bilang  menduduki  kursi Pertamina panas. Tetapi insyaalllah dengan sikap be your self  yang saya yakini melakukan tugas dan kerja terbaik, saya akan mampu mendinginkan kursi yang selalu dicap panas tadi,” tuturnya  tergelak sambil menyeruput gelas cappuccinonya.
Diapun menceritakan sejak kecil sikap kemandirian, disiplin dan bekerja keras merupakan hasil didikan orang tuanya.  Kendati  ayahnya  hidup  berkecukupan  diakui Karen tidak pernah mendapatkan sesuatu dengan mudah, selalu ada kerja keras.“Sikap ini juga yang akan saya bawa untuk mengubah Pertamina.” Kemudian diakuinya sejak kecil terbiasa hidup berpindah-pindah lantaran mengikuti tugas ayahnya. Ketika sekolah dasar ia pernah tinggal di Srilangka dan India. Menikmati hidup di  negeri orang Karen selalu menyukai berkunjung ke tempat-tempat kebudayaan dan bersejarah. “Mungkin kepekaan empati saya terasah lantaran  saya selalu menyukai kebudayaan dan kehidupan tradisional yang selalu saya cari setiap mengunjungi sebuah tempat atau negara manapun.”
Karen memandang Pertamina di  satu sisi  sebagai korporat,  maka  untung  harus  diraih.  Sisi  hulu  pun digenjot. Namun, di  sisi  hilir, banyak aspek sosial yang harus dihadapi. Misalnya, bagaimana memastikan agar BBM dan elpiji tersedia dan gampang diakses.
Sumber Berita : http://new.uai.ac.id/enterprise/2012/01/12/galaila-karen-agustiawan-obsesi-pertamina-berkelas-dunia/

0 komentar:

Posting Komentar