LANGKAH menciptakan sanitasi lingkungan bersih disegala aspek kehidupan, masih menjadi pekerjaan rumah yang terus dikejar Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Tegal. Terlebih bagi penduduk yang bermukim di pinggir pantai, yang masih belum terbiasa membuang hajat di dalam wc.
Kecenderungan menjalankan 'aktifitas pribadi' di pinggir pantai, seperti yang terjadi di areal TPI Surodadi, telah disiasati dengan membangun biodigester untuk mengolah limbah 'feses' manusia dalam dua wc yang disediakan Dinas Perikanan dan Kelautan.
Kepala BLH Kabupaten Tegal, Ir Hj Khofifah MM, mengakui, pembangunan biodigester yang telah dirampungkan pada akhir tahun 2010 di TPI Surodadi tersebut masih meninggalkan masalah.
"Ini karena belum terbiasanya warga menjalankan aktifitas pribadi di dalam wc yang tersedia. Alasannya cukup klasik, mereka enggan untuk mengantri dengan keterbatasan wc yang ada. Mereka lebih senang menjalankan aktifitas pribadi tersebut di pinggir pantai. Ini dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk merubah pola pikir mereka," terangnya.
Diakuinya, upaya membangun biodigester di lokasi tersebut diharapkan ada manfaat yang bisa dirasakan warga sekitar dengan pengolahan sanitasi lingkungan.
"Dengan minimnya warga menjalankan aktifitas pribadinya di dalam wc yang tersedia, memang menyebabkan kendala pada biodigester yang kita bangun. Ini menyangkut lamanya keluar gas karena keterbatasan feses yang kurang optimal di bak penampungan," ujarnya.
Diapun tergerak untuk melakukan pendekatan dengan warga. Untuk memenuhi kriteria munculnya gas dari bak tampung biodigester tersebut, memang harus dibutuhkan feses dalam jumlah besar. Setidaknya dengan tekanan manometer 50 ukuran untuk dikembangkan menjadi gas keperluan kompor memasak, dapat terpenuhi. Dia optimis, dengan perubahan pola pikir warga pantai untuk membiasakan diri memanfaatkan sarana wc yang ada, biodigester yang dibangun dengan dukungan dana APBD II senilai Rp 48 juta tersebut dapat difungsikan optimal bagi penduduk setempat. Terutama sebagai alternatif untuk meringankan aktifitas memasak keseharian di dapur.
"Dengan anggaran yang minim, kami tetap berupaya melakukan langkah optimalisasi program yang langsung menyentuh kebutuhan masyarakat. Khususnya pada pembentukan sanitasi lingkungan yang bersih," tegasnya.
Dia mengkhawatirkan bila kebiasaan buruk warga yang tidak segera dirombak, dengan terbisa membuang hajat di pinggir pantai.
Kabid Pengendali Pencemaran Lingkungan, Siswoyo, juga menyatakan kebiasaan membuang hajat di pinggir pantai tersebut juga berpengaruh besar terhadap menurunnya gas rumah kaca yang dihasilkan oleh feses manusia. Dimana gas metan yang dihasilkan oleh feses tersebut akan berbahaya bila tidak dikelola dengan benar.
"Bahayanya mencapai 21 kali lipat dari bahaya C02. Dan bila gas ini menguap, akan menjadi gas rumah kaca yang sangat mematikan," selorohnya.
Dia mengakui, untuk dukungan DAK dan APBD II tahun 2011 ini, upaya pengadaan biodigester telah dirancang untuk bisa direalisasikan pada tahun ini. Pembuatan biodigester itu mencakup wilayah Margasari di areal Ponpes Darul Mujahadah dan wilayah Balapulang di Ponpes Darussalam Kalibakung yang kini sudah memasuki finishing. Selebihnya pembuatan biodigester juga akan direalisasikan di Desa Harjosari Adiwerna, Desa Brekat Tarub, Pangkah, dan Selapura Dukuhwaru untuk mengolah limbah tahu.Sumber Berita : Radar Tegal, 03 Mei 2011
0 komentar:
Posting Komentar