PEMBANGUNAN jembatan Ketiwon Langon, yang direncanakan penganggarannya ditanggung tiga daerah yaitu Kabupaten Tegal, Kota Tegal, dan Pemprov Jateng, diprediksi bakal mengkrak.
Pasalnya, dari awal perencanaan dirasa kurang matang. Karena, tidak diawali dengan pembebasan lahan milik warga yang bakal dipakai untuk akses jalan masuk menuju jembatan.
Saat ini pengerjaan fisik dua penyangga kerangka baja jembatan, sudah terselesaikan. Sedang ditahun 2011 ini, rencananya pembangunan bakal dilanjutkan dengan anggraan sekitar Rp 4,5 miliar. Namun sejumlah tokoh dan pengamat tidak yakin jika pembangunan bakal lancar. Kondisi itu terkait dengan ketersediaan lahan untuk akses jalan keluar dan masuk jembatan. Kondisi ini karena perundingan yang masih alot antara Pemkab Tegal dengan warga, dan juga antara Pemkot Tegal dengan warga pemilik lahan.
“Kami kok tidak yakin, pembangunan jembatan selesei sesuai azas manfaat. Melihat situasi yang ada saat ini,” kata tokoh masyarakt sekaligus anggota DPRD Kabupaten Tegal dari FPAN, Sahuri, yang tinggal di Desa Wangandawa dan setiap hari melintasi jembatan lama di Ketiwon Langon itu.
Dikatakan Sahuri, prediksi dirinya, karena mendengar jika tanah untuk akses jalan menuju dan keluar dari jembatan Ketiwon Langon baru, belum dibebaskan dari warga. Padahal perlu kesepahaman harga antara warga dengan pemerintah. Jika tidak ada penyelesaian, berarti warga tidak bersedia lahannya dilepas dan jembatan tidak memiliki akses jalan. Dampaknya, pembangunan jembatan selesai tetapi tidak termanfaatkan alias mangkrak.
Menurut dia, kondisi itu diprediksi akibat perencanaan yang kurang matang dan teliti, baik secara teknis maupun kajian lingkungan. Idealnya, sebelum direncanakan pembangunan, selain pembahasan terkait ketersediaan anggaran juga harus dibahas bagaimana lahan pendukung. Tujuannya agar pengerjaan pembangunan jembatan, membuahkan hasil yang lebih representatif.
“Ini yang kami lihat, terbukti dari awal pembebasan lahan untuk akses jalan tidak terencana, tiba-tiba dibangun jembatan itu,” ujar Sahuri.
BELUM JELAS
Disisi lain, Kepala Bagian Pemerintahan Pemkab Tegal, Fajar Rokhwidi SIP, mengakui, warga Desa Mejasem pemilik lahan sebelah Timur jembatan memang belum besedia melepas lahannya untuk akses jalan. Hal itu diakibatkan karena belum adanya kesepahaman harga ganti lahan antara Pemkab Tegal dan warga.
“Sampai saat ini, warga masih minta ganti rugi sebesar Rp 5 juta satu meternya. Harga ini dinilai masih terlalu tinggi, maka kami sebagai tim yang ditunjuk untuk pembebasan bakal melakukan nego dengan warga,” jelasnya.
Memang, masih menurut Fajar, sudah ada sedikit titik cerah karena sesuai informasi, warga sedikit melunak dan siap bernegosiasi harga ganti rugi lahan miliknya. Soal besaran harga, pihaknya tidak bisa menjelaskan karena saat ini masih melakukan pendekatan.
Sedang untuk akses jalan sebelah Barat yang merupakan tanggung jawab Pemkot Tegal, pihaknya belum mengetahui secara pasti.
Sementara Ketua RT 1 RW 5 Kelurahan Slerok Kota Tegal, Suwarno, yang wilayah RTnya bakal dimanfaatkan untuk akses jalan menuju jembatan, masih belum ada kejelasan informasi. Bahkan Pemkot Tegal belum pernah melakukan pendekatan dengan warga RTnya.
“Sepengetahuan saya, belum ada konfirmasi antara Pemkot Tegal dengan warga. Adapun seputar permintaan harga, informasi yang kami terima juga masih simpang siur,” pungkas SuwarnoSumber Berita : Radar Tegal, 6 Mei 2011
0 komentar:
Posting Komentar