Kamis, 05 Mei 2011
Jembatan Selat Sunda : Jembatan Maut Nusantara
Jembatan "Mercusuar" Selat Sunda : Menebar Mimpi?
Pemerintah Kaji Lebih Dalam Proyek Jembatan Selat Sunda
Proyek Jembatan Selat Sunda (JSS) akan mulai dibangun pada akhir 2013. Pemerintah saat ini sedang mengkaji lebih dalam dampak gempa pada jembatan tersebut karena letaknya berdekatan dengan Gunung Anak Krakatau yang masih aktif. Hal ini mengemuka dalam rapat Tim Nasional Persiapan Pembangunan JSS yang dipimpin Wakil Menteri PU Hermanto Dardak.
Dalam rapat tersebut dikatakan, studi tektonik di area Selat Sunda merupakan hal yang sangat penting dilakukan. Di daerah Selat Sunda juga terdapat pertemuan antara Lempeng Asia dengan Lempeng Australia, maupun pertemuan beberapa sesar. Meskipun demikian, pembangunan jembatan di area seperti itu bukan tidak mungkin dilakukan mengingat di Jepang beberapa jembatan telah dibangun di daerah pertemuan lempeng/sesar.
Persiapan pembangunan JSS juga dilakukan dari aspek pengembangan wilayah di sekitar jembatan. Saat ini, 2 daerah di sekitar JSS yaitu Provinsi Lampung dan Provinsi Banten dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional sudah berstatus Kawasan Strategis Nasional (KSN) dan sedang dipersiapkan agar nantinya dapat menjadi pusat pertumbuhan ekonomi. Ini dilakukan karena JSS menghubungkan 2 pulau yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia yakni Jawa dan Sumatera.
Sementara itu, Masyhur Irsyam dari Tim Peta Gempa Indonesia mengatakan dalam waktu dekat pihaknya akan menyelesaikan penelitian mengenai probabilitas besaran goyangan/kegempaan di Selat Sunda dan tingkat kerawanan bangunan sehingga tingkat risiko kegagalan bangunan dapat diketahui.
Untuk keperluan pemantauan dan mitigasi bencana, di setiap titik konstruksi tiang pancang disarankan ada pemasangan GPS geodetik. Sedangkan mengenai rencana konstruksi jembatan yang akan dirancang agar tahan gempa hingga 9 skala richter, Masyhur mengatakan timnya berpendapat upaya tersebut sudah cukup moderat.
Jembatan Selat Sunda yang akan menghubungkan pulau Jawa dan Sumatera diperkirakan menelan dana lebih dari Rp 100 triliun. Pemerintah mengharapkan ada swasta yang bisa mendanai proyek jembatan yang akan melintasi Selat Sunda itu.
Sumber : Artikel Berita, Dunia Produk.com
Pembangunan Sistem Transportasi Jawa-Sumatera Yang Stagnan
Pemerintah dihadapkan problematik sulit dalam memecahkan permasalahan infrastruktur transportasi Jawa - Sumatera. Saat ini, arus perekonomian Sumatera - Jawa amat bergantung kepada Sistem Penyeberangan dengan Angkutan Laut, dengan mengandalkan 2 dermaga pelabuhan utama Bekauhuni di Lampung dan Merak di Banten.
Kita harus sepakat, bahwa masalah penghubung transportasi kedua pulau ini menjadi sangat penting mengingat tingginya arus perekonomian antar kedua pulau ini. Faktanya jumlah penduduk kedua pulau tersebut mencakup 78% dari populasi nasional, dan dengan kontribusi 80% bagi produk domestik bruto.
Sistem penghubung transportasi Jawa-Sumtera ini telah dibangun di masa Era Soeharto (baca : Orde Baru), tetpi tidak mengalami perbaikan, nyaris stagnan, di masa Orde Reformasi yang carut-marut dan tak memiliki garis haluan pembangunan negara yang jelas dan terukur. Kapal ferry yang menopang sistem transportasi ke dua pulau utama negeri ini, adalah kapal usang berkelas ro-ro yang sebenarnya tidak layak untuk mengarungi lautan sekelas Selat Sunda dan tak ada upaya Negara mendorong peremajaan dan penambahan armada kapal ataupun meningkatkan kapasitas dan fasilitas pelabuhan. Padahal volume arus lalulintas orang dan barang dari kedua pulau tersibuk ini senantiasa meningkat dari waktu ke waktu. Peningkatan ini adalah keniscayaan saja. Tidak perlu hitungan rumit. Tidak perlu harus seorang profesor mengkaji, hanya untuk menjadi tahu bahwa telah terjadi peningkatan.
Kemampuan layanan sistem transportasi Jawa-Sumatera semakin menurun, karena menurunnya kondisi infrastruktur pelabuhan dan kondisi armada kapal, sementara arus lalulintas perekonomian kedua pulau semakin meningkat. Hal yang tidak cepat ditanggapi Pemerintah. Akibatnya, kejadian penumpukan truk sampai berpuluh kilometer menanti antrean menyeberang, terjadi berulang kali dan menjadi fenomena yang bersifat rutinitas.
Kebijakan Pembangunan Pemerintahan Orde Reformasi
Adalah sangat disayangkan, Pemerintah Orde Reformasi ternyata menyibukkan diri lebih kepada urusan politik daripada urusan yang menyangkut kebutuhan rakyatnya.
Petinggi Negara, baik eksekutif maupun legislatif, sibuk dengan kepentingannya sendiri kalau soal bicara prioritas anggaran.
Jajaran Eksekutif (baca : Presiden) larut kepada urusan membangun konstelasi politik untuk membentengi kelanggengan kekuasaannya, padahal itu sebenarnya tidak perlu, karena kelanggengan kekuasaan Presiden dilindungi oleh Konstitusi. Alih-alih untuk memperkuat kinerja Pemerintah, Presiden sangat suka melakukan hal-hal yang identik dengan pemborosan uang rakyat. Coba saja, di Era SBY, berapa Komisi Negara yang dibentuk? Berapa Jabatan Wakil Menteri yang diciptakan? Berapa kali menaikkan gaji aparatur negara, yang dengan hebatnya membuat kesenjangan luar biasa antara aparatur rendahan dengan pejabat? Ditambah sistem renumerasi penggajian yang tidak diimbangi dengan punishment yang tegas? Dan banyak lagi. Muaranya jelas, berapa % alokasi belanja pegawai di Era SBY dalam APBN? Bandingkan dengan alokasi anggaran belanja pembangunan (baca : untuk rakyat). Apalagi kalau berbicara mengenai kewajiban negara dalam pemenuhan anggaran pendidikan 20% APBN, tak lebih ibarat impian di siang bolong, padahal itu perintah MPR.
Jajaran Legislatif tak kalah parahnya. DPR memiliki hobi membentuk pansus untuk urusan remeh temeh, dan 100% hasil akhir pansus hanya pepesan kosong. Pansus hanya jadi panggung perdebatan politik tidak bermutu dan sarat pembodohan publik, cuma satu yang pasti : milyaran rupiah anggaran pansus sukses dihabiskan. Lalu, dengan tanpa merasa dosa, menghamburkan anggaran hanya untuk studi banding ke luar negeri. Adakah manfaatnya bagi rakyat? Ataukah, adakah manfaatnya bagi tumbuhnya kearifan para anggota dewan? Jawaban kita tentunya : Ya tidaklah, sama sekali tidak ada. Tapi, jangan minta para anggota dewan mendengar jawaban kita, percuma, sungguh sia-sia, karena telinganya tuli dan matanya buta. Minta saja mereka bertanya pada hati nuraninya, disitu ada jawabannya. Kekonyolan lain adalah menggebu-gebunya semangat membangun gedung DPR, seolah-olah sedang memperjuangkan kehendak rakyat Indonesia yang memimpikan gedung DPR baru dan mewah. Gedung baru yang sangat "tidak indonesia" ditilik dari sisi artistika arsitekturnya, tidak selaras sama sekali dengan gedung MPR yang unik dan khas Indonesia, yang telah lahir terlebih dahulu sebagai monumen kebanggaan Indonesia.
Semua kebijakan "yang pro rakyat" itu semua, alhamdullilah menggerogoti APBN seperti virus ganas.
Padahal, jauh lebih penting untuk misalnya memikirkan secara serius dan totalitas, pembangunan perbatasan, yang jelas jauh lebih bermanfaat untuk jangka panjang. Totalitas dimaksud adalah pengerahan sebanyak mungkin pemikiran dan sumberdaya. Pembangunan perbatasan akan meningkatkan nasionalisme bangsa. Kemudian, mesti diyakini, dengan pembangunan perbatasan yang terpadu, akan menggerakkan migrasi penduduk dari kota-kota yang padat, ke daerah perbatasan, sejalan dengan meningkatnya perekonomian perbatasan sebagai dampak pembangunan perbatasan. Ini menjadi solusi bagi peningkatan Pertahanan dan Ketahanan Nasional. Cara berpikir bahwa membangun perbatasan yang berpenduduk sedikit saat ini menjadi hanya dipandang sebelah mata, menunjukkan bahwa Pemerintah hanya menganut pola instan. Kebijakan sesaat.
Kembali ke soal transportasi Jawa Sumatera. Pemerintah memandang bahwa membangun Jembatan Selat Sunda adalah pilihan satu-satunya dan pilihan terbaik. Benarkah?
Jembatan Selat Sunda, benarkah solusi terbaik?
Mengapa, kalau Negara mampu menyediakan anggaran 100 trilyun rupiah untuk membangun jembatan ini, kenapa tidak dialihkan saja untuk merehabilitasi dan mengembangkan dermaga yang ada, membeli kapal-kapal Ferry yang baru dan tangguh untuk mengarungi samudera, yang menyerap dana jauh lebih kecil. Alokasi anggaran sisanya bisa dialihkan ke pembangunan perbatasan misalnya, sehingga pemerataan pembangunan lebih dirasakan rakyat.
Dengan alternatif ini saja, efektivitas dan efisiensi sistem transportasi ini dapat ditingkatkan, yang pada gilirannya dapat menekan biaya operasi transportasi bagi pengguna jasa. Sementara di sisi lain, keberadaan sistem transportasi penghubung dengan pengangkutan laut ini menyerap banyak tenaga-kerja di sektor pelabuhan dan angkutan laut.
Kalau alternatif pemecahan masalah penghubung transportasi Jawa-Sumatera bisa diambil alternatif yang lebih murah, mengapa memilih membangun Jembatan? Apakah lebih ekonomis bagi Negara membangun dan memelihara jembatan daripada memelihara dan mengembangkan saja sistem transportasi yang ada?
Jembatan Di Zona Neraka.
Sekarang mari kita tinjau dari segi teknis. Tinjauan teknis itu perlu dan mutlak menjadi pertimbangan utama daripada aspek ekonomi dan lain sebagainya. Karena sisi teknis berkorelasi langsung dengan keselamatan jiwa. Ingat satu hal, melindungi rakyat Indonesia dimanapun berada, termasuk di atas Jembatan Selat Sunda, adalah tugas Negara, karena merupakan amanat konstitusi.
Berdasarkan Feasibility Study yang dibuat oleh PT Bangungraha Sejahtera Mulia,
Jembatan Selat Sunda yang akan dibangun memiliki panjang 31 Km, menopang jalan raya 6 ruas selebar 60 meter. Tinggi jembatan 75 meter dari muka laut, dengan tinggi pancang 300-400 meter. Dimensi ini akan menjadikan Jembatan Selat Sunda menjadi jembatan terpanjang dan terbesar di seluruh dunia.
Rencana Konstruksi Jembatan Selat Sunda
Berbeda dengan Jembatan Suramadu, Jembatan Selat Sunda jauh lebih kompleks permasalahannya. Jembatan Suramadu tidak terlalu panjang dan berada di laut yang relatif tenang, dengan kondisi geologi yang stabil. Tapi, tidak dengan Jembatan Selat Sunda.
Jembatan Selat Sunda akan dibangun di zona neraka, oleh karena Jembatan Selat Sunda ini akan menghadapi banyak teror dari berbagai penjuru.
Pertama : Zona Subduksi
Ada zona tumbukan dua lempeng raksasa, yaitu lempeng Indo-Australia yang merangsek lempeng Eurasia di sepanjang sisi barat Pulau Sumatera dan sisi selatan Pulau Jawa. Pergerakan ini bisa menyebabkan terlepasnya energi yang sangat dahsyat, yang dirasakan oleh manusia sebagai gempa. Di Indonesia lebih dari 95% gempa disebabkan gerakan tektonik. Gempa-gempa tektonik dapat menimbulkan dampak kerusakan yang jauh lebih luas dari gempa-gempa vulkanik. Fenomena Gempa 9,4 Skala Richter dan Tsunami Aceh tahun 2006 karena ulah teror yang satu ini. Gempa yang memorak-porandakan Yogyakarta tahun 2006 adalah contoh yang lain. Cukupkah pendekatan keamanan konstruksi Jembatan yang hanya dipersiapkan untuk menghadapi Gempa 9,0 Skala Richter??
Kedua : Sesar Aktif Selat Sunda
Ketiga : Gunung Berapi Krakatau
Gunung yang menjulang di tengah laut ini, adalah salah satu dan satu-satunya gunung api dengan perilaku vulkanis yang spesifik, dan tidak ditemukan pada gunung api manapun di dunia. Gunung Krakatau mampu menghancurkan dirinya sendiri ketika sedang murka. Erupsinya seringkali baru berakhir ketika tubuhnya sendiri sudah lenyap. Gunung ini juga kemudian mampu membangun dirinya sendiri menjadi gunung baru. Gunung yang dinamakan Gunung Anak Krakatau, adalah bukti forensik atas kejahatan gunung ini dalam menghancurkan. Perilaku mengerikan dari gunung api Krakatau ini bahkan sempat dituding sebagai biang punahnya Era Dinosaurus yang fenomenal itu, walau hipotesis ini masih di dalam silang pendapat di kalangan ilmuwan. Tapi betapapun, perlu disadari betul, ancaman yang ditimbulkan gunung api ini, seperti yang terjadi pada tahun 1883 yang lalu, selain kekuatan gempa besar dan beruntun, juga semburan erupsi dan awan panas yang meghancurkan, ditambah dengan kemampuannya menciptakan tsunami setinggi 30 meter yang mampu menyapu daratan hingga pantai timur Afrika dan menenggelamkan sejumlah pulau kecil di Selat Sunda dan Samudera Indonesia, melengkapi kekuatan daya membinasakannya yang luar biasa.
Jembatan Selat Sunda berjarak 50 km dari Gunung Anak Krakatau ini, siapkah Jembatan Selat Sunda kita ini menghadapinya ?
Keempat : Angin
Gugusan kepulauan Indonesia persis di garis Khatulistiwa, merupakan salah satu kontrol pembentukan fenomena cuaca global. Dengan semakin meningkatnya pemanasan global karena menipisnya ozon di atmosfir, satu-satunya perisai sakti yang diberikan Sang Pencipta untuk melindungi bumi dan isinya. Peristiwa ini menyebabkan kesetimbangan iklim mulai terganggu. Munculnya cuaca ekstrim di tahun 2009-2010 yang baru lalu, sangat berhubungan dengan hal ini. Adanya peningkatan frekuensi terjadinya angin puting beliung di berbagai wilayah Indonesia akhir-akhir ini, dan tingginya gelombang ombak lautan, berkait erat dengan kekacauan iklim ini, yang tentunya tidak akan segera berakhir. Dalam kondisi cuaca normal saja, Selat sunda sudah terkenal kekuatan anginnya, apalagi jika cuaca ekstrim berperan serta dalam membentuk ombak yang tinggi dan angin puting beliung, yang tentunya senantiasa mengancam Jembatan Selat Sunda, yang berada persis di hadapan hamparan Samudera Indonesia. Jembatan Selat Sunda dirancang untuk tegar menghadapi terpaan angin berkecepatan 24 km/jam atau 13,3 knot, yakinkah Jembatan Selat Sunda mampu menghadapinya?
Kelima : Arus Laut Bawah Permukaan
Selat Sunda sebagai tempat pertemuan antara laut terbuka (Samudera Hindia) dengan laut tertutup (Laut Jawa) memiliki arus bawah laut yang kuat, mencapai rata-rata 6 meter/detik. Tergantung morfologi dasar lautnya, kecepatan arus ini berubah-ubah seiring dengan sifat air yang akan 'mengalir' ke arah yang lebih rendah.
Kondisi arus ini akan menyulitkan di dalam pelaksanaan konstruksi jembatan. Dan membuka peluang review design ketika menghadapi kesulitan teknis lokal, yang ujung-ujungnya adalah mentoleransi perhitungan sipil yang sudah dibuat.
Keenam : Potensi Tsunami.
Adalah sah saja, para ahli teknik menyatakan jembatan aman dibangun. Tetapi, satu hal yang tak dapat dipungkiri adalah bahwa pembangunan Jembatan Selat Sunda adalah salah satu bentuk upaya manusia menantang alam. Hanya bersandar kepada perhitungan empiris dan kemajuan teknologi untuk memaksakan pembangunan jembatan di zona neraka ini.
Belajarlah dari Jepang. Reaktor nuklir Fukushima yang dibangun dengan teknologi tinggi dan sistem keamanan yang tanpa toleransi, didukung seabrek tenaga handal dan profesional, nyatanya tak berdaya menghadapi hanya satu gebrakan keperkasaan alam yang bernama gempa dan tsunami??
Semoga siapapun pengambil kebijakan bisa berfikir jernih, realistis dan berani mengatakan tidak, bagi suatu proyek yang beresiko dan tidak realistis. Apalagi kalau hanya beorientasi "mercu-suar", hanya agar Indonesia memiliki jembatan paling sensasional di seluruh dunia. Apalagi jika hanya ingin dicatat dalam sejarah : Pemerintahan SBY meletakkan batu pertama pembangunan jembatan terpanjang dan terbesar di dunia ini.
Sungguh, kita semua berharap, jangan sampai, kelak, Jembatan Selat Sunda hanya menjadi proyek mega mubazir, karena ternyata yang dibangun hanyalah sebuah Jembatan Maut Nusantara ....
Sumber Berita : http://radenantareja.blogspot.comPemerintah Kaji Lebih Dalam Proyek Jembatan Selat Sunda
Proyek Jembatan Selat Sunda (JSS) akan mulai dibangun pada akhir 2013. Pemerintah saat ini sedang mengkaji lebih dalam dampak gempa pada jembatan tersebut karena letaknya berdekatan dengan Gunung Anak Krakatau yang masih aktif. Hal ini mengemuka dalam rapat Tim Nasional Persiapan Pembangunan JSS yang dipimpin Wakil Menteri PU Hermanto Dardak.
Dalam rapat tersebut dikatakan, studi tektonik di area Selat Sunda merupakan hal yang sangat penting dilakukan. Di daerah Selat Sunda juga terdapat pertemuan antara Lempeng Asia dengan Lempeng Australia, maupun pertemuan beberapa sesar. Meskipun demikian, pembangunan jembatan di area seperti itu bukan tidak mungkin dilakukan mengingat di Jepang beberapa jembatan telah dibangun di daerah pertemuan lempeng/sesar.
Persiapan pembangunan JSS juga dilakukan dari aspek pengembangan wilayah di sekitar jembatan. Saat ini, 2 daerah di sekitar JSS yaitu Provinsi Lampung dan Provinsi Banten dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional sudah berstatus Kawasan Strategis Nasional (KSN) dan sedang dipersiapkan agar nantinya dapat menjadi pusat pertumbuhan ekonomi. Ini dilakukan karena JSS menghubungkan 2 pulau yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia yakni Jawa dan Sumatera.
Sementara itu, Masyhur Irsyam dari Tim Peta Gempa Indonesia mengatakan dalam waktu dekat pihaknya akan menyelesaikan penelitian mengenai probabilitas besaran goyangan/kegempaan di Selat Sunda dan tingkat kerawanan bangunan sehingga tingkat risiko kegagalan bangunan dapat diketahui.
Untuk keperluan pemantauan dan mitigasi bencana, di setiap titik konstruksi tiang pancang disarankan ada pemasangan GPS geodetik. Sedangkan mengenai rencana konstruksi jembatan yang akan dirancang agar tahan gempa hingga 9 skala richter, Masyhur mengatakan timnya berpendapat upaya tersebut sudah cukup moderat.
Jembatan Selat Sunda yang akan menghubungkan pulau Jawa dan Sumatera diperkirakan menelan dana lebih dari Rp 100 triliun. Pemerintah mengharapkan ada swasta yang bisa mendanai proyek jembatan yang akan melintasi Selat Sunda itu.
Sumber : Artikel Berita, Dunia Produk.com
Pembangunan Sistem Transportasi Jawa-Sumatera Yang Stagnan
Pemerintah dihadapkan problematik sulit dalam memecahkan permasalahan infrastruktur transportasi Jawa - Sumatera. Saat ini, arus perekonomian Sumatera - Jawa amat bergantung kepada Sistem Penyeberangan dengan Angkutan Laut, dengan mengandalkan 2 dermaga pelabuhan utama Bekauhuni di Lampung dan Merak di Banten.
Kita harus sepakat, bahwa masalah penghubung transportasi kedua pulau ini menjadi sangat penting mengingat tingginya arus perekonomian antar kedua pulau ini. Faktanya jumlah penduduk kedua pulau tersebut mencakup 78% dari populasi nasional, dan dengan kontribusi 80% bagi produk domestik bruto.
Sistem penghubung transportasi Jawa-Sumtera ini telah dibangun di masa Era Soeharto (baca : Orde Baru), tetpi tidak mengalami perbaikan, nyaris stagnan, di masa Orde Reformasi yang carut-marut dan tak memiliki garis haluan pembangunan negara yang jelas dan terukur. Kapal ferry yang menopang sistem transportasi ke dua pulau utama negeri ini, adalah kapal usang berkelas ro-ro yang sebenarnya tidak layak untuk mengarungi lautan sekelas Selat Sunda dan tak ada upaya Negara mendorong peremajaan dan penambahan armada kapal ataupun meningkatkan kapasitas dan fasilitas pelabuhan. Padahal volume arus lalulintas orang dan barang dari kedua pulau tersibuk ini senantiasa meningkat dari waktu ke waktu. Peningkatan ini adalah keniscayaan saja. Tidak perlu hitungan rumit. Tidak perlu harus seorang profesor mengkaji, hanya untuk menjadi tahu bahwa telah terjadi peningkatan.
Kemampuan layanan sistem transportasi Jawa-Sumatera semakin menurun, karena menurunnya kondisi infrastruktur pelabuhan dan kondisi armada kapal, sementara arus lalulintas perekonomian kedua pulau semakin meningkat. Hal yang tidak cepat ditanggapi Pemerintah. Akibatnya, kejadian penumpukan truk sampai berpuluh kilometer menanti antrean menyeberang, terjadi berulang kali dan menjadi fenomena yang bersifat rutinitas.
Kebijakan Pembangunan Pemerintahan Orde Reformasi
Adalah sangat disayangkan, Pemerintah Orde Reformasi ternyata menyibukkan diri lebih kepada urusan politik daripada urusan yang menyangkut kebutuhan rakyatnya.
Petinggi Negara, baik eksekutif maupun legislatif, sibuk dengan kepentingannya sendiri kalau soal bicara prioritas anggaran.
Jajaran Eksekutif (baca : Presiden) larut kepada urusan membangun konstelasi politik untuk membentengi kelanggengan kekuasaannya, padahal itu sebenarnya tidak perlu, karena kelanggengan kekuasaan Presiden dilindungi oleh Konstitusi. Alih-alih untuk memperkuat kinerja Pemerintah, Presiden sangat suka melakukan hal-hal yang identik dengan pemborosan uang rakyat. Coba saja, di Era SBY, berapa Komisi Negara yang dibentuk? Berapa Jabatan Wakil Menteri yang diciptakan? Berapa kali menaikkan gaji aparatur negara, yang dengan hebatnya membuat kesenjangan luar biasa antara aparatur rendahan dengan pejabat? Ditambah sistem renumerasi penggajian yang tidak diimbangi dengan punishment yang tegas? Dan banyak lagi. Muaranya jelas, berapa % alokasi belanja pegawai di Era SBY dalam APBN? Bandingkan dengan alokasi anggaran belanja pembangunan (baca : untuk rakyat). Apalagi kalau berbicara mengenai kewajiban negara dalam pemenuhan anggaran pendidikan 20% APBN, tak lebih ibarat impian di siang bolong, padahal itu perintah MPR.
Jajaran Legislatif tak kalah parahnya. DPR memiliki hobi membentuk pansus untuk urusan remeh temeh, dan 100% hasil akhir pansus hanya pepesan kosong. Pansus hanya jadi panggung perdebatan politik tidak bermutu dan sarat pembodohan publik, cuma satu yang pasti : milyaran rupiah anggaran pansus sukses dihabiskan. Lalu, dengan tanpa merasa dosa, menghamburkan anggaran hanya untuk studi banding ke luar negeri. Adakah manfaatnya bagi rakyat? Ataukah, adakah manfaatnya bagi tumbuhnya kearifan para anggota dewan? Jawaban kita tentunya : Ya tidaklah, sama sekali tidak ada. Tapi, jangan minta para anggota dewan mendengar jawaban kita, percuma, sungguh sia-sia, karena telinganya tuli dan matanya buta. Minta saja mereka bertanya pada hati nuraninya, disitu ada jawabannya. Kekonyolan lain adalah menggebu-gebunya semangat membangun gedung DPR, seolah-olah sedang memperjuangkan kehendak rakyat Indonesia yang memimpikan gedung DPR baru dan mewah. Gedung baru yang sangat "tidak indonesia" ditilik dari sisi artistika arsitekturnya, tidak selaras sama sekali dengan gedung MPR yang unik dan khas Indonesia, yang telah lahir terlebih dahulu sebagai monumen kebanggaan Indonesia.
Semua kebijakan "yang pro rakyat" itu semua, alhamdullilah menggerogoti APBN seperti virus ganas.
Padahal, jauh lebih penting untuk misalnya memikirkan secara serius dan totalitas, pembangunan perbatasan, yang jelas jauh lebih bermanfaat untuk jangka panjang. Totalitas dimaksud adalah pengerahan sebanyak mungkin pemikiran dan sumberdaya. Pembangunan perbatasan akan meningkatkan nasionalisme bangsa. Kemudian, mesti diyakini, dengan pembangunan perbatasan yang terpadu, akan menggerakkan migrasi penduduk dari kota-kota yang padat, ke daerah perbatasan, sejalan dengan meningkatnya perekonomian perbatasan sebagai dampak pembangunan perbatasan. Ini menjadi solusi bagi peningkatan Pertahanan dan Ketahanan Nasional. Cara berpikir bahwa membangun perbatasan yang berpenduduk sedikit saat ini menjadi hanya dipandang sebelah mata, menunjukkan bahwa Pemerintah hanya menganut pola instan. Kebijakan sesaat.
Kembali ke soal transportasi Jawa Sumatera. Pemerintah memandang bahwa membangun Jembatan Selat Sunda adalah pilihan satu-satunya dan pilihan terbaik. Benarkah?
Jembatan Selat Sunda, benarkah solusi terbaik?
Mengapa, kalau Negara mampu menyediakan anggaran 100 trilyun rupiah untuk membangun jembatan ini, kenapa tidak dialihkan saja untuk merehabilitasi dan mengembangkan dermaga yang ada, membeli kapal-kapal Ferry yang baru dan tangguh untuk mengarungi samudera, yang menyerap dana jauh lebih kecil. Alokasi anggaran sisanya bisa dialihkan ke pembangunan perbatasan misalnya, sehingga pemerataan pembangunan lebih dirasakan rakyat.
Dengan alternatif ini saja, efektivitas dan efisiensi sistem transportasi ini dapat ditingkatkan, yang pada gilirannya dapat menekan biaya operasi transportasi bagi pengguna jasa. Sementara di sisi lain, keberadaan sistem transportasi penghubung dengan pengangkutan laut ini menyerap banyak tenaga-kerja di sektor pelabuhan dan angkutan laut.
Kalau alternatif pemecahan masalah penghubung transportasi Jawa-Sumatera bisa diambil alternatif yang lebih murah, mengapa memilih membangun Jembatan? Apakah lebih ekonomis bagi Negara membangun dan memelihara jembatan daripada memelihara dan mengembangkan saja sistem transportasi yang ada?
Jembatan Di Zona Neraka.
Sekarang mari kita tinjau dari segi teknis. Tinjauan teknis itu perlu dan mutlak menjadi pertimbangan utama daripada aspek ekonomi dan lain sebagainya. Karena sisi teknis berkorelasi langsung dengan keselamatan jiwa. Ingat satu hal, melindungi rakyat Indonesia dimanapun berada, termasuk di atas Jembatan Selat Sunda, adalah tugas Negara, karena merupakan amanat konstitusi.
Berdasarkan Feasibility Study yang dibuat oleh PT Bangungraha Sejahtera Mulia,
Jembatan Selat Sunda yang akan dibangun memiliki panjang 31 Km, menopang jalan raya 6 ruas selebar 60 meter. Tinggi jembatan 75 meter dari muka laut, dengan tinggi pancang 300-400 meter. Dimensi ini akan menjadikan Jembatan Selat Sunda menjadi jembatan terpanjang dan terbesar di seluruh dunia.
Rencana Konstruksi Jembatan Selat Sunda
Berbeda dengan Jembatan Suramadu, Jembatan Selat Sunda jauh lebih kompleks permasalahannya. Jembatan Suramadu tidak terlalu panjang dan berada di laut yang relatif tenang, dengan kondisi geologi yang stabil. Tapi, tidak dengan Jembatan Selat Sunda.
Jembatan Selat Sunda akan dibangun di zona neraka, oleh karena Jembatan Selat Sunda ini akan menghadapi banyak teror dari berbagai penjuru.
Pertama : Zona Subduksi
Ada zona tumbukan dua lempeng raksasa, yaitu lempeng Indo-Australia yang merangsek lempeng Eurasia di sepanjang sisi barat Pulau Sumatera dan sisi selatan Pulau Jawa. Pergerakan ini bisa menyebabkan terlepasnya energi yang sangat dahsyat, yang dirasakan oleh manusia sebagai gempa. Di Indonesia lebih dari 95% gempa disebabkan gerakan tektonik. Gempa-gempa tektonik dapat menimbulkan dampak kerusakan yang jauh lebih luas dari gempa-gempa vulkanik. Fenomena Gempa 9,4 Skala Richter dan Tsunami Aceh tahun 2006 karena ulah teror yang satu ini. Gempa yang memorak-porandakan Yogyakarta tahun 2006 adalah contoh yang lain. Cukupkah pendekatan keamanan konstruksi Jembatan yang hanya dipersiapkan untuk menghadapi Gempa 9,0 Skala Richter??
Kedua : Sesar Aktif Selat Sunda
Ketiga : Gunung Berapi Krakatau
Gunung yang menjulang di tengah laut ini, adalah salah satu dan satu-satunya gunung api dengan perilaku vulkanis yang spesifik, dan tidak ditemukan pada gunung api manapun di dunia. Gunung Krakatau mampu menghancurkan dirinya sendiri ketika sedang murka. Erupsinya seringkali baru berakhir ketika tubuhnya sendiri sudah lenyap. Gunung ini juga kemudian mampu membangun dirinya sendiri menjadi gunung baru. Gunung yang dinamakan Gunung Anak Krakatau, adalah bukti forensik atas kejahatan gunung ini dalam menghancurkan. Perilaku mengerikan dari gunung api Krakatau ini bahkan sempat dituding sebagai biang punahnya Era Dinosaurus yang fenomenal itu, walau hipotesis ini masih di dalam silang pendapat di kalangan ilmuwan. Tapi betapapun, perlu disadari betul, ancaman yang ditimbulkan gunung api ini, seperti yang terjadi pada tahun 1883 yang lalu, selain kekuatan gempa besar dan beruntun, juga semburan erupsi dan awan panas yang meghancurkan, ditambah dengan kemampuannya menciptakan tsunami setinggi 30 meter yang mampu menyapu daratan hingga pantai timur Afrika dan menenggelamkan sejumlah pulau kecil di Selat Sunda dan Samudera Indonesia, melengkapi kekuatan daya membinasakannya yang luar biasa.
Jembatan Selat Sunda berjarak 50 km dari Gunung Anak Krakatau ini, siapkah Jembatan Selat Sunda kita ini menghadapinya ?
Keempat : Angin
Gugusan kepulauan Indonesia persis di garis Khatulistiwa, merupakan salah satu kontrol pembentukan fenomena cuaca global. Dengan semakin meningkatnya pemanasan global karena menipisnya ozon di atmosfir, satu-satunya perisai sakti yang diberikan Sang Pencipta untuk melindungi bumi dan isinya. Peristiwa ini menyebabkan kesetimbangan iklim mulai terganggu. Munculnya cuaca ekstrim di tahun 2009-2010 yang baru lalu, sangat berhubungan dengan hal ini. Adanya peningkatan frekuensi terjadinya angin puting beliung di berbagai wilayah Indonesia akhir-akhir ini, dan tingginya gelombang ombak lautan, berkait erat dengan kekacauan iklim ini, yang tentunya tidak akan segera berakhir. Dalam kondisi cuaca normal saja, Selat sunda sudah terkenal kekuatan anginnya, apalagi jika cuaca ekstrim berperan serta dalam membentuk ombak yang tinggi dan angin puting beliung, yang tentunya senantiasa mengancam Jembatan Selat Sunda, yang berada persis di hadapan hamparan Samudera Indonesia. Jembatan Selat Sunda dirancang untuk tegar menghadapi terpaan angin berkecepatan 24 km/jam atau 13,3 knot, yakinkah Jembatan Selat Sunda mampu menghadapinya?
Kelima : Arus Laut Bawah Permukaan
Selat Sunda sebagai tempat pertemuan antara laut terbuka (Samudera Hindia) dengan laut tertutup (Laut Jawa) memiliki arus bawah laut yang kuat, mencapai rata-rata 6 meter/detik. Tergantung morfologi dasar lautnya, kecepatan arus ini berubah-ubah seiring dengan sifat air yang akan 'mengalir' ke arah yang lebih rendah.
Kondisi arus ini akan menyulitkan di dalam pelaksanaan konstruksi jembatan. Dan membuka peluang review design ketika menghadapi kesulitan teknis lokal, yang ujung-ujungnya adalah mentoleransi perhitungan sipil yang sudah dibuat.
Keenam : Potensi Tsunami.
Adalah sah saja, para ahli teknik menyatakan jembatan aman dibangun. Tetapi, satu hal yang tak dapat dipungkiri adalah bahwa pembangunan Jembatan Selat Sunda adalah salah satu bentuk upaya manusia menantang alam. Hanya bersandar kepada perhitungan empiris dan kemajuan teknologi untuk memaksakan pembangunan jembatan di zona neraka ini.
Belajarlah dari Jepang. Reaktor nuklir Fukushima yang dibangun dengan teknologi tinggi dan sistem keamanan yang tanpa toleransi, didukung seabrek tenaga handal dan profesional, nyatanya tak berdaya menghadapi hanya satu gebrakan keperkasaan alam yang bernama gempa dan tsunami??
Semoga siapapun pengambil kebijakan bisa berfikir jernih, realistis dan berani mengatakan tidak, bagi suatu proyek yang beresiko dan tidak realistis. Apalagi kalau hanya beorientasi "mercu-suar", hanya agar Indonesia memiliki jembatan paling sensasional di seluruh dunia. Apalagi jika hanya ingin dicatat dalam sejarah : Pemerintahan SBY meletakkan batu pertama pembangunan jembatan terpanjang dan terbesar di dunia ini.
Sungguh, kita semua berharap, jangan sampai, kelak, Jembatan Selat Sunda hanya menjadi proyek mega mubazir, karena ternyata yang dibangun hanyalah sebuah Jembatan Maut Nusantara ....
4 komentar:
Menuju kemajuan atau bakal panen ladang korupsi??
omong apa masss...
pembagunan selatsunda akan berdampak perekonomian jawa dan sumtra kalo uang buat beli kapal peri walu beli ratusan tida akan cukup buat mengangkut alat teransportasi dan akan meperlambat waktu ke sumatra atu jawa maka sebab it
u negara membuat jembatan tersebut. to pulau sumatra dan jawa adalah pulau ter perekonomian terbesar di indonesia to kalo itu dibuat akan lebih maju negara kita dan itu juga buat anda / masarakat yang memakai jembantan itu solusinya prnah kah anada menjadi seseorang bisa megharumkan negara kita yang berkembang
Memang benar sekali ada beberapa faktor yang berpotensi membahayakan calon jembatan Selat Sunda ini yang sudah disebutkan diatas.
Bahaya tidak hanya mengancam jembatan selat sunda saja, bahkan jika Allah menghendaki seluruh Dunia ini bisa hancur dalam sekejap, jadi bahaya apapun yang mengancam jembatan selat Sunda kita mohon perlindungan kepada sang Pencipta Alam. Semoga Allah meridoi pembangunan jembatan ini yang nantinya tidak akan terjadi bahaya apapun dan semoga dapat meningkatkan perekonomian bangsa Indonesia.
Posting Komentar