Kamis, 16 Februari 2012

Efisiensi Alasan SBY Beli Pesawat U$ 90 Juta

TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membenarkan telah memutuskan membeli pesawat kepresidenan. SBY beralasan, pembelian pesawat kepresidenan adalah bentuk efisiensi jangka menengah dan jangka panjang. Dia menyangkal bahwa rencana pembelian pesawat kepresidenan adalah untuk kepentingan pribadi.
"Saya kira Menteri Sekretaris Negara sudah sering menjelaskan keinginan untuk membeli pesawat kepresidenan adalah untuk kepentingan efisiensi jangka menengah dan panjang, dengan menyadari bahwa menyewa Garuda ongkosnya lebih mahal," kata SBY dalam tanya-jawabnya dengan wartawan, Senin, 13 Februari 2012. "Saya pikir ini perlu dan saya baru tahu pesawat akan selesai 2013. Jadi yang memakai nanti presiden setelah saya. Bisa terbang sambil memberi perintah di mana pun presiden berada."
Menurut Presiden, selama ini pemerintah menyadari setiap presiden akan bepergian memakai pesawat sewaan yang akan mengganggu jadwal penerbangan Garuda Indonesia. Pemerintah juga kerepotan karena ongkos menyewa pesawat Garuda Indonesia lebih mahal ketimbang memakai pesawat sendiri. "Karena itulah, pesawat diputuskan untuk dibeli untuk efisiensi jangka menengah dan panjang, dan bisa dipakai setiap saat," kata SBY.
SBY menjamin pengadaan pesawat itu telah dilakukan secara transparan. Ide pembelian pesawat kepresidenan, yang dibuatkan Boeing Company senilai sekitar US$ 90 juta, sudah melibatkan baik pemerintah, DPR, maupun para ahli pesawat. Dia juga menjamin pengadaan pesawat dilakukan transparan. "Setneg juga mengundang Lembaga Kebijakan Pengadaan barang/jasa Pemerintah (LKPP) untuk menunjukkan prosesnya transparan dan bisa diaudit," ujarnya.
Soal mengapa Presiden tidak memilih pesawat buatan dalam negeri dalam hal ini CN-235 buatan PTDI, SBY menilai tidak dapat dibandingkan. Menurut SBY, banyak juga kepala negara dan kepala pemerintahan yang memiliki pesawat kepresidenan setara dengan Boeing 747 yang dipilih pemerintah. "Barangkali di tingkat lokal punya lagi pesawat dengan ukuran yang lebih kecil. Jangan dikira presiden di negara-negara itu hanya menggunakan pesawat kecil bukan jet," kata SBY.
Sebelumnya, pada pekan lalu, pihak istana kepresidenan menjelaskan kontroversi pembelian pesawat kepresidenan 737-800 Boeing Business Jet 2 senilai US$ 91 juta. Ada tiga aspek yang melatari pembelian pesawat kepresidenan yang didukung sepenuhnya oleh Komisi II DPR. Menurut Sekretaris Kementerian Sekretaris Negara Lambock V Nahattands, ada sejumlah aspek yang dipertimbangkan dalam pembelian pesawat itu.
Pertama adalah aspek keamanan. Pesawat carter kepresidenan, yang biasanya Garuda Indonesia Airlines, memiliki risiko keamanan yang lebih tinggi. Soalnya, pesawat carter kepresidenan juga digunakan sebagai pesawat komersial. "Selain itu, pesawat carter tidak dilengkapi peralatan navigasi, komunikasi, cabin insulation, dan inflight entertainment," kata Lambock.
Kemudian aspek operasional, kata Lambock, kenyamanan dan kesiapan pesawat carter tidak optimal. Saat hendak digunakan, pesawat carter yang merupakan pesawat komersial perlu direkonfigurasi sesuai dengan kebutuhan pihak istana kepresidenan. Proses rekonfigurasi, termasuk pengaturan ulang susunan kursi, memerlukan waktu yang tak singkat. "Selain itu, pesawat carter yang bisa terbang jauh hanya pesawat berbadan besar sehingga tidak bisa mendarat di bandara kecil. Padahal penerbangan VVIP (very very important person) membutuhkan pesawat yang mampu terbang jauh dan mendarat di bandara kecil," kata Lambock.
Sebaliknya, pesawat kepresidenan yang dimiliki oleh lembaga kepresidenan akan memudahkan koordinasi antara Sekretariat Militer, Pasukan Pengamanan Presiden, TNI Angkatan Udara, dan Sekretariat Negara. Dari aspek ekonomi, rekonfigurasi khusus menimbulkan opportunity loss bagi maskapai penerbangan. Opportunity loss ini turut menjadi komponen biaya yang harus dibayar negara.
DIANING SARI | ESTHER L
Sumber Berita : http://id.berita.yahoo.com/efisiensi-alasan-sby-beli-pesawat-us-90-juta-024850271.html

0 komentar:

Posting Komentar