SLAWI - Aliansi Pergerakan Mahasiswa mengaku kecewa dengan sikap sejumlah fraksi di DPRD Kabupaten Tegal yang tak mengindahkan aspirasi mereka soal pembentukan Panitia Khusus Jalan Lingkar Kota Slawi (Pansus Jalingkos). Padahal, upaya ini dimaksudkan guna memperjuangkan hak sebagian warga pemilik lahan di Desa Dukuh Salam, Kecamatan Slawi yang sampai kini belum terbayarkan.
Koordinator Aliansi Pergerakan Mahasiswa, Didi Kusaeri menyesalkan sikap sejumlah fraksi yang menurutnya terburu-buru menolak pembentukan pansus. Alasan yang disampaikan mereka pun bagi Didi kurang bisa memuaskan warga sekaligus para pegiat mahasiswa yang sejauh ini ikut memperjuangkan hak warga. “DPRD kan sejatinya adalah wakil rakyat. Karenanya, dalam persoalan ini mereka harus sadar kapasitas, untuk mengartikulasikan aspirasi rakyatnya. Apalagi, ini faktual, bahwa ada warga yang haknya terdzalimi,” ungkapnya, kepada Radar, Minggu (17/7).
Bagi Didi, alasan bahwa kasus jalingkos tengah dalam proses hukum adalah sebuah kekhawatiran yang berlebihan. Sebab yang diperjuangkan mahasiswa adalah wilayah non-hukum, yang menurutnya menuntut komitmen dan keberpihakan dari institusi wakil rakyat. “Yang kami perjuangkan bukanlah mencampuri proses hukum, tetapi wilayah hak rakyat yang justru sejauh ini tak terjamah proses hukum. Ini berbeda domain,” tegasnya.
Sebagaimana pernah diberitakan di media ini, ada empat warga pemilik lahan di Dukuh Salam, yakni Tulus, Sunarto, Sutarno dan Sudarno, yang hingga kini hanya menerima persekot untuk tanah yang mereka jual ke Pemda, yakni sebesar Rp 32.500/meter persegi. Padahal, harga sesuai NJOP Pemkab adalah sebesar Rp 200.000/meter persegi. “Kami juga tak meminta Dewan kembali menganggarkan untuk ganti rugi, karena itu sama saja korupsi double anggaran. Tetapi setidaknya ada kepedulian mereka untuk memanggil warga, ingin tahu lebih dalam, syukur-syukur mengupayakan cara, agar hak mereka terpenuhi,” jelasnya.
Kecuali itu, Aliansi Pergerakan Mahasiswa pun menurut Didi mendukung upaya untuk menghadirkan panitia jalingkos di DPRD. Menurutnya, upaya ini amat terkait dengan cara memenuhi hak warga. Dari kepanitiaan jalingkos inilah, risalah proses pembebasan tanah di Dukuh Salam, termasuk letak penyimpangannya akan terurai secara lebih terang. ”Ini tanggung jawab moril, bagi dewan maupun kepanitiaan jalingkos. Di tengah silang sengkarut soal kasus di Dukuh Salam, penjelasan mereka setidaknya ikut membantu terangnya persoalan. Penjelasan mereka adalah juga menjadi hak publik untuk mengetahui informasi di sekitar proses dan hasil pembangunan,” kata Didi menerangkan.
Sebagaimana diketahui, beberapa waktu lalu, Aliansi Pergerakan Mahasiswa dengan didampingi sejumlah LSM dan lembaga kajian telah mendampingi empat warga pemilik lahan ke Polres Tegal, guna melaporkan penipuan yang menyebabkan hak mereka terrampas. Menurut Didi, ini adalah proses hukum yang ditempuh warga, sehingga mereka bisa belajar menempuh jalur hukum dalam memperjuangkan haknya. “Kami rasa, respon Pak Kapolres sdah sangat bagus. Kini tinggal dukungan politik yang semestinya itu didapat dari DPRD selaku institusi waki rakyat. Kalau dewan mengabaikan hak warga, itu sama saja dengan dagelan politik. Mereka giat ketika melakukan kunjungan kerja atau bintek, tetapi kurang hirau ketika menyangkut persoalan seperti ini,” pungkasnya. (fat)
Sumber Berita : http://www.radartegal.com/17 Juli 2011
0 komentar:
Posting Komentar