JAKARTA - Tersangka kasus suap proyek wisma atlet SEA Games 2011, Muhammad Nazaruddin, kembali menyerang Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum.
Serangan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat itu bahkan dilakukan secara terbuka, yakni ketika diwawancara via telepon oleh MetroTV, Selasa (19/7) sore.
Dalam wawancara tersebut, Nazaruddin menyebut Anas adalah orang yang paling bertanggung jawab atas kasus tersebut. Buron Interpol itu juga mengungkapkan bahwa dirinya hanyalah ’’operator’’ PT Anugrah Nusantara —yang menurutnya— dimiliki oleh Anas Urbaningrum.
Kepada Indra Maulana dari MetroTV, Nazaruddin mengaku dirinya masih berada di luar negeri. Namun dia menolak mengungkap di negara mana bersembunyi, dan tidak menjawab tegas saat ditanya apakah masih berada di Singapura.
”Saya berada di tempat yang aman dari rekayasa politik,” katanya.
Di sebagian besar wawancara itu, Nazaruddin banyak melontarkan serangan kepada Anas yang ditudingnya telah merekayasa semua kasus hingga menjadikan dirinya tersangka kasus suap proyek wisma atlet.
Dia merasa aneh telah dijadikan tersangka oleh KPK. Padahal, menurutnya, yang menerima aliran dana wisma atlet bukan dirinya, melainkan Anas.
”Anas yang terima aliran dana wisma atlet, bukan saya,” ujarnya.
Ia juga menyebut Anas banyak menikmati uang dari proyek-proyek yang dibiayai APBN. Tender proyek itu dimenangi oleh perusahaan yang dimiliki Anas dan Nazaruddin.
”Anas yang merekayasa semuanya kok saya dijadikan tersangka,” kata politikus asal Riau itu.
Sebagai bawahan Anas, Nazaruddin mengaku dirinya hanyalah sebagai operator. Termasuk ketika memenangkan politikus itu sebagai ketua umum pada Kongres Partai Demokrat di Bandung. Semua dana pemenangan kongres itu dibiayai dari APBN.
”Dari proyek Ambalang, untuk pemenangan Anas Rp 50 miliar. (Dana) dibawa dengan mobil boks oleh ibu Yulianis. Ibu Yulianis sekarang dilindungi Anas,” papar anggota Komisi VII DPR itu.
Nazaruddin mengaku punya semua catatan pengeluaran untuk Anas. ”Semua yang memerintahkan Anas, karena semua memang uangnya,” tegasnya.
Selain itu, kata dia, ada pula uang sebesar Rp 35 miliar yang digunakan untuk pemenangan Anas. ”Semua tahu, uangnya dari proyek mana, dari siapa ngambilnya,” ujar Nazaruddin.
Namun saat disinggung soal aliran dana untuk putra Presiden SBY, Edi Baskoro (Ibas) yang sebelumnya pernah dia sebut ikut menerima aliran dana, Nazaruddin berusaha menghindar.
”Dia (Ibas) berlawanan (kubu), jadi tidak ada yang ke dia,” tepisnya.
Mengenai alasannya enggan melapor ke KPK, Nazaruddin mengaku tidak percaya dengan institusi pemberantasan korupsi tersebut. Menurutnya, KPK pembohong dan juga perampok. Bahkan, secara terbuka dia menyebut dua pimpinan KPK, yakni M Jasin dan Chandra Hamzah adalah ”teman” Anas, sehingga dia tidak percaya kepada lembaga itu.
”Bagaimana saya mau pulang kalau semuanya direkayasa Anas Urbaningrum,” kata Nazaruddin. ”KPK itu bohong semua, KPK itu perampok.”
Ia pun mengungkap pertemuan Anas dengan Chandra untuk mengatur pemilihan pimpinan KPK. Skenarionya, Chandra Hamzah dan Ade Raharja kembali terpilih. Atas dasar itu, Nazaruddin menyatakan keyakinannya KPK tidak akan memanggil Anas, Angelina Sondakh, dan Wayan Koster yang juga terlibat dalam suap wisma atlet.
”Kalau Anda mau tahu, pada tahun 2010 bulan 11 Chandra Hamzah ke rumah saya menerima uang, ada buktinya,” ungkapnya.
Nazaruddin menantang KPK untuk membuktikan aliran dana dari proyek pembangunan wisma atlet SEA Games di Jakabaring, Palembang, Sumatera Selatan, ke dalam rekeningnya. ”Jika KPK bisa membuktikan ada aliran ke rekening saya, satu rupiah saja dana dari APBN, saya akan pulang (ke Indonesia).”
Ketika ditanyakan lebih lanjut mengapa dia menyebut Anas sebagai otak besar kasus ini, Nazaruddin mengatakan dirinya hanya menceritakan fakta, tidak merekayasa.
Dia juga menceritakan bahwa kepergiannya ke Singapura pada 23 Mei lalu —atau sehari sebelum adanya cekal dari KPK— adalah atas inisiatif Anas juga. Menurutnya, Anas memintanya pergi ke luar negeri jika akhirnya kasus-kasus korupsi yang melibatkan mereka meledak. Nazaruddin dipersilakan kembali ke Indonesia setelah pemerintahan berganti.
Bagaimana tanggapan Anas atas seluruh tudingan itu? Ketua Umum Partai Demokrat itu menjawabnya dengan singkat, “Ada-ada saja.”
”Hahaha.... Ada-ada saja,” kata Anas singkat, Selasa (19/7/2011).
Namun dia menolak menjawab lebih jauh setiap pertanyaan wartawan. Terpisah, Wasekjen Partai Demokrat Saan Mustopa menjelaskan, Anas tidak pernah memerintahkan Nazaruddin pergi ke Singapura. ”Itu tidak benar. Kan semua dia sebut. Kalau memang dia yakin dengan pernyataan atau data-data terkait semua itu, sekali lagi lebih baik dia sampaikan ke KPK, tidak usah tuding sana-sini tanpa data yang jelas,” ujar Saan.
Nazaruddin sudah ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka suap proyek wisma atlet sejak 4 Juni lalu. Selain dia, ada tiga tersangka lain yang bahkan sudah mulai disidangkan, yakni Sekretaris Menpora Wafid Muharam, Direktur Marketing PT Anak Negeri Mindo Rosalina Manullang, dan Direktur PT Duta Graha Indah (DGI) Muhammad El Idris.
PT DGI adalah pemenang tender proyek wisma atlet, sementara PT Anak Negeri diketahui milik Nazaruddin.
Sementara itu, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan lagi transaksi mencurigakan terkait Muhammad Nazaruddin. Dari jumlah semula 109 transaksi, kini meningkat menjadi 144 transaksi.
”Saya belum lihat detailnya, tapi sudah naik dari 109 menjadi 144, paling banyak perusahaan,” kata Ketua PPATK Yunus Husein di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat, Selasa, (19/7).
Yunus mengatakan, nilai transaksi terbesar dari transaksi-transaksi tersebut adalah Rp 187 miliar, di mana Rp 67 miliar di antaranya transaksi antarbank. Juga terdapat transaksi tunai Rp 54,7 miliar.
”Tapi saya tidak bisa menyebutkan banknya,” ujar Yunus.
Pada awal bulan ini, PPATK mengungkap ada 109 transaksi mencurigakan yang dilakukan Nazaruddin. Sebagian transaksi ditujukan ke individu, dana ada yang ditujukan ke perusahaan. (A20,ant,dtc-43)
Suber Berita : http://suaramerdeka.com/v1/20 Juli 2011
Selasa, 19 Juli 2011
Nazarudin Kembali Cokot Anas
21.35
Slawi Ayu Cybernews, Terbit pada tanggal 10 April 2011
0 komentar:
Posting Komentar