Mantan juru panggil Mahkamah Konstitusi (MK), Masyhuri Hasan, mendadak populer setelah penyidik Bareskrim Polri mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kasus surat palsu MK. Dalam SPDP itu tertera nama Masyhuri Hasan dkk (dan kawan-kawan) sebagai tersangka. Dia ditangkap penyidik di Bandung, Jawa Barat, Jumat (1/7). Siapakah pria yang dipecat dari MK namun lolos menjadi calon hakim Pengadilan Negeri (PN) Klas II Jayapura itu? Berikut laporannya.
PENYIDIK Bareskrim Polri telah mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) bernomor 63/VI/2011 Dit Pidum tersebut ke Kejaksaan Agung untuk kasus surat palsu Mahkamah Konstitusi (MK) atau surat nomor 112/PAN.MK/VIII/ 2009 tertanggal 14 Agustus 2009. Dalam surat tersebut tertera nama tersangka Masyhuri Hasan dkk.
Mabes Polri mencantumkan nama tersangka, Masyhuri Hasan dkk, dalam SPDP itu dengan alasan penyidik yakin pelaku dalam kasus tersebut tidak hanya Hasan seorang. Penyidik yakin ada tersangka lain, mereka adalah pembuat, pengguna, dan penyuruh pembuatan surat palsu terkait sengke pemilu legislatif untuk daerah pemilihan Sulawesi Selatan I tersebut.
Hasan ditangkap ketika mengikuti pelatihan calon hakim di Bandung, awal Juli lalu.
Dia lolos seleksi calon hakim karena dinilai telah memenuhi persyaratan. Kendati yang bersangkutan telah diberhentikan oleh MK. Hasan dapat lolos karena saat melamar menjadi calon hakim memakai Surat Keterangan Pemberhentian dengan Hormat dari MK. Dalam SK pemberhentian tersebut tertera diberhentikan atas permintaan yang bersangkutan.
Kendati demikian, atas penetapan tersangka dan penahanan oleh penyidik Direktorat I Pidana Umum Bareskrim Polri, MA kemudian memecat Hasan sebagai calon hakim. Sebab, Hasan tidak dapat mengikuti pelatihan calon hakim di Bandung.
Hasan ditetapkan sebagai tersangka dengan dugaan pembuat surat nomor 112/PAN.MK/VIII/ 2009. Namun hingga kemarin penyidik Polri belum berhasil membongkar siapa yang menyuruh, mengkonsep, menggunakan dan otak dari pemalsuan surat MK itu. Hasan diketahui sempat meminta saran kepada Arsyad Sanusi, yang ketika itu masih menjabat hakim MK.
Arsyad menuturkan, saat itu Hasan datang bersama kerabat istrinya Enny Arsyad Sanusi, Rara ke apartemennya di Kemayoran, Jakarta Pusat. Rara adalah pegawai MK.
Saat itu Hasan menyodorkan laptop dan menunjukan surat dari KPU yang meminta penjelasan hukum ke MK atas putusan perkara Nomor 84/PHPU.C-VII/2009 dengan pihak pemohon Partai Hanura di Daerah Pemilihan (Dapil) Sulawesi Selatan (Sulsel) I yang meliputi Gowa, Takalar dan Jeneponto. KPU melayangkan surat dengan nomor 1351/KPU/VIII/2009 tertanggal 14 Agustus 2009 yang meminta penjelasan hukum amar putusan perkara Nomor 84/PHPU.C-VII/2009.
Arsyad mengaku pada saat itu memberikan nasihat kepada Hasan. Namun, dia tidak membeberkan nasihat tersebut secara detail.
Berdasarkan investigasi MK, diketahui Hasan menyalin file konsep surat tersebut dengan USB dan menunjukan konsep surat itu kepada Arsyad. Hasan juga diduga telah memindai (scan) tanda tangan Panitera MK, Zaenal Arifin Hoesein dari komputer MK.
Kepada tim investigasi MK, Hasan mengaku datang ke apartemen Arsyad atas telepon anak Arsyad, Neshawaty. Dia mengaku menyerahkan salinan berkas surat jawaban MK itu kepada Arsyad.
Sementara itu, Neshawaty membantah menelpon Hasan untuk datang ke apartemen itu. Kendati demikian, Neshawaty mengaku mengenal Hasan melalui keponakannya, Rara. Dia bertemu dengan pria itu ketika memperbaiki telepon genggam Blackberry di ITC Cempaka Mas.
“Saya kenal dengan Hasan hanya sekali waktu sama keponakan saya, Rara. Dia (Rara) bilang pria itu pacarnya.”
Menurut Arsyad Sanusi juga menyatakan Hasan datang ke apartemennya untuk menemui pacarnya, Rara. Dia datang untuk ngapel.
Masih Polos
Di mata pengacaranya, Edwin Partogi, Masyhuri Hasan merupakan pemuda yang masih polos dan tidak mempunyai kepentingan apapun dalam kasus surat palsu MK. Pria kelahiran Mei 1981 itu saat ini mendekam di Rumah Tahanan Bareskrim Polri yang menyatu dengan gedung Bareskrim. Dalam Rutan tersebut mendekam pula terpidana kasus terorisme, Abu Bakar Ba’asyir.
Menurut Partogi, Hasan sekarang ini sudah bisa beradaptasi dengan lingkungan penjara. Selain menjalani pemeriksaan penyidik, dia juga menghabiskan waktunya untuk beribadah. “Sekarang lebih banyak waktunya untuk ibadah.”
Keluarga Hasan rutin menjenguknya setiap jam besuk, yakni Selasa dan Jumat. “Ya, ada keluarga yang rutin mengirim makanan untuknya,” ungkap Edwin tanpa menyebutkan identitas keluarga dimaksud.
Dalam kasus itu, lanjut Edwin, Hasan hanya merupakan korban. Sebab, kliennya sudah ditahan kendati dalam kasus itu perannya hanya mengantarkan surat. Sedangkan mereka yang menyuruh, membuat, dan mengkonsep hingga kemarin belum ada yang ditetapkan menjadi tersangka atau ditahan.
Kendati demikian, Hasan berkomitmen untuk membantu penyidik membongkar semua yang terlibat. Terkait hubungan Hasan dengan Rara, pengacara itu menolak berkomentar. “Itu urusan pribadi,” tandasnya. (Nurokhman Takwad-35)
Sumber Berita : http://suaramerdeka.com/22 Juli 2011
0 komentar:
Posting Komentar