Tegal, CyberNews. Fraksi PDIP DPRD Kabupaten Tegal mendesak lembaganya menghadirkan pengelola kegiatan pengadaan tanah untuk Jalur Alternatif Jalan Lingkar Kota Slawi (Jalingkos).
Hal itu dilakukan karena kasus tersebut dinilai janggal dalam proses hukumnya. ”Posisi saya serba dilematis, terutama karena status saya sebagai istri dari bupati. Saya khawatir segala sikap dan pernyataan apapun akan dianggap sebagai pembelaan atas proses hukum yang menimpa suami. Tetapi sikap kritis yang disampaikan teman-teman di pergerakan pun layak diapresiasi,” kata Ketua FPDIP, Marhamah yang juga istri Bupati Tegal Agus Riyanto,Rabu (6/7).
Marhamah mengungkapkan, kasus Jalingkos yang didesak untuk diselesaikan sejumlah elemen masyarakat, hendaknya disikapi DPRD dengan memanggil pihak-pihak terkait. Terutama, pengelola kegiatan pengadaan tanah Jalingkos.
”Kami telah membahas di tingkat fraksi soal kemungkinan institusi DPRD memanggil segenap pejabat yang pernah duduk di kepanitiaan pembebasan tanah jalingkos.”
Sumber Berita : http://suaramerdeka.com/6 Juli 2011
Menurut dia, proses pembebasan lahan untuk kepentingan proyek Jalingkos dilakukan melalui sistem kerja kepanitiaan. Sesuai SK Bupati Tegal No 591/0127.A/ 2006 tertanggal 3 Maret 2006, ditetapkan Pengelola Kegiatan Pengadaan Tanah Jalingkos. Dalam struktur tersebut, ada HM Hery Soelistiyawan SH MHum selaku pengguna anggaran, Sriyanto selaku Ketua Panitia Pembebasan Lahan, Muji Atmanto selaku Ketua Panitia Penaksir Harga Tanah dan lainnya.
”Saya tidak tahu persis, apakah mereka juga pernah menjalani pemeriksaan penyidik. Tetapi hemat saya, setidaknya mereka yang nota bene lebih mengetahui kronologi proses pembebasan lahan itu. Apakah tidak sebaiknya mereka memberikan klarifikasi yang sebenarnya kepada publik,” ujar istri Bupati Tegal itu.
Bersikap Pasif
Sementara itu, Koordinator Aliansi Gerakan Mahasiswa Tegal Didi Kusaeri membeberkan, keberadaan panitia pengadaan tanah Jalingkos yang terkesan bersikap pasif. Padahal, kasus Jalingkos yang kini menimpa Bupati Tegal terlanjur menjadi isu publik di tingkat lokal maupun regional.
”Maka sudah semestinya nama-nama yang pernah duduk di kepanitian pengadaan tanah Jalingkos ini untuk memberikan semacam penjelasan kepada publik terkait kasus ini. Bahwa dalam konteks sistem kerja, idealnya merekalah yang lebih memahami mekanisme kerja, termasuk juga kenapa sampai terjadi penyimpangan di dalamnya,” jelasnya.
Didi menjelaskan, penyimpangan yang terjadi dalam proses pembebasan lahan di Dukuh Salam yang menyeret Edy Prayitno dan Budi Haryono ke penjara itu, tidak logis jika langsung dibebankan tuduhannya pada Agus Riyanto. Sebab, ada struktur kepanitiaan dan sistem kerja yang menjalankan SK Bupati Tegal.
”Dalam bayangan kami, mereka semestinya proaktif memberikan penjelasan di sekitar pelaksanaan pembebasan lahan itu kepada masyarakat. Ini adalah wujud dari akuntabilitas dan hak publik yang harus dipenuhi,” jelasnya.
( Dwi Putra GD / CN34 / JBSM )
0 komentar:
Posting Komentar