Minggu, 27 November 2011

Membongkar Radikalisme Agama

SLAWI - Mulai tahun 2000-2011 Indonesia diguncang oleh serangkaian peristiwa bom disejumlah tempat. Lalu apakah ini yang dilakukan oleh umat islam atau hanya sekelompok gerakan yang telah diidentifikasi polisi bahwa pelaku bom masih saling terkait dengan peristiwa terdahulu seperti Negara Islam Indonesia (NII) kelompok islam garis keras dan lainnya.
Bertempat di gedung rakyat Slawi, RMI NU Kabupaten Tegal mengadakan khalaqoh Ulama se Kabupaten Tegal, dengan tema Revitalisasi Tradisi NU dan pengaruh gerakan trans Nasional di Idonesia dengan narasumber, Rois Syuriah PBNU, Prof DR Masdar F Masudi, mantan anggota Jamaah Islamiyah (JI) Nasir Abas, dan Pakar Hukum Tata Negara Undip, Hasyim Asyari.
Halaqoh ulama yang dimotori oleh RMI NU Kabupaten Tegal tersebut di moderatori Drs Muslih MSI. Dalam mengawalinya Muslih menyampaikan bahwa dalam sejarahnya mulai dari zaman Ali bin Abithalib sudah pernah terjadi pertentangan antar kelompok islam, yakni khowarij dan syiah. Fenomena dunia modern seperti sekarang ini tidak lepas dari sejarah masa lalu, yang mana sekarang muncul propaganda dari negara-negara barat, sampai memunculkan islam garis keras dan teroris.
Sebelum sampai ke pembahasan islam dan NU sendiri seperti apa melakukan komitmennya kepada negara Indonesia. Mantan anggota JI, Nasri Abas diberikan waktu terlebih dahulu untuk menceritakan tentang apa yang dilakukan JI.
Menurut Nasir Abas, JI itu berasal dari NII, dimana didalamnya mempunyai tiga wilayah garapan, yakni masalah ekonomi yang mengurusi pembiayaan kelompok, wilayah militer dan wilayah yang akan digarap yang menurut JI beertentangan dengan yang di fahaminya, termasuk salah satunya Indonesia.
Anggota JI belajar militer di afganistan, yang dilakukannya sekarang ini adalah melakukan gerakan militer dengan menyerukan aksi pembalasan pembunuhan kepada amerika ataupun sekutunya. Hal ini karena masalah yang dialami Osama bin Laden. Ia menjelaskan, JI sekarang ini sukanya mengkafirkan orang-orang yang tidak sepaham dengannya termasuk dirinya juga pernah mengkafirkan orang NU.
“Yang dilakukan JI di NKRI ini adalah masuk melalui pendidikan seperti ponpes, dakwah dengan menggunakan bakti sosial, dan militer caranya membela orang islam. Yang saya lakukan sekarang ini adalah berusaha meluruskan teman-teman saya bahwa yang dilakukan JI itu tidak benar,” katanya.
Narasumber ke dua, Hasyim Asy’ari yang menyampaikan tentang relasi dan silam di Indonesia: pengalaman NU, menjelaskan, bahwa titik konflik yang menonjok di Indonesia di antaranya diwarnai oleh relasi negara dan agama. Konflik ini dapat melibatkan antara otoritas negara versus warga negara dan konflik antar warga negara.
Hasyim Asy’ari menceritakan tentang sejarah NU dan berdirinya NKRI, dimana dalam akhir penyampainya mengatakan relasi negara dan Islam di Indonesia diwarnai oleh ketegangan dan moderasi, pengalaman NU setidaknya menggambarkan dinamika relasi itu. Pada akhirnya relasi negara dan Islam di Indonesia adalah pilihan. Pengalaman NU dapat dipilih sebagai pelajaran bahwa relasi negara dan silam di Indonesia tidak selalu ditempuh melalui jalur ketegangan yang berwatak kekerasan. Namun melalui jalur moderasi dan toleransi.
Sementara Narasumber ketiga, Masdar F Masudi, menyampaikan Negera islam versus negara pancasila, dimana sebenarnya negara islam sebagai konsep kekuasaan itu tidak ada dalam quran. Bukanlah negara islam yang didengungkan tetapi lebih pada negara islami. Artinya negara yang damai tanpa ada kekerasan seperti yang diajarkan oleh Nabi Muhammad pada saat mendirikan negara madinah. (fat)
Sumber Berita : http://www.radartegal.com/index.php/

0 komentar:

Posting Komentar