SUASANA lokasi Pameran Produk Unggulan dan Pasar Rakyat Kabupaten Tegal di open space depan terminal Slawi, saat ini semakin sepi. Keadaan itu seiring dengan sudah berakhirnya pameran produk unggulan, dan yang ada sekarang ini tinggal pasar rakyat.
Kondisi itu bertambah sepi, karena sejumlah pedagang maupun usahawan lain lebih memilih untuk tidak lagi berdagang di lokasi tersebut. Pasalnya, disinyalir adanya sejumlah pungutan liar (pungli) oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Selain itu, juga semakin sedikitnya usahawan yang menggelar dagangan di lokasi itu.
Hal ini berpengaruh pada menurunnya jumlah pengunjung yang mendatangi pasar rakyat. Hal itu perlu menjadi catatan panitia penyelenggara dalam melaksanakan pameran dan pasar rakyat mendatang, agar pelaksanaannya tidak tercoreng oleh ulah sekelompok oknum tidak bertanggung jawab.
“Kami tidak lagi berdagang di pasar rakyat, karena pungutan hariannya terlalu besar,” kata Safrudin, salah seorang pedagang makanan kecil yang hanya berdagang saat digelar pameran produk unggulan.
Dikatakan Safrudin, pihaknya berdagang di lokasi itu sekitar empat hari, sejak dibukanya pameran Rabu (25/5) sampai ditutup Sabtu (28/5) lalu.
Adapun selama digelarnya pasar rakyat sampai Senin (6/6) mendatang, dirinya mengaku enggan meneruskan berdagang di lokasi itu. Selain pengunjung semakin sedikit, pungutan dari oknum juga terlalu memberatkan dirinya yang hanya berdagang makanan kecil.
Menurut dia, pungli terjadi sejak awal dibukanya pameran dan pasar rakyat. Dimana sejumlah oknum menawarkan lokasi dagang melebihi nilai yang dipatok panitia. Jika panitia hanya mematok Rp 250 ribu untuk setiap satu pangkalan dagang, oknum tersebut menjual kepada pedagang sekitar Rp 400 ribu.
“Ini yang mencoreng panitia penyelenggara,” ucap Safrudin. Lucunya lagi, jelas dia, yang dijual oleh oknum adalah wilayah bahu atau trotoar jalan. Padahal sepengetahuannya, lapak yang disewakan kepada pembeli adalah bagian dalam gapura pameran.
“Kami mohon agar ini menjadi perhatian panitia, khususnya dalam pelaksanaan kegiatan yang sama mendatang,” pintanya.
TERLALU MAHAL
Disisi lain, sesuai informasi sejumlah pedagang lain, yang cukup memberatkan diluar sewa lapak juga adanya pungutan harian. Setiap pedagang seperti bakso atau mie ayam misalnya, dipungut seharinya sekitar Rp 20 ribu. Bahkan ada yang dipungut lebih tinggi hingga Rp 50 ribu perhari, yakni sejumlah pedagang kecil. “Bagaimana kami dapat untung? Mending kami mundur saja. Apalagi saat ini mulai sepi,” ujar pedagang asal Desa Pedagangan Kecamatan Adiwerna, Damsiki.
Padahal, usaha dagang mereka hanya jajanan gorengan. Namun pungutan dari oknum, menurutnya, terlalu besar. Hal itu membuat pihaknya enggan meneruskan berdagang sampai pelaksanaan pasar rakyat selesai.
Sebenarnya, banyak usahawan bahkan pedagang yang ingin terus berjualan di lokasi pasar rakyat. Apalagi sejak awal dibukanya, animo masyarakat sangat bagus.
Kondisi itulah yang menurut sejumlah pedagang perlu disikapi agar pelaksanaan kegiatan yang sama tidak tercoreng oleh ulah oknum yang tidak bertanggung jawab.
Yang perlu menjadi catatan panitia pelaksana, juga terkait sarana. Jika memang pelaksanaan kegiatan dipihakketigakan dengan Event Organizer (EO), seharusnya panitia berani menegur EO itu. Namun yang pihaknya lihat, kekurangan itu terkesan didiamkan.
Sumber Berita : Radar Tegal, 3 Juni 2011
0 komentar:
Posting Komentar