Nusantara kita, Indonesia Raya, adalah negara kepulauan terbesar di dunia, yang berdasarkan publikasi PBB pada tahun 2008, Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki 17.480 pulau yang dikelilingi garis pantai sepanjang 95.181 km, yang menempatkan Indonesia pada urutan ke empat negara pemilik garis pantai terpanjang di dunia, setelah Amerika Serikat, Kanada dan Rusia.
Peta wilayah Indonesia Raya
Maka sudah selayaknya kita bersyukur kepada Allah atas anugerah ini. Betapa kayanya bangsa kita. Kalau kita duduk di tepi pantai, memandang ke arah laut lepas, maka kita akan sadar betapa kayanya bangsa kita ini. Di dalam laut itu tersimpan kekayaan sumberdaya hayati dan mineral yang tak terkira nilainya.
Betapa indahnya pantai nusantara
Tapi sadarkah kita, bahwa dibalik keindahan itu, dari tengah laut yang kita pandang itu, ada ancaman teror yang sangat mengerikan, yang senantiasa mengintai. Ancaman itu bisa datang tiba-tiba, kapanpun, mungkin di pagi yang cerah atau di malam yang melelapkan.
Ancaman ini bisa muncul di sepanjang kawasan pantai Indonesia, terutama pesisir barat Sumatera, pesisir selatan Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, pesisir utara Papua, Maluku dan Sulawesi, serta pesisir timur Kalimantan. Kalau teror itu datang, dia akan menyisakan kegetiran, atas hancurnya harta benda dan terenggutnya jiwa.
Apakah ancaman teror itu? Ya, Tsunami.
Teror tsunami siap memangsa korban
Apakah itu Tsunami?
Tsunami berasal dari kata :
Tsu = Pelabuhan
Nami = Gelombang
Tsunami didefinisikan sebagai gelombang laut yang terjadi karena adanya gangguan impulsif pada laut. Gangguan impulsif tersebut terjadi akibat adanya perubahan bentuk dasar laut secara tiba-tiba dalam arah vertikal (Pond and Pickard, 1983) atau dalam arah horizontal (Tanioka and Satake, 1995).
Perubahan bentuk tersebut disebabkan oleh tiga sumber utama, yaitu gempa tektonik, letusan gunung api, atau longsoran yang terjadi di dasar laut (Ward, 1982). Pada kasus yang spesifik, tsunami juga dapat ditimbulkan karena jatuhnya meteor raksasa di laut. Dari keempat sumber tersebut, gempa tektonik lebih dominan merupakan penyebab utama tsunami di Indonesia (Puspito dan Triyoso, 1994).
Tsunami Aceh pada 26 Desember 2004 misalnya muncul sebagai akibat terjadinya pergeseran lempeng samudera Indonesia yang menyebabkan gempa tektonik 9,4 skala richter. Tsunami ini melanda 10 negara di Asia Tenggara, Asia Selatan dan Timur Afrika, menyebabkan lebih dari 283.100 orang tewas, 11.000 masih masuk daftar orang hilang, serta 1.126.900 orang kehilangan tempat tinggal. Korban terbesar adalah Indonesia. Korban tewas di Aceh saja tercatat tidak kurang dri 165.000 orang.
Pergerakan gelombang tsunami Aceh 26 Desember 2004
Sedangkan gempa karena letusan gunungapi Krakatau pada 27 Agustus 1883 menjadi pemicu munculnya tsunami setinggi 30 meter di Selat Sunda, yang menewaskan sekitar 36.000 orang ketika itu.
Pergerakan gelombang Tsunami Krakatau 27 Agustus 1883
Gelombang tsunami yang terjadi akibat deformasi di dasar laut memiliki karakteristik sebagai berikut:
• Memiliki panjang gelombang sekitar 100-200 km atau lebih.
• Memiliki perioda 10-60 menit
• Kecepatan perambatan gelombang bergantung pada kedalaman dasar laut.
Pembentukan tsunami dilihat dari satelit
dimana : v = kecepatan gelombang ; g = percepatan gravitasi ; h = kedalaman laut
Gempa pembangkit tsunami biasanya memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
• Lokasi episenter terletak di laut.
• Kedalaman pusat gempa relatif dangkal, kurang dari 70 km.
• Memiliki magnitudo besar M > 7.0 SR
• Mekanisme pensesarannya adalah sesar naik (thrusting fault) dan sesar turun (normal fault)
Mekanisme pembentukan tsunami
Kedatangan tsunami sebenarnya dapat dikenali secara visual. Jika pantai mengalami surut tiba-tiba, segera setelah terjadi gempa, maka dipastikan akan terjadi tsunami. Maka tindakan yang harus dilakukan adalah segera menyelamatkan diri ke arah bukit terdekat atau zona evakuasi yang ditetapkan Pemerintah, jika ada.
Dari arah pantai, gulungan ombak laut yang datang, tidak bisa dibedakan antara gelombang karena angin dan gelombang karen tsunami. Hal ini yang menyebabkan kedatangan tsunami seringkali tidak cepat disadari.
Perbedaan mekanisme pembentukan gelombang laut karena angin dan tsunami
Sistem Peringatan Dini Tsunami di Indonesia
Pemerintah Indonesia, dengan bantuan negara-negara donor, telah mengembangkan Sistem Peringatan Dini Tsunami Indonesia (Indonesian Tsunami Early Warning System - InaTEWS). Sistem ini berpusat pada Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) di Jakarta.
Fasilitas Pusat Pemantau Gempa dan Tsunami BMKG
Sistem ini memungkinkan BMKG mengirimkan peringatan tsunami jika terjadi gempa yang berpotensi mengakibatkan tsunami. Sistem yang ada sekarang ini sedang disempurnakan. Kedepannya, sistem ini akan dapat mengeluarkan 3 tingkat peringatan, sesuai dengan hasil perhitungan Sistem Pendukung Pengambilan Keputusan (Decision Support System - DSS).
Pengembangan Sistem Peringatan Dini Tsunami ini melibatkan banyak pihak, baik instansi pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga internasional, lembaga non-pemerintah. Koordinator dari pihak Indonesia adalah Kementrian Negara Riset dan Teknologi (RISTEK). Sedangkan instansi yang ditunjuk dan bertanggung jawab untuk mengeluarkan INFO GEMPA dan PERINGATAN TSUNAMI adalah BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika). Sistem ini didesain untuk dapat mengeluarkan peringatan tsunami dalam waktu paling lama 5 menit setelah gempa terjadi.
Sistem Peringatan Dini memiliki 4 komponen:
1. Pengetahuan mengenai Bahaya dan Resiko, Peramalan, Peringatan, dan Reaksi.
2. Observasi (Monitoring gempa dan permukaan laut)
3. Integrasi dan Diseminasi Informasi
4. Kesiapsiagaan.
Sebuah Sistem Peringatan Dini Tsunami adalah merupakan rangkaian sistem kerja yang rumit dan melibatkan banyak pihak secara internasional, regional, nasional, daerah dan bermuara di Masyarakat.
Sistem kerja InaTEWS
Apabila terjadi suatu Gempa, maka kejadian tersebut dicatat oleh alat Seismograf (pencatat gempa). Informasi gempa (kekuatan, lokasi, waktu kejadian) dikirimkan melalui satelit ke BMKG Jakarta. Selanjutnya BMG akan mengeluarkan INFO GEMPA yang disampaikan melalui peralatan teknis secara simultan. Data gempa dimasukkan dalam DSS untuk memperhitungkan apakah gempa tersebut berpotensi menimbulkan tsunami. Perhitungan dilakukan berdasarkan jutaan skenario modelling yang sudah dibuat terlebih dahulu. Kemudian, BMKG dapat mengeluarkan INFO PERINGATAN TSUNAMI. Data gempa ini juga akan diintegrasikan dengan data dari peralatan sistem peringatan dini lainnya (GPS, BUOY, OBU, Tide Gauge) untuk memberikan konfirmasi apakah gelombang tsunami benar-benar sudah terbentuk. Informasi ini juga diteruskan oleh BMKG.
Dart Buoy telah disebar di 15 lokasi perairan Indonesia di kawasan berpotensi tsunami
BMKG menyampaikan info peringatan tsunami melalui beberapa institusi perantara, yang meliputi (Pemerintah Daerah dan Media). Institusi perantara inilah yang meneruskan informasi peringatan kepada masyarakat. BMKG juga menyampaikan info peringatan melalui SMS ke pengguna ponsel yang sudah terdaftar dalam database BMKG. Cara penyampaian Info Gempa tersebut untuk saat ini adalah melalui SMS, Facsimile, Telepon, Email, RANET (Radio Internet), FM RDS (Radio yang mempunyai fasilitas RDS/Radio Data System) dan melalui Website BMG (www.bmg.go.id).
Apakah Pemerintah peduli bagi keselamatan rakyat terhadap teror tsunami?
Pemerintah tidak cukup serius memberikan perlindungan bagi rakyatnya, seperti juga yang dilakukannya di setiap tatanan kehidupan rakyat yang lain. Presiden lebih serius mengurusi koalisi daripada hal-hal yang menyangkut pembelaan kepada rakyatnya.
Pemerintah merasa cukup dengan membangun InaTEWS yang jauh dari kecukupan untuk mengendus teror tsunami yang mengancam hampir separo garis pantai Republik ini.
Pemerintah juga sebenarnya sudah melakukan sosialisasi mengenai tsunami di beberapa daerah. Tetapi sosialisasi ini tidak masif dan simultan. Hanya sekedar basa-basi, bahwa Pemerintah sudah berbuat sesuatu untuk rakyatnya.
Padahal yang seharusnya lebih difokuskan oleh Pemerintah adalah bagaimana tindakan darurat jika tsunami sudah terbentuk. Tidak cukup hanya dengan InaTEWS, urusan tsunami selesai.
Belajar dari Jepang, negeri sakura dengan sejuta gempa. Jepang diakui dunia karena kesigapan bangsa ini menghadapi gempa. Dengan sistem peringatan dini tsunami yang sudah maju, pembangunan sistem pembendung ombak di sepanjang pantai, sistem penyebaran informasi yang efektif dan sistem evakuasi tsunami yang sudah terpola, tak ayal tsunami 11 Maret 2011 yang lalu nyatanya meminta korban belasan ribu jiwa. Pertanyaannya, apa yang terjadi kalau Pemerintah Jepang memiliki setingkat 'kesigapan' Pemerintah Indonesia?
Pemerintah Republik ini pastinya akan sibuk berwacana mengenai tanggap darurat bencana, Sang Presiden akan mempertimbangkan langkah-langkah dengan hati-hati dan cermat, dan sementara itu sang tsunami sudah dengan suksesnya memorak-porandakan. Bukankah presiden kita suka berwacana? No action as soon as possible, but more talk at first.
0 komentar:
Posting Komentar