’’PERNAHKAH kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya’’. (QS.45:23)
Hawa nafsu, dalam ayat tersebut tentulah nafsu amarah (QS.12:53), yakni nafsu yang cenderung mengajak kepada hal-hal yang dilarang agama. Nafsu ini menempatkan setan dan iblis sebagai pengendalinya. Maka, jadilah orang yang diliputi nafsu itu dalam kendali setan ataupun iblis. Tindakannya melawan syariat dan kebenaran.
Dalam Alquran, disebut pula nafsu yang lain, yakni nafsu muthmainnah (QS.89:27-30), nafsu yang menjadikan pemiliknya tenang dan taat. Manusia yang mendapat nafsu itu akan memperoleh keridaan dari Allah SWT di dunia dan akhirat serta berujung pada dimasukkannya ia ke dalam surga. Nafsu muthmainnah dambaan semua orang beriman. Tentu bukan nafsu itu yang dikecam oleh Allah sebagaimana ayat di atas.
Konteks ayat di atas, ternyata masih sangat relevan dengan perilaku kehidupan manusia masa sekarang. Bedanya, hawa nafsu syaitoniyah di zaman dahulu masih cenderung konvensional, mempunyai ruang lingkup serta metode dan media penyebaran yang terbatas. Namun di zaman modern ini, hawa nafsu syaitoniyah dikemas dengan sangat canggih. Banyak metode yang digunakan dan banyak media yang bisa dilibatkan.
Kemajuan teknologi, terutama di bidang IT (information technology) membuka akses hawa nafsu itu untuk berkembang biak dengan cepat. Pornografi yang tersebar dalam ribuan situs, judi online yang makin merebak, penipuan-penipuan lewat internet, serta kejahatan dunia maya lainnya.
Metode kejahatan pun makin canggih, rapi, dan terorganisasi. Misalnya pembobolan bank dan pencucian uang yang biasanya melibatkan orang dalam, atau peredaran narkoba yang kadang juga melibatkan aparat hukum.
Namun kita pun tidak boleh lupa, bahwa teknologi itu merupakan hasil karya manusia yang menjadikan hidup kita makin mudah dan menyenangkan. Teknologi IT misalnya, menjadikan dakwah kita tersiar hingga tempat jauh, disiarkan secara langsung (live), serta disaksikan berjuta-juta pemirsa di depan televisi. Lewat internet, dakwah bisa dipublikasikan kepada banyak orang dan diakses oleh siapa pun. Media televisi dan internet menjadikan sarana dakwah efektif dan efisien, berdaya guna, serta berhasil guna.
Manfaat dan Maksiat
Internet melahirkan banyak kemudahan-kemudahan dengan munculnya e-banking, e-commerce, e-government, e-learning, dan banyak lagi yang menjadikan hidup ini lebih hemat. Jadilah teknologi bak pisau bermata ganda. Bisa mendatangkan kemudahan dan manfaat, namun bisa pula menjadi maksiat yang menjerumuskan manusia.Dalam hal ini, agama mempunyai posisi yang sangat strategis. Ia memberikan arahan kepada manusia agar selalu hidup dalam hidayah Allah. Agama Islam memang tidak memaksa manusia untuk mengikuti petunjuk Allah, jadi tidak ada paksaan untuk berislam. Namun telah jelas, mana yang benar dan mana yang sesat, begitu firman Allah dalam kitab-Nya.
Alquran sebagai kitab Allah juga mengenalkan dirinya sebagai petunjuk yang akan menjamin manusia yang mengikutinya selamat dunia dan akhirat. Demikianlah kehidupan, pertarungan keburukan dan kemaksiatan. Teknologi modern dari luar menekan dan berbenturan dengan kebenaran serta keimanan dari dalam.
Itulah misi iblis yang bersumpah akan menjerumuskan manusia hingga hari kiamat.
Namun berbekal agama dan iman yang kuat, maka godaan dapat ditangkal. Ditambah penguasaan iptek, banyak kemudahan dan kenikmatan bisa didapat. Inilah yang akan menciptakan syukur yang bisa menjadi tameng agar kita makin dekat kepada-Nya.
Bila potensi dari dalam sanggup mengalahkan serangan dari luar, maka tampillah kita sebagai manusia yang menang, sesuatu yang tengah kita upayakan dalam bulan Ramadan ini. Selamat mengejar kemenangan. (Dr Ir Edi Noersasongko MKom, Rektor Universitas Dian Nuswantoro Semarang-59)
Sumber Berita : http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2011/08/13/156033/
0 komentar:
Posting Komentar