SEMARANG - Polda Jawa Tengah berhasil membekuk komplotan pembuat dan pengedar uang palsu (upal) yang diotaki seorang pensiunan pegawai negeri sipil (PNS). Komplotan ini mengklaim telah mencetak upal sedikitnya Rp 650 juta, Rp 150 juta di antaranya telah beredar di Jawa Tengah.
Komplotan tersebut dipimpin Darudin (52), warga Songgom Lor Blok SD, Songgom, Kabupaten Brebes.
Ia memimpin tiga pekerja asal Kabupaten Tegal, yakni Boedi Sapoetra (47), warga Desa Dukuh Waru, Kecamatan Dukuh Wuni; Noerochim (44), warga Jalan Salak Desa Procot, Kecamatan Slawi, dan Jaedin (50) warga Desa Karangdowo, Kecamatan Margasari.
“Home industry” ini berpusat di rumah kosong milik Boedi Sapoetra, seorang pensiunan PNS Dinas Pekerjaan Umum Pemkab Tegal sekaligusahli komputer yang mengotaki desain hingga rekayasa pencetakan upal. Keempatnya ditangkap dalam penggerebekan yang dipimpin Kasubdit I Keamanan Negara Direskrimum Polda Jateng AKBP Cornelius Wisnu A Pamungkas di rumah kosong milik Boedi di Desa Pagiyanten, Adiwerna Kabupaten Tegal, Rabu (10/8) pukul 00.30 dini hari.
Kapolda Jateng Irjen Didiek Sutomo Tri Widodo didampingi Direskrimum Kombes Bambang Rudi, mengatakan, pihaknya berhasil mengungkap kasus tersebut setelah melakukan penyelidikan lebih kurang satu minggu.
“Pengakuan tersangka, mereka telah mencetak sebanyak Rp 650 juta. Sekitar Rp 100 hingga Rp 150 juta sudah diedarkan. Kami sedang menyelidiki lebih lanjut karena diduga komplotan ini terkait jaringan lain,” katanya dalam gelar perkara di Mapolda Jateng, Kamis (11/8).
Berbeda dengan aksi serupa yang mencetak uang pecahan Rp 100 ribu, Boedi dkk khusus memproduksi upal pecahan kecil dari Rp 2 ribu, Rp 5 ribu, Rp 10 ribu dan Rp 20 ribu. Produk itu sesuai dengan target pasar mereka yakni kalangan menengah ke bawah yang banyak membutuhkan uang untuk merayakan Lebaran.
Disinyalir, sebagian uang diedarkan melalui calo jasa penukaran uang yang bertebaran di jalan-jalan.
Dari ratusan juta uang yang diklaim telah diproduksi itu, yang sudah disita baru Rp 11,3 juta. Selain upal, barang bukti lain adalah alat-alat produksi yang terdiri atas satu komputer, 12 screen sablon, meja sablon, printer, satu jerigen cairan sablon, dua botol bubuk mutiara, cat pewarna, mal gambar orang. Temasuk pula beberapa pisau, obeng, setrika, dan perekat.
Menurut Kombes Bambang Rudi, secara umum upal produksi Tegal ini kualitasnya berada di level dua karena diproduksi secara manual dengan alat sablon. Kendati begitu, sepintas secara fisik sulit dibedakan karena telah dilengkapi beberapa unsur uang asli. Baik kekasaran permukaan, pita emas, maupun tanda air.
“Di bawah sorotan sinar ultraviolet, upal ini sepintas sama persis,” katanya.
Pembuatan upal ini, seperti diungkapkan tersangka Boedi, dimulai dari men-scan uang asli pecahan Rp 20 ribu, Rp 10 ribu, Rp 5 ribu dan Rp 2 ribu.
Gambar kemudian diolah di komputer untuk dijadikan film yang akan digunakan dalam mal sablon. Proses pencetakan uang kemudian dilakukan secara manual menggunakan sablon. Dua sisi cetakan itu lalu direkatkan kemudian dipotong.
“Saya hanya diajak saja karena keahlian saya di komputer. Saya kemudian membuat contoh uang pertama senilai Rp 7 juta. Semua uang hasil produksi kami diambil oleh orang yang memesan itu,” kata tersangka.
Mereka akan dijerat Pasal 244 KUHP tentang Uang Palsu dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara. (H68,J12-43)
Sumber Berita : http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2011/08/12/155933/
0 komentar:
Posting Komentar