Berawal dari keresahan atas kerusakan lingkungan, Endar Progresto tergerak untuk melakukan penghijauan. Dengan pendekatan yang humanis, dia berhasil mengajak masyarakat peduli terhadap alam.
ENDAR gelisah ketika mendapati banyak sumber air di sekitar rumah surut. Dia menghubung-hubungkan fenomena itu dengan kerusakan alam di sekelilingnya. Berbagai pertanyaan pun berkecamuk. ’’Akankah kerusakan ini dibiarkan saja? Lalu, bagaimana nasib anak cucu di masa depan? Haruskah mereka menanggung kelalaian leluhurnya?’’
Tidak! Endar pun tegas menjawab kegelisahan hati. Jawaban itu menjadi tekad kuat yang mencambuknya agar berkarya sehingga anak cucu tak diwarisi alam yang rusak.
Dia pun mulai bergerak dengan mengajak warga untuk berikhtiar memperbaiki lingkungan hidup. Ternyata, usaha itu tak sia-sia.
Mata air-mata air yang semula kering bermunculan kembali. Warga pun tak kesulitan mencari air untuk keperluan sehari-hari dan pertanian.
Siapa Endar Progresto? Pria berusia 43 tahun itu baru saja ditetapkan sebagai juara Alam Wana Lestari 2011 tingkat nasional kategori Kader Konservasi Alam. Alam Wana Lestari adalah lomba penghijauan dan konservasi yang rutin digelar Kementerian Kehutanan.
Endar adalah warga Desa Klego, Kecamatan Klego, Boyolali. Dia alumnus Jurusan Seni Rupa Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Sekarang, julukan sebagai aktivis lingkungan kerap diterimanya. Apalagi tahun lalu dia juga memenangi lomba yang sama untuk kategori Penyuluh Kehutanan.
’’Menjadi juara betul-betul bukan tujuan saya. Apa yang saya lakukan bukan untuk materi atau penghargaan lain, lebih sebagai tanggung jawab moral terhadap lingkungan,’’ kata Endar. Kiprah Endar dalam menyelamatkan lingkungan bisa ditengok pada kondisi Bukit Wonopotro yang berada tidak jauh dari rumahnya. Bukit itu sekarang telah menghijau.
Padahal dulu Wonopotro gundul dan tandus akibat penebangan liar. Pada 2000, Endar aktif mengampanyekan penghijauan bukit dengan luas puluhan hektare tersebut. Mulai pertengahan tahun 2000-an, hasil penghijauan itu mulai terlihat dengan kemunculan kembali sumber-sumber air. Menurut dia, berkampanye mengenai kepedulian lingkungan terbit dari kesadaran sendiri. Tak ada ikatan dinas, begitu istilah Endar.
Bagaimana cara Endar, seorang sarjana seni rupa, mengampanyekan kesadaran akan lingkungan hidup? Dengan hati. Itulah modal Endar ketika memulai gerakan kepedulian lingkungan.
’’Saya memang tak punya basic ilmu lingkungan hidup. Saya juga tak punya teori yang muluk-muluk tentang lingkungan. Hal yang saya punya adalah hati dan keiklasan, itu saja,’’ tuturnya.
Maka Endar pun bicara tentang konservasi alam dalam sebuah pentas wayang kulit. Bahkan kesadaran lingkungan menjadi topik pembicaraan dalam pesta hajatan. Pendek kata, apa pun jadi. Tak sekadar berbicara, Endar juga mempraktikkannya langsung. Dia menggalakkan penghijauan di sekitar Waduk Bade bersama kelompok peduli lingkungan Bade Community.
Endar juga bergerak bersama kelompok Remaja Cinta Menanam di Dukuh Pelem Putih, Jambean, Sambirejo. Dia ikut berkiprah dalam kelompok menanam di areal Wonopotro bersama masyarakat Sangge. Bersama Pemerintah Desa Klego, Endar ikut aktif membuat Peraturan Desa (Perdes) tentang Larangan Berburu di Kawasan Hutan Wonopotro.
Dia juga menangkarkan merak dan rusa bersama Karang Taruna Ikatan Muda Mudi Tanah Glagahombo (Imtag). “Terkadang dongeng tentang kawasan yang angker dari nenek moyang merupakan kearifan lokal yang sarat akan nilai konservasi. Dengan dongeng itu, ternyata orang tidak sembarangan menebang pohon,’’ jelasnya.
Pelecut Semangat
Melihat hasil kampanye sekarang, Endar sempat merasa fenomena ini seperti mimpi yang menjadi kenyataan. Dengan menggunakan nurani, dia tak lagi sendirian dalam menjaga alam.Dia bukan hanya membuat sumber air di sekitar rumah yang kering muncul kembali. Lebih dari itu, Endar juga mampu menembus wilayah lain dalam pelestarian lingkungan. Sebuah pencapaian yang sungguh tak terbayangkan. ’’Saya yakin masyarakat Jawa itu selalu tergerak jika diuwongke. Itulah yang saya maksud dengan hati,’’ tegasnya.
Namun, kampanye yang dilakukan Endar juga memiliki konsekuensi. Dia sering mendapat cercaan dengan disebut sebagai orang yang kurang kerjaan.
Semula juga banyak yang menyangsikan kiprahnya tersebut bisa menuai keberhasilan. Endar tak menganggap itu sebagai penghalang. Sebaliknya, dia menjadikan cercaan sebagai pelecut semangat menghadapi tantangan.
’’Dalam melakukan kampanye lingkungan, saya menggunakan media apa saja. Karena tak ada ikatan dinas, tentu juga tidak ada jadwal yang tetap. Dimana saja, kapan saja. Inilah langkah sosialisasi kepada masyarakat,’’ jelas dia.
Menurutnya, peduli terhadap lingkungan harus dimulai dari diri sendiri. Setelah itu, baru mencoba mengajak yang lain. Akan lebih baik jika kemudian mampu menjadi sebuah gerakan kebersamaan. Dalam penilaiannya, konservasi alam adalah hal yang amat mendesak dilakukan lantaran keseimbangan kehidupan telah terganggu kerusakan lingkungan.
’’Teknologi semacam televisi dan internet sangat mungkin melenakan generasi sekarang. Jangan kaget bila mereka rentan lupa terhadap alam dan lingkungan. Inilah yang harus terus-menerus diingatkan kepada generasi muda agar alam tidak semakin merasa kesakitan,’’ ujar Endar. Dari rumah sederhana di Klego, Endar selalu siap menjaga lingkungan. Dia selalu menyisihkan penghasilan dari percetakan dan studio foto miliknya untuk konservasi alam.
Kampanye kepedulian alam yang dipeloporinya bahkan sudah menjadi program lintas wilayah, tak terbatas di wilayah Klego atau Boyolali. Endar kini juga menyuarakan kesadaran akan konservasi alam di beberapa desa di wilayah Klaten.
“Saya selalu bersemangat mengajak masyarakat memahami pentingnya penghijauan. Semua ini demi anak cucu kita di masa depan.” (Wisnu Kisawa-65)
Sumber Berita : http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2011/10/17/163028/
0 komentar:
Posting Komentar