Sabtu, 07 April 2012

Paskah dalam Balutan Beskap

SEMARANG- Sejumlah prajurit berpakaian beskap lengkap dengan jarik, blangkon, dan senjata tombak mendatangi Yesus yang sedang berdoa di Taman Getsemani. Yudas Iskariot, murid Yesus yang berkhianat, mengantar prajurit tersebut untuk menangkapnya. Terjadilah sebuah drama penangkapan oleh para prajurit berseragam adat Jawa. Kemudian Yesus dibawa di Balai Pengadilan Imam Agung dan Balai Pengadilan Pilatus.
Pengadilan pun memutuskan parjurit menyalibkan Yesus. De­ngan memanggul salib, dia terus me­nerima siksaan prajurit berupa cambuk dan tendangan serta pukulan hingga disalib di Golgota. Isak ta­ngis para pengikut yang ber­pakai­an kebaya dan beskap pun tak hen­ti-hentinya mengiringi pe­ngorbanan.
Ya, dalam cerita visualisasi yang sebenarnya parjurit yang me­nangkap Yesus adalah prajurit Ro­mawi yang berseragam baju besi lengkap dengan tameng dan pe­dang di tangannya. Para pengikut Yesus pun tak luput dari balutan busana adat Jawa kebaya.
Lantas apakah ada yang salah dalam visualisasi proses penyalipan Yesus Kristus yang digelar umat Kris­ten di wilayah Santa Angela Merici Candi Baru Paroki Karang­pa­nas, di Kapel RS Elisabeth, Se­marang, Jumat (6/4). Jawabnya, tidak. Semua kostum yang dipakai para ”aktor dadakan”  teatrikal berjudul ”Balada Kisah Sengsara Ye­sus Kristus” tersebut memang sengaja menggunakan adat Jawa.
Ketua wilayah Santa Anggela Me­rici Candi Baru Paroki Karangpanas yang juga sebagai Dirut RS Elisabeth Semarang dr E Nin­dya­wan mengatakan, pihaknya sengaja memilih pakaian adat Jawa untuk akulturasi budaya.
Para aktornya juga beragam, yaitu melibatkan karyawan rumah sakit, mahasiswa, dan keluarga dokter. ”Karena kita hidup dan tinggal di Jawa maka kita mencoba menggunakan pakaian adat Jawa untuk menjunjung budaya daerah,” katanya.
Namun, menurutnya, busana adalah sebatas hanya sebuah kemasan luar saja. Yang terpenting adalah esensi dari pesan yang disampaikan dalam visualisasi tersebut, yaitu pengorbanan Ye­sus Kristus. ”Makna visualisasi tersebut un­tuk mengingatkan kepada umat betapa sulitnya perjuangan Yesus menyebarkan ajaran Tuhan, sehingga umat dapat meningkatkan keimanan serta membangun spiritual dan setelah melihat drama ini akan menambah keimanan dalam meniti kehidupan akan semakin baik,” ujarnya.
Usai visualisasi, dilanjutkan dengan Misa Jumat Agung yang dipimpin oleh Romo Krisna Odokarmell dari Malang Jawa Timur.
Visualisasi jalan salib juga dimainkan sekitar 35 mudika Gereja ST Teresia Bongsari, Semarang Barat yang tergabung dalam Teater Lentera, Jumat (6/4) pagi. Mengambil tema Aksi Puasa Pembangunan (APP) tahun ”Katolik Sejati Harus Peduli dan Berbagi”, para pemain tak sekedar ingin memberikan perenungan kepada umat tetapi berusaha mengkritisi kehidupan masyarakat.
Hal itu bisa terlihat dari dialog-dialog yang disampaikan oleh Yesus (Nicolas Rafael), Maria (Anastasia Pita), Maria Magdalena (Tiara), setan (Pika), malaikat (Dian), dan Imam Agung Hanas, dan Kayafas yang dimainkan oleh Rimbowo dan Budi Bongo. Mereka mencoba mengkritisi kehidupan manusia sekarang yang mudah berbuat menyimpang demi mendapatkan uang, memanfaatkan kedudukan dan jabatan untuk kepentingan pribadi, serta tokoh agama yang tidak memberikan ketentraman kepada pengikutnya melainkan justru menjadi provokator. ”Inti dari visualisasi ini bukan sekedar rutinitas untuk mengenang sengsara Yesus, tetapi bagaimana pengorbanan Yesus itu bisa membawa arti dan makna di dalam kehidupan kita sesuai dengan keadaan sekarang,” kata Nicolas Rafael.
Romo Paroki ST Teresia Bongsari, Romo Agustinus Sarwanto SJ mengatakan, pesan moral yang ingin disampaikan dalam visualisasi tersebut adalah bagaimana manusia dengan segala kelemahan dan kekurangan dirinya bisa berani menghadapi tragedi kehidupan.
”Meskipun masing-masing orang mempunyai kelemahan dan kekurangan, mereka tetap harus berhadapan dengan tragedi. Kalau kita berguru pada pengalaman dan mau menjadi murid Yesus, kita bisa mengalahkan namanya tragedi tersebut dan menjadikannya sebagai berkat yang menghasilkan kebaikan. Bukan hanya untuk dirinya tetapi juga bagi banyak orang,” katanya.
Nicolas Rafael menambahkan, untuk menghayati dan memerankan sosok Yesus yang Agung dan mulia dirasa susah. Sebab sebagai manusia, dirinya tak lepas dari dosa dan merasa tidak sempurna. Karena itu, selain melakukan persiapan fisik untuk mendapatkan penjiwaan yang tepat, ia melakukan pendekatan-pendekatan spiritual dengan berdoa devosi khusus kepada Yesus serta mati raga atau puasa beberapa hari sebelum pementasan. (H55,J12-39)
Sumber Berita : http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2012/04/07/182483/Paskah-dalam-Balutan-Beskap

0 komentar:

Posting Komentar