Jumat, 29 Juli 2011

Maafkan Koruptor Marzuki Dikecam

JAKARTA - Ketua DPR Marzuki Alie meminta seluruh elemen masyarakat memaafkan para koruptor.
Pernyataannya itu langsung menuai kecaman dari berbagai pihak.
Pernyataan kontroversial bukan sekali ini saja dilontarkan Marzuki. Sejak menjadi ketua DPR, dia yang juga wakil ketua Dewan Pembina Partai Demokrat berkali-kali mengutarakan statement yang mengundang protes dan kecaman dari berbagai kalangan.
Pernyataannya itu antara lain menyangkut proyek gedung baru DPR, nasib TKI di luar negeri, dan korban tsunami di Mentawai (lihat grafis).
Marzuki mengatakan, usulan agar masyarakat memaafkan koruptor bukannya tanpa syarat. Para koruptor itu wajib membawa pulang uang hasil korupsi yang disimpan di luar negeri ke Indonesia.
”Semua uang kotor yang ada di luar negeri silakan datangkan ke dalam negeri dan dikenai pajak. Kita maafkan, kita berikan pengampunan, tapi laporkan (hartanya), dan semua di-clear-kan. Kita mulai dengan yang baru, terlalu repot menyelidiki masa lalu,” ujar Marzuki di Gedung DPR, kemarin.
Dia mencontohkan, semisal ada uang kotor dari para koruptor yang kembali ke Indonesia sebanyak Rp 1.000 triliun, dan dikenai pajak 20 persen, maka negara akan mendapat pemasukan Rp 200 triliun. Menurutnya, uang tersebut dapat digunakan untuk menyejahterakan masyarakat.
”Rp 200 triliun bisa masuk ke kas negara. Daripada uang itu berputar-putar di luar negeri, di dalam negeri bisa bermanfaat untuk investasi dan sebagainya,” katanya.
Jika para koruptor tersebut melakukan tindak pidana yang sama, maka harus dijatuhi sanksi berat, yakni hukuman mati.
Marzuki juga mengusulkan beberapa langkah guna memberantas korupsi di Indonesia. Pertama, menutup transaksi tunai di atas nominal tertentu. Transaksi diatas nominal tertentu tersebut harus melalui mekanisme perbankan, sehingga menutup terjadinya transaksi gelap. Kedua, menyiapkan rancangan Undang-undang Tipikor dengan memasukkan mekanisme pembuktian terbalik. Tapi dia mengakui untuk menggolkan gagasan pembuktian terbalik itu bukan sesuatu yang mudah.
”Saya yakin (dengan gagasan itu) dalam waktu lima tahun Indonesia dapat bersih. Tetapi itu semua harus ada keberanian politik,” tandas Marzuki.
Wakil Ketua DPR Pramono Anung tidak sepakat dengan usulan Marzuki. Menurutnya, hal itu justru akan memancing orang menjadi semakin ”nakal”.
“Saya tidak setuju. Kalau seperti itu, orang jadi berlomba-lomba menjadi koruptor,” imbuhnya.
Menurutnya, yang diperlukan adalah hukum yang lebih tegas kepada koruptor.
Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie atau Ical juga menentang wacana pemaafan bagi koruptor. Ical menilai, bagaimanapun koruptor harus dihukum. Hal senada diutarakan Wakil Ketua Umum Partai Golkar Fadel Muhammad.
”Tidak ada cerita koruptor dimaafkan,” tegasnya di kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, kemarin.
Fadel menilai, orang yang berpikiran agar koruptor dimaafkan salah memakai logika.
Koordinator Divisi Hukum Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Diansyah mengatakan, usulan Marzuki itu bertentangan dengan Presiden SBY yang sering menyatakan bahwa Demokrat berkomitmen pada pemberantasan korupsi. Usulan itu juga bertentangan dengan keinginan seluruh rakyat Indonesia. Publik ingin koruptor tidak dimaafkan, melainkan dihukum berat.
”Pernyataan ketua DPR sangat menyakitkan rakyat yang menjadi korban korupsi. Pernyataan itu kita pandang sebagai bentuk kompromi dengan koruptor,” kata Febri.
Bedhol Desa
Kemarin, Marzuki juga mengusulkan agar Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) dibubarkan lantaran sejumlah pejabatnya diduga melanggar kode etik karena menemui pihak yang tengah berperkara. KPK perlu dibubarkan jika sudah tidak ada lagi orang yang layak duduk di lembaga ad hoc tersebut.
”Kalau lembaga ad hoc itu sudah tidak bisa dipercaya, apa gunanya kita mendirikannya. Kalau memang terbukti, perlu dipikirkan kembali, apakah bedhol desa atau lembaganya dihilangkan. Kita kembalikan ke lembaga penegak hukum yang ada, dengan pengawasan yang lebih baik,” ujar Marzuki.
Pernyataan tersebut merupakan wujud kekecewaannya atas kabar tersangkutnya sejumlah pejabat KPK dalam kasus suap pembangunan wisma atlet SEA Games.
Wakil Ketua KPK, Chandra M Hamzah dan Deputi Penindakan Ade Rahardja pernah menemui pihak yang sedang berperkara, dan dituding punya kesepakatan dengan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum. Menurutnya, KPK sampai saat ini sama sekali tidak memberi perubahan, bahkan lebih banyak melakukan manuver politik daripada memberantas korupsi.
Pendapat berbeda dikemukakan Wakil Ketua DPR Pramono Anung. Ia menyatakan, jika ada pelanggaran kode etik yang dilakukan pimpinan KPK, maka tidak serta merta KPK secara kelembagaan ikut disalahkan.
”Cukup yang bermasalah saja yang diberi sanksi karena mereka yang bertanggung jawab. Jadi bukan lembaganya yang dibubarkan,” tegasnya.
Mantan Sekjen DPP PDIP itu menegaskan, jika KPK dibubarkan maka sama artinya membiarkan korupsi berkembang dan merajalela. Sebab, selama ini KPK sudah menjadi antibodi korupsi yang berlangsung secara sistemik.
”Kalau KPK dibubarkan, berarti menghilangkan antibodi dan korupsi semakin akut,” tambah Pramono.
Hal senada diungkapkan Wakil Ketua Komisi III DPR, Tjatur Sapto Edy. Menurutnya, jika ada kesalahan yang dilakukan pimpinan KPK, maka secara lembaga, KPK tidak perlu dibubarkan.
”Jangan hanya karena satu-dua pejabat (bersalah), terus digeneralisasi. Sama halnya DPR, nanti kalau DPR dibubarkan bagaimana?,” katanya.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Hanura, Syarifuddin Sudding menuding Marzuki Alie tidak propemberantasan korupsi.
”Usulan itu prematur, menunjukkan Pak Marzuki tak pro terhadap pemberantasan korupsi,” ujarnya.
Penasihat KPK, Said Zainal Abidin, menyesalkan pernyataan Marzuki.
”Saya sesalkan pernyataan ketua DPR seperti itu,” ujarnya.
Menurut Said, KPK sudah membentuk Komite Etik untuk mencari tahu kebenaran tudingan Nazaruddin.
”Kami ingin membersihkan yang ingin dibersihkan,” tegasnya.
Sebaliknya, Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso menilai usulan pembubaran KPK adalah hal yang wajar. Menurutnya, pernyataan tersebut merupakan wujud kekecewaan Marzuki secara pribadi atas kasus yang sedang menimpa KPK.
”Saya bisa pahami kegetiran yang sedang dirasakan oleh Pak Marzuki,” ujarnya.
Ia berpendapat, wacana tersebut merupakan sinyal bagi lembaga antikorupsi itu untuk membenahi diri secara total. (K32,J22, dtc-59)
Sumber Berita : http://suaramerdeka.com/30 Juli 2011

0 komentar:

Posting Komentar