Selasa, 15 November 2011

Melihat Dari Dekat Prosesi Perkawainan Penyair Burung Wambi

Ada yang berbeda dengan prosesi perkawinan si penyair Burung Wambi, Yakni Mi’roj Adhika AS bersama pasangannya Mariatun. Dalam resepsinya, disediakan panggung bukan untuk kedua mempelai, tetapi untuk para penyair yang datang, guna memberikan banyolan dan membacakan puisi. Bagaimana suasananya?

LAPORAN : M FATKHUROHMAN
BERTEMPAT di halaman rumah pengantin pria, yang beralamat di Desa Pekiringan Kecamatan Talang, Senin (14/11) kemarin, ratusan tamu undangan menghadiri perkawinan penyair yang sudah malang-melintang di dunia seni.
Banyolan dan puisi yang dilantunkan di panggung kehormatan dengan bertuliskan “Kyeh Nyong Bojo, aja semprul maning, dongakna bae” itu, membuat para tamu terhibur. Tawa para tamu pun kerap terdengar mengiringi penampil yang naik ke atas panggung. Terlebih ketika kedua mempelai melantunkan syairnya yang berjudul “Sajen Perkawinan” dengan diringi gesekan biola yang dimainkan salah satu personil teater Arda dari Pekalongan.
Para tamu bersorak sorai, riuh dengan suara tepuk tangan saat Mi’roj Adhika membacakan puisi didampingi mempelai putri. Suaranya yang begitu melengking seperti burung Wambi, menyeruak diantara pengunjung yang tampak menyemut.
Dalam acara prosesi yang dipandu oleh penyair terkenal, Apito lahire dan Julis Nur Husein, para penyair maupun seniman diminta memberikan sepatah dua patah kata. Baik berisi banyolan tentang kepribadian sang pengantin pria, maupun menampilkan kemampuannya mulai dari teater atau membaca syair puisi yang dapat menghibur para pengunjung yang datang.
“Prosesi perkawinan ini sangat luar biasa, karena belum pernah ada persitiwa perkawinan dengan suguhan yang sangat langka,” kata Apito.
Sebelum kedua mempelai tampil membaca puisi, kesenian religi marawis asli Tegal juga memberikan hiburan, disambung dengan penampilan penyair sepasang suami istri yakni Nurohman dan Diah, yang dilanjut dengan penampilan teater Arda dari pekalongan.
Tamu yang hadir menjadi semakin terhibur ketika penyair asal Balapulang, Sugihartoni, menyuguhkan puisi dengan bahasa Tegalan yang berjudul “Kawin Temenan”. Didalam puisi itu mengisahkan tetang perkawinan yang ternyata sangat nikmat dan bahagia dirasakan. Baik dalam kehidupan sehri-harinya, sampai pada hubungan seksual.
“Mak inyong kawin mak, saiki nyong sing biasane turu dewekan dadi ana batire,” salah satu kata yang di ucapkan Sugihartoni, yang artinya bu sekarang aku kawin, sekarang saya yang biasanya tidur sendirian jadi ada teman tidurnya.
Yang lebih membuat para tamu tertawa, ketika Sugihartoni mengulang kalimat, "Walopun inyong umure wis udzur, tapi inyong pan mbuktikena bahwa inyong esih kuat,” (walaupun umur saya sudah tua, tapi saya akan membuktikan kalau saya masih kuat).
Tidak hanya panggung hiburan, pasangan pengantin tersebut juga melengkapi prosesi mereka dengan menyediakan kain putih berukuran 1m x 1m yang dibentangkan untuk menampung tulisan dari para pengunjung. Tulisan pun beragam isinya. Ada yang memberikan pesan-pesan lucu, ucapan selamat, juga kritik-kritik lucu bagi kedua mempelai. Selanjutnya, kain putih tersebut nantinya akan dijadikan sebagai kenang-kenangan bagi kedua mempelai. (*)
Sumber Berita : http://www.radartegal.com/index.php/

0 komentar:

Posting Komentar