Senin, 16 Januari 2012

Petani Makin Terpuruk

SLAWI- Membanjirnya bawang merah impor di pasaran Indonesia sejak tujuh bulan terakhir berakibat pada anjloknya harga barang lokal. Selama tujuh bulan atau sekitar tiga kali masa tanam harga belum membaik, bahkan cenderung turun.

Hal itu menyebabkan para petani saat ini tidak mampu lagi menanam produk pertanian tersebut, sebab mereka telah kehabisan modal.

Ketua Asosiasi Petani pedagang bawang merah Jaya Negara di Kabupaten Tegal, Nasrudin Minggu (15/1) mengatakan, petani bawang merah di Tegal dan sekitarnya semakin terpuruk dengan keadaan seperti sekarang ini.

’’Mereka rata-rata sudah kehabisan modal untuk kembali menanam bawang merah. Sebab, hasil panennya dihargai sangat murah. Bahkan sejak beberapa bulan terakhir bawang merah mereka tidak laku di pasaran, walaupun sudah diobral dengan harga rendah,’’ jelasnya.

Masyarakat sekarang ini selalu dijejali dengan bawang impor walaupun kualitasnya jelek dibandingkan barang lokal.

”Saat ini harga bawang lokal di tingkat petani hanya Rp 2.000 per kilogram. Dengan kondisi harga seperti sekarang ini petani mengalami kerugian sebab penjualan komoditi tersebut tidak bisa menutup biaya operasional.”

Keluarkan Kebijakan

Ia menambahkan, biaya yang dibutuhkan untuk menggarap lahan sekitar satu hektare sekitar Rp 60 juta, sedangkan harga jual saat ini maksimal Rp 20 juta per hektare. Apabila terjadi gagal panen uang yang diperoleh petani dari penjualan hanya Rp 10 juta per hektare.

Luas area tanam bawang di Desa Sidapurna sekitar 110 hektare dan Sidakaton mencapai 140 hektare.Kerugian yang dialami petani sangat besar, yaitu antara Rp 40 juta per hektare hingga Rp 50 juta per hektare untuk sekali musim tanam. Padahal kondisi itu sudah berlangsung selama tiga kali musim tanam.

’’Kebijakan impor bawang merah yang dilakukan pemerintah pusat otomatis membunuh petani lokal,” ujarnya.

Petani lainnya, Dahlan mengatakan, pemerintah pusat khususnya Menteri Perdagangan harus peduli dengan kondisi masyarakat petani saat ini. Menteri harus segera mengeluarkan kebijakan dan aturan yang mengatur secara ketat masuknya bawang impor.

Pemerintah juga harus menjaga kestabilan harga di pasaran agar petani tidak mengalami kerugian seperti yang terjadi selama tujuh bulan terakhir. Dengan keadaan seperti sekarang, harusnya pemerintah memberikan subsidi pada petani melalui lembaga keuangan agar mempermudah mendapat pinjaman modal agar bisa kembali bertani.

”Petani sudah sekarat dengan serangan bawang impor,” katanya.

Kepala Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP4K) Pemkab Tegal Toto Subandriyo mengatakan, pemerintah daerah saat ini tidak bisa berbuat apa-apa dengan kebijakan pusat. Pemerintah daerah selalu dijadikan bumper bagi kebijakan yang tidak berpihak pada masyarakat kecil. ”Kami jenuh dijadikan bumper, masyarakat harus bergerak untuk menyampaikan aspirasi, tetapi melalui jalur yang benar dan positif. Hal itu dilakukan sebagai langkah untuk menekan kebijakan pemerintah yang merugikan petani kecil,” ungkapnya. (H77-49)
Sumber Berita : http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2012/01/16/173865/Petani-Makin-Terpuruk

0 komentar:

Posting Komentar