Selasa, 21 Juni 2011

Yang Terbengkelai

Rembulan teduh dibalik lembayung Waisak
Galau dihati mendengar isak yang mengiba
Bukan hayal bukan takdir rahasia terkuak
Nurani melihat yang terbengkalai merana

Prajnavira - Purnama Waisak 2011/2555
WAISAK pada tahun ini kiranya dapat menjadi sebuah momentum dalam mewujudkan sebuah kehidupan yang terbebas dari kerisauan menuju pada kehidupan yang penuh damai. Tidak ayal lagi tahun 2011 sudah diawali dengan berbagai macam kesedihan yang menimpa warga bumi di belahan manapun. Kerja keras kita sangatlah berarti untuk mewujudkan kondisi yang tidak mementingkan diri sendiri, ketakutan, dan kebencian. Saya percaya bahwa iklim yang seperti inilah merupakan faktor penting dalam mengembangkan kehidupan spiritual pada setiap individu tanpa membedakan agama dan kepercayaan masing-masing. Kita semua berada pada perahu kemanusiaan yang sama dan terpanggil untuk menjawab tantangan ini secara bersama.
Ada sebuah kerinduan yang terus menerus terbersit di benak kita yaitu kebahagiaan. Tiada seorangpun di dunia ini yang menolak untuk hidup bahagia. Bahkan terkadang untuk mencapai kebahagiaan, orang berlomba-lomba dalam menggunakan segala cara dalam meraihnya. Tidak sedikit manusia yang tega untuk merugikan bahkan melukai mahluk lain untuk sekedar memuaskan dirinya sendiri dalam memperoleh kebahagiaan. Kemudian sebuah kekecewaan timbul karena ternyata kebahagiaan yang baru saja diperoleh tidaklah kekal. Setelah melalui sejumlah kerikil dan rintangan, kebahagiaan yang belum puas dikecap telah sirna. Fenomena seperti ini kerap kita temukan di dalam kehidupan sehari-hari.
Purnama Waisak yang setiap tahun dihayati oleh umat Buddha di seluruh dunia merupakan sebuah refleksi perjuangan seorang manusia dalam memperoleh kebahagiaan yang sejati. Sebuah tonggak kemenangan telah bersinar dan memberikan sebuah suri tauladan bagi peradaban umat manusia. Keteladanan itu memberikan pesan yang nyata mengenai dimensi lain untuk memperoleh kebahagiaan melalui sebuah pengorbanan, sebuah tekad luhur, Bodhicitta. Kebahagiaan sejati dapatlah dicapai bila kita tidak membengkalaikan kasih sayang, rasa malu berbuat jahat, dan rasa takut akan akibat perbuatan jahat. Ketiga elemen ini telah terbengkalaikan sekian lama, bukan saja pada aspek kemanusiaan, namun juga kasih sayang pada lingkungan hidup.
Bencana Alam
Bertubi-tubi bencana alam belakangan ini telah terjadi adalah contoh nyata reaksi bumi yang tidak terpelihara dengan baik. Kita semua tahu bahwa adanya kesenjangan yang mencolok antara kebutuhan dan keinginan telah mempercepat proses  bumi yang telah memberikan tanda-tanda kelapukan. Lajunya industrialisasi dan pemanfaatan sumber daya alam tidak diimbangi dengan proses daur ulang dan rehabilitasi alam. Tingkat kasih sayang kita kepada kelestarian lingkungan alam belumlah cukup memadai.
Eksploitasi alam yang terlalu berlebihan dan tidak bertanggung jawab merupakan sebuah tindak kejahatan bagi generasi mendatang. Bila kita memiliki rasa malu untuk melalukan perbuatan jahat ini, kita bersama dapat memperlambat proses penuaan bumi. Terlebih lagi bila kita juga memiliki rasa takut akan akibat dari perbuatan jahat, kita akan sadar bahwa tindakan yang kita lakukan memiliki kontribusi pada ekosistem disekitar kita. Kesadaran bahwa kita tidak hidup secara eksklusif di muka bumi perlu ditanamkan. Kenyataan bahwa kita hidup bergantungan satu sama lain dan perbuatan kita pada akhirnya berakibat pada diri sendiri merupakan hal yang  patut dicamkan baik-baik agar kita selalu bertindak secara bertanggung jawab.
Melalui peringatan Waisak 2011, marilah kita memperbaharui komitmen dalam mendukung hari esok yang lebih berarti bagi lingkungan disekitar kita. Bila kita melihat orang yang kurang beruntung, berbagilah sedikit hasil rejeki yang kita peroleh. Tingkat kemiskinan dan kesenjangan antara rakyat jelata dan orang yang mampu semakin hari semakin melebar. Inipun telah menjadi sorotan utama perserikatan bangsa-bangsa di dunia dalam menanggulangi kemiskinan.
Bila kita berpangku tangan, kesenjangan ini akan terus melebar dan akan menimbulkan dampak negatif terhadap keamanan di dalam masyarakat. Bila keamanan tidak terjamin, hidup berkelimpahan dengan hartapun serasa percuma bila jiwa selalu dipenuhi dengan rasa takut dan rasa tidak tentram. Kebahagiaan yang dituai melalu sebuah pemberian dan pertolongan akan terasa manis pada awalnya, indah pada pertengahannya, dan sukses pada akhirnya. Itulah semangat Bodhicitta yang berkarya bagi setiap insan dan mengingatkan pada pada Yang Terbengkalai.
Marilah kita merangkul perbedaan untuk mengerti makna luhur persamaan kita yang paling mendasar. Saya berdoa bagi negara tercinta, Indonesia, dan masyarakat dunia yang majemuk ini agar mampu saling belajar satu sama lain setiap hari melalui pertukaran kekuatan dan keluhuran budi pekerti dalam membawa kedamaian dan hidup yang harmonis bagi semua mahluk.
Selamat hari Tri Suci Waisak kepada seluruh umat Buddha di Nusantara. Semoga semua mahluk hidup damai dan berbahagia.
Boddhicitta,
Bhiksu Prajnavira Mahasthavira
Sekjen World Buddhist Sangha Council
Pendiri Asosiasi Buddhis Center Indonesia
Pimpinan Vihara Mahavira Graha Semarang
(Bhiksu Prajnavira Mahasthavira/CN27)


Sumber Berita : http://suaramerdeka.com/

0 komentar:

Posting Komentar