Kamis, 13 Oktober 2011

Pemerintah Negosiasi Diyat Satinah

AKARTA- Satgas Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) memberi perhatian khusus terhadap terpidana mati Satinah binti Djumadi asal Dusun Mrunten Wetan RT 2 RW 3, Desa Kalisidi, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang.

Satgas tengah melakukan negoisasi terkait besaran diyat (denda) yang diajukan keluarga ahli waris korban Nura Al Gharib. Satinah divonis mati oleh Pengadilan Provinsi Al Qassim, Arab Saudi, karena dituduh membunuh Nura Al Gharib dan mencuri uang sebesar 37.970 riyal.
Juru bicara Satgas Perlindungan TKI Humprey Djemat mengatakan,  Ketua Satgas Maftuh Basyuni telah menemui Wakil Gubernur Provinsi Al Qassim, Pangeran Faisal bin Mishal bin Saud bin Abdulaziz dan mendapat sambutan positif.

Menurut Humprey, keluarga Nura Al Gharib yang dibunuh oleh Satinah (bukan Sutinah seperti ditulis kemarin) bersedia memberikan tanazul (maaf).
”Terakhir sudah mengajukan besaran uang diyat (denda), namun jumlahnya masih terlalu besar,” ujarnya.

Setelah Idul Adha atau 6 Nopember mendatang, ketua satgas akan kembali menemui Pangeran Faisal untuk meminta keringanan uang diyat.
Mengenai pelaksanaan hukuman pancung untuk Satinah, menurut Humprey, diberikan waktu empat bulan sejak 1 Syawal 1432 Hijriah.
”Masih cukup waktu. Terlebih sudah ada pena

Kondisi Satinah, menurutnya, saat ini sehat. Dia boleh dijenguk di penjara. ”Satinah bahkan sudah khatam Alquran dan juga ingin bebas dari penjara.”
Terpisah, Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) hingga kemarin masih menunggu hasil negosiasi Satgas dengan pihak keluarga korban.
”Kalau diyat memang hasil kesepakatan dan negosiasi  dengan ahli waris atau keluarga korban. Kita tunggu saja,” ujar juru bicara BNP2TKI Mahmud Rakasima.
Pemerintah, menurutnya, telah menyiapkan dana diyat sebesar Rp 1,2 miliar. “Lebih rendah dibanding Darsem. Pasti disiapkan dana itu,” tegas Mahmud.

Darsem, TKI asal Subang, tahun ini juga divonis mati. Namun pihak korban bersedia memaafkannya dengan diyat sebesar Rp 4 miliar. Denda itu kemudian dibayar oleh pemerintah sehingga Darsem bebas dan sekarang telah pulang ke daerahnya. Darsem bahkan masih menerima ’’bonus’’ uang sumbangan dari dermawan ’’Koin untuk Darsem’’ sebesar Rp 1,2 miliar.

Satinah berangkat ke Arab Saudi sebagai TKI melalui PT Djamin Harapan Abadi Jakarta tahun 2003. Dia dikontrak dua tahun dengan opsi perpanjangan. Satinah sempat pulang beberapa bulan ke Ungaran pada 2007. Setelah itu berangkat lagi lewat perusahaan yang sama.
Sejak keberangkatannya yang kedua, Satinah hanya berkabar selama satu tahun. Setelah itu, keluarga kehilangan kontak. Ketidakpastian itu akhirnya terjawab pada Maret 2011. Keluarga mendapat kabar bahwa Satinah dipenjara dan terancam hukuman pancung karena dituduh membunuh majikannya.

Kirim Surat

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa menyatakan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sudah mengirim surat kepada Raja Arab Saudi Abdullah bin Abdulaziz terkait rencana hukuman mati terhadap sejumlah TKI.
’’Presiden sudah mendapat laporan. Di samping surat sebelumnya, Jumat (6/10) lalu presiden juga kembali mengirim surat kepada Raja Abdullah mengenai kasus yang menimpa Ibu Tuti,’’ kata Marty di sela-sela rapat kerja dengan Komisi VIII di Gedung DPR Senayan, Jakarta, Rabu (12/10).
Selain presiden, Kemenlu juga melakukan hal sama kepada Menlu Arab Saudi. Konsulat jenderal dan duta besar juga sudah mengadakan pertemuan dengan gubernur (Al Qassim).
’’Intinya meminta pemaafan dari pihak keluarga. Karena kalau sudah sampai pada titik seperti ini, sesuatu yang bisa menunda atau mengurangi hukuman adalah maaf dari keluarga,’’ ujarnya.

Marty menambahkan, Satgas TKI di lapangan juga sudah menjengkuk para TKI di penjara.
Selain itu, dalam waktu dekat ini pihaknya akan mengadakan pertemuan kembali dengan pihak keluarga. Kemenlu sedang mengupayakan komunikasi antara terpidana mati dengan keluarganya melalui telepon.
Menurut Marty, Kementerian Luar Negeri Arab Saudi sudah menyatakan akan memberi perhatian dan memfasilitasi permintaan maaf.
’’Sekali lagi, sikap keluarga korban sangat menentukan. Sebab, tindak pidana yang dituduhkan sangat serius, yaitu membunuh majikan. Jadi, hanya pihak keluarga korban yang bisa memberi pemaafan,’’ tegasnya. (di,H28,J22,K33-25)
Sumber Berita : http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2011/10/13/162572/

0 komentar:

Posting Komentar