Kamis, 13 Oktober 2011

SBY Dinilai Takut terhadap Malaysia

JAKARTA- Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri menilai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak berani berkata langsung kepada Pemerintah Malaysia, soal sengketa perbatasan di Camar Bulan dan Tanjung Datu, Kalimantan Barat.
‘’SBY tidak berani ngomong ke Malaysia,’’ ujarnya saat memberi kuliah umum di Megawati Institute, Jakarta, Rabu (12/10).
Presiden kelima ini juga mengkritik adanya patok-patok perbatasan yang bergeser dan hilang karena abrasi pantai. Patok-patok itu harus segera dipindah ke tempat aslinya, agar teritorial Indonesia tidak berpindah tempat. ‘’Hanya ngomong saja, berbuatlah. Jangan banyak bicara,’’ tambah Megawati.
Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa menyatakan, ada kerusakan patok di wilayah Camar Bulan dan Tanjung Datu, Kalimantan Barat. Dengan demikian, penyelesaian di batas negara dengan Malaysia itu cukup dengan memperbaiki patok yang rusak saja.
‘’Satu patah dan satu tenggelam di bawah air. Kami sudah mengirim tim lapangan untuk memperbaiki patok tersebut,’’ ujarnya di sela-sela rapat kerja di Gedung DPR.
Menlu menjelaskan, batas negara pasti ada titik koordinat masing-masing, sehingga jika ada kerusakan tinggal mengacu pada titik koordinat tersebut. ‘’Jadi, perbatasan negara bukan hanya berdasarkan patok. Semua ada koordinatnya,’’ tambahnya.
Marty menegaskan, pemerintah sepakat dengan Komisi I DPR bahwa RI harus mempertahankan wilayahnya dengan berbagai cara, termasuk hard diplomacy. Namun hard diplomacy harus didasari alasan yang jelas. ‘’Apa duduk permasalahannya? Jadi harus definisikan apa dan bagaimana bentuk hard diplomacy itu,’’ terangnya.

Paling Berwenang
Anggota Komisi I, Ahmad Muzani mengatakan, pergeseran patok perbatasan bisa saja terjadi akibat peristiwa alam seperti gempa. Tapi yang jelas, tidak mungkin sampai jauh. ‘’Soal bergesernya patok bukan cerita baru. Untuk itu, saya akan mengusulkan kepada pimpinan Komisi I untuk memanggil Menlu, Mendagri, dan Menhan untuk menjelaskan,’’ tegasnya.
Dia mengatakan, Mendagri selaku kepala Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan adalah pejabat yang paling berwenang. Pihak yang terkait dengan persoalan perbatasan seringkali menggunakan alasan yang terkesan dibuat-buat.
‘’Misalnya menggunakan alasan panjangnya garis perbatasan, terbatasnya personil, sarana, anggaran dan minimnya rasa nasionalisme warga yang tinggal diperbatasan. Padahal, ada cara lain yaitu dengan menjadikan wilayah perbatasan menjadi halaman depan negeri kita,’’ jelas Muzani.
Pemerintah juga harus membangun sarana prasarana seperti jalan raya, sekolah, dan fasilitas kesehatan. Demikian pula dengan kesejahteraan personil yang bertugas di perbatasan, sehingga masyarakat merasakan kehadiran negara di wilayahnya. ‘’Jadi, jangan sekadar menancapkan bendera.’’
Menurutnya, bila pelanggaran batas di wilayah Indonesia dilakukan secara sengaja, maka tidak ada alasan untuk tidak menggelar pasukan. ‘’Soal perbatasan menjadi persoalan serius antara Kamboja dengan Thailand dan India dengan Pakistan. Banyak negara yang mempertahankan perbatasannya dengan menggelar pasukan,’’ tambahnya.(J22,H28-25)
Sumber Berita : http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2011/10/13/162552/

0 komentar:

Posting Komentar