Kamis, 13 Oktober 2011

Sosialisasi Melalui Video Klip

MENGGEBER dunia puisi ke tengah masyarakat luas, dilakukan dengan banyak cara. Lebih lagi terhadap puisi Tegalan yang keberadaannya baru mulai bangkit pada era sekitar tahun 1994.
Dibutuhkan kecerdasan intelektual seorang penyair untuk mensosialisasikan dalam kancah pertarungan dunia sastra. Selama ini, di Tegal banyak penyair mensosialisasikan seni sekedar melalui penerbitan buku, lomba, dan pementasan baca puisi. Lain ceritanya lagi dengan cara yang ditempuh Apito Lahire. Penyair asal Desa Talang Kecamatan Talang, Kabupaten Tegal ini, justru lebih menukik dan jeli.
Di era digital seperti munculnya multimedia, penyair Apito Lahire yang multi talenta itu mendaraskan sejumlah puisi bahasa Tegal dan mengurainya cukup dalam bahasa gambar. Sejumlah puisi Tegalan dia pilih untuk menciptakan video klip. Termasuk memilih lokasi pembuatan video klipnya yang banyak membidik daerah-daerah di sekitar Kabupaten maupun Kota Tegal.
Pada sajak “Kangen Kowen” misalnya, pengambilan gambar difokuskan di Bendungan Ekoproyo Desa Pesayangan, Kecamatan Talang. Dimana di lokasi itu, terdapat batu-batuan yang bertumpuk rapi dan menghampar di sepanjang Sungai Gung dengan ilalang meranggas kering kerontang. Di atas jembatan terlihat hilir mudik kendaraan dalam ketinggian lima meter. Dengan bertelanjang dada, Apito beraksi di hadapan kamera.
Dari pengambilan gambar di bendungan, lokasi berpindah ke sudut-sudut kampung Desa Pekiringan, kemudian dilanjutkan ke Obyek Wisata Pantai Alam Indah (OW PAI) Kota Tegal, untuk membidik sepasang kekasih yang tengah bercanda di derunya hempasan ombak lautan.
Bagi Apito, pengambilan gambar tersebut dimaksudkan sebagai upaya dari bagian gambaran untuk mentragiskan pengkhiatanan wanita terhadap kekasihnya seperti yang digambarkan sajak “Kangen Kowen”.
“Saya ingin mendapatkan gambar yang puitis, romantis, sekaligus menyayat. Saya memilih lokasi pantai, reranting, dan ilalang-ilang menjuntai kering meranggas dengan kondisi Kali Gung tengah dihantam kemarau panjang. Ini sebagai upaya untuk mengharubirukan suasana perasaan penikmat klip tersebut,” ujar Apito usai pengambilan gambar.
Apito menandaskan, selama ini sosialisasi baca puisi di Tegal dan daerah sekitar hanya berkutat di gedung-gedung kesenian, sekolah, auditorium perguruan tinggi, pondok pesantren, atau sekadar bergulir pada even lomba baca puisi.
“Di era kecanggihan multimedia seperti sekarang ini, sosialisasi puisi harus bergerak lebih maju antara lain berpindah ke video klip dalam bentuk VCD. Dengan demikian, arena baca puisi tidak lagi sempit. Tapi menyebar meluas bahkan bisa mengglobal jika nantinya diunggah ke YouTube, Twitter, dan Facebook. Ini sebuah fasilitas yang menyebabkan pembacaan puisi menembus batas dan ruang dunia. Bayangkan saja, sajak Tegalan bisa dinikmati oleh masyarakat dari seluruh penjuru dunia. Apa ini bukan lonjakan spektakuler?” paparnya.
Menurut Apito, gerakan memasyarakatkan puisi melalui video klip di era multimedia, merupakan promosi jitu. Adapun pembacaan puisi Apito yang alih multimedia, ada 7 buah puisi. Yaitu berjudul “Tak Jaluk”, “Nggayuh”, “Ngertia Maring Enyong”, dan “Kangen Kowen”.
Guna menunjang kelengkapan gambar dalam video klip tersebut, sutradara Apang Poltak Anggura pun tidak tanggung-tanggung menampilkan beberapa figuran penyair seperti Mohamad Mi’roj Adhika, dan bintang YouTube lagu-lagu Tegalan Vera Utami dengan dipadu racikan musik orkestra lagu Tegalan garapan Bintoro Tanpo Aran.
Sebagai penyair yang mumpuni dan berkelas nasional, suara Apito mampu menyuguhkan pembacaan yang cukup baik. Vokalnya terkadang menghiba, menyanyat, tetapi tak jarang pula berubah menjadi jeritan layaknya srigala yang terluka ditingkah rengekan biola yang dimainkan oleh Bintoro. Tikaman musik yang sewaktu-waktu menyanyat disongsong suara Apito dalam pembacaan yang ngerol bak suara-suara burung yang berkicau.
Hampir rata-rata penghayatan sajak-sajak asmara, religius, dan kritik sosial, mampu dibangun Apito Lahire hingga menghasilan pemaknaan dalam pembacaannya yang meruap, menghentak, menyayat, mengharubiru secara sekaligus. Tak mengherankan jika hasil video klip tersebut menjadi suri tauladan untuk para penyair Tegal pada khususnya. Setidaknya belajar bagaimana selaiknya pada pembacaan puisi yang dilakukan oleh Apito Lahire.
Menurut Apang Poltak Anggura, sang sutradara, video klip tersebut laik sebagai bahan ajar bagi para pelajar. Menurut dia, Apito Lahire dalam memvisualkan pembacaannya dalam video klipnya itu cukup menguasai teknik-teknik pembacaan puisi. Dia cukup cadas dan detail memberi penekanan pada kata-kata bahasa Tegalannya, yang dinilai sangat jarang dilakukan para penyair di daerahnya.
“Video klip baca puisi ini sangat perlu dimiliki khususnya para guru kesenian agar bisa menularkan kepada anak didiknya,” tandas Apang. Menurut Apang, video tersebut sudah memasuki tahap pemasaran di wilayah Tegal dan sekitarnya. Bahkan, katanya lebih lanjut, beberapa seniman di luar Pulau Jawa seperti Kalimantan Selatan, sudah memesan beberapa keping. (yeri novel)
Sumber Berita : http://www.radartegal.com/index.php/

0 komentar:

Posting Komentar