SLAWI - Pemkab Tegal tidak bisa berbuat banyak untuk melunasi empat warga pemilik tanah Jalan Lingkar Kota Slawi (Jalingkos) yang belum dibayar lunas. Hal itu dikarenakan pemkab tidak bisa menganggarkan kembali pengadaan tanah tersebut. Pelunasan pembayaran empat warga Desa Dukuhsalam, Kecamatan Slawi itu hanya menunggu pengembalian uang korupsi. ”Solusi untuk membayar empat warga yang dirasa belum terlunaskan itu, menunggu kerugian negara dikembalikan ke kas daerah. Jika uang itu telah dikembalikan bisa digunakan untuk membayar pelunasan pembayaran tanah Jalingkos,” kata Kabag Pemerintahan Setda Tegal, Fadjar Rochwidi SIP, Rabu (22/6).
Seperti diberitakan sebelumnya, kasus korupsi proyek Jalingkos telah menyeret Edi Prayitno (mantan Kepala Bagian Agrarian Setda Tegal) yang pada saat itu sebagai pemegang komitmen pelaksanaan proyek jalingkos dan Budi Haryono (mantan Pegawai Bagian Agraria Setda Tegal). Kedua terpidana itu telah divonis hukuman penjara karena terbukti menggunakan uang negara sebanyak Rp 2,4 miliar. Namun hingga kini, kerugian negara tersebut belum dikembalikan.
Dikatakan Fadjar, pemkab tidak mungkin menganggarkan kembali pengadaan tanah di Desa Dukuhsalam, karena pada tahun 2006 lalu telah dianggarkan Rp 1,6 M untuk empat warga tersebut. Mereka baru dibayar Rp 32.500 per m2, sehingga kekurangan pelunasan pembayaran untuk empat warga itu sekitar Rp 1,3 M.
”Tapi, kami akan berusaha untuk memberikan hak empat warga itu,” ujarnya.
Menurut dia, hasil klarifikasi sebelumnya akan dijadikan bukti untuk menindaklanjuti kasus pemalsuan bukti pembayaran tanah Jalingkos. Namun belum diketahui langkah pemkab untuk penyelesaikan kasus itu. Pihaknya akan kembali melakukan rapat koordinasi bersama bupati. ”Selain tanah di Dukuhsalam, tanah di Desa Pangkah juga belum selesai dibebaskan. Ini karena belum ada kesepakatan harga tanah antara warga dan pemkab,” jelas Fadjar.
Lebih lanjut dikatakan, tanah di Pangkah yang akan digunakan untuk Jalingkos panjang sekitar 6.000 meter dan lebar 12 meter. Pemkab telah mengalokasikan anggaran sebanyak Rp 3 M untuk pembebasan tanah tersebut. Namun belum ada kata sepakat untuk pembebasan tanah itu. ”Kalau di persawahan sudah ada kata sepakat, yakni Rp 300 ribu per m2. Tapi untuk tanah di dekat jalan raya belum ada kata sepakat. Pemilik tanah meminta tanahnya dibeli antara Rp 350 ribu per m2 dan Rp 1 juta per m2,” terangnya.
Ditambahkan, dengan tingginya harga tanah itu membuat pemkab belum berani membeli tanah tersebut. Namun, pihaknya akan kembali membuat kesepakatan agar proyek itu bisa segera diselesaikan.
Sementara itu, untuk menyelesaikan kasus tersebut pemkab mengundang pemilik tanah yang belum lunas dibayarkan pada Selasa (21/6). Warga yang tanahnya belum dilunasi , yakni Ir Sunarjo pemilik lahan seluas 4.522 m2, Sutarno seluas 1.750 m2, Sudarno seluas 1.611 m2 dan Tulus 357 m2. Mereka baru dibayar Rp 32.500 per m2, padahal sesuai dokumen pembayaran Rp 200 ribu per m2. Empat orang itu mengakui belum mendapatkan pelunasan pembayaran, namun dalam dokumen pemkab telah ada bukti pembayaran. Bukti pembayaran pelunasan tiga orang diantaranya dipalsukan. (fat)
Sumber Berita : http://www.radartegal.com/22 Juni 2011
0 komentar:
Posting Komentar