JAKARTA - Ujian nasional (UN) terbukti menimbulkan sejumlah implikasi negatif, termasuk mendorong siswa melakukan perbuatan tidak jujur, seperti mencontek. Lantaran itu, Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) mendesak keberadaan UN dihapuskan. "UN telah melegitimasi kebohongan dan ketidakjujuran siswa dari SD hingga SMA. UN harus dihapuskan, karena melanggar hak anak dan meracuni siswa melakukan berbagai kebohongan," kata Ketua Umum IPM, Slamet Nur Achmad Effendy dalam pernyataan tertulisnya, Kamis (16/6).
Selain terungkapnya praktik menyontek massal di SDN Gadel II Surabaya, Jawa Timur, dalam investigasinya di Pekanbaru, IPM menemukan adanya kebocoran soal UN tingkat SMP. Ironisnya, justru didistribusikan melalui kerja sama dinas terkait dengan lembaga bimbingan belajar, yang nantinya diberikan kepada beberapa sekolah di Kota Pekanbaru.
Slamet menegaskan pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas), seharusnya proaktif dalam mencegah penyimpanan-penyimpangan seperti itu. Tidak hanya menunggu laporan atau terbongkarnya kecurangan dalam UN. "Selama ini Mendiknas selalu mengatakan kecurangan UN adalah wajar. Pernyataan ini sesat dan sangat naif," ujarnya.
IPM berpendapat, pemerintah hendaknya mengembalikan kewenangan kelulusan kepada pihak sekolah, sementara Kemdiknas mengakreditasi sekolah dan guru.(A20-75)
Kurikulum Pendidikan Harus Dikaji Ulang
SEMARANG - Ketua STIE Bank BPD Jateng Dr Djoko Sudantoko SSos MM mengungkapkan, dasar hukum tentang kurikulum pendidikan tinggi yang berlaku saat ini perlu dikaji ulang, karena terdapat ganjalan yang signifikan.
Menurut dia, UU No 20 Tahun 2003 ayat 2 menyebutkan, kurikulum pendidikan tinggi mewajibkan adanya Pendidikan Agama, Kewarganegaraan, dan Bahasa. Padahal, sebelumnya, Pasal 39 ayat 2 UU dalam No 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional menjelaskan isi kurikulum setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan wajib memuat Pendidikan Pancasila, Agama, dan Kewarganegaraan.
"Berarti ada unsur penting yang hilang dalam kurikulum sekarang, yakni Pendidikan Pancasila. Apakah hal ini yang mengakibatkan keadaan masyarakat kita sekarang tidak seperti yang kita harapkan. Mereka mudah emosi, egoistis, mudah terprovokasi, dan sulit mewujudkan persatuan. Ini perlu kita renungkan bersama," ungkapnya.
Djoko Sudantoko mengemukakan hal itu saat memberi sambutan dalam Peringatan HUT Ke-15 atau Lustrum Ke-3 STIE Bank BPD Jateng di kampus Jalan Pemuda 4A, Selasa (14/6). Acara tersebut juga dihadiri Koordinator Kopertis Wilayah VI Prof Drs Mustafid MEng PhD.
Dalam rangka lustrum, digelar berbagai kegiatan, di antaranya pengobatan gratis bagi warga sekitar, pembagian bantuan buku tulis untuk 15 sekolah di Semarang, pelatihan kewirausahaan, jalan santai, dan sepeda santai. (D18-37)
Sumber Berita : http://suaramerdeka.com/17 Juni 2011
0 komentar:
Posting Komentar