JAKARTA - Beberapa aktivis lintas profesi dan disiplin mendeklarasikan diri sebagai pendukung Siami, seorang ibu yang membongkar praktik ”contek massal” di Surabaya. Gerakan bernama ”Masyarakat Sipil Pendukung Bu Siami” itu dideklarasikan di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, Kamis (16/6).
Sementara itu, Bambang Harymurti dari Tempo Institute, dalam telekonferensi dengan Siami yang berada di Surabaya mengatakan bahwa Siami akan diundang ke Istana.
Mantan Pemimpin Redaksi Majalah Tempo itu mengaku mendapat pesan singkat khusus untuk Siami dari Wakil Presiden Boediono, Ketua KPK Busyro
Muqoddas, staf presiden, dan perwakilan DPD Jakarta.
Presiden, dalam pesan yang dikirim dari luar negeri mengatakan akan mengundang Siami ke Istana. ”Presiden akan mengundang Ibu ke Istana untuk bertemu,” kata Bambang.
Acara deklarasi pendukung Siami dihadiri Yenny Wahid, Fahmi Idris, Anis Baswedan, Mas Ahmad Santosa, dan Pramono Anung. Deklarasi ini ditujukan untuk menegakkan nilai-nilai kejujuran, serta upaya keras bangsa Indonesia membangun integritas dan memberantas korupsi saat ini.
Tragedi Siami berawal saat dia melaporkan guru SDN 2 Gadel, Surabaya, Jatim, karena memaksa anaknya, Alifa Ahmad Maulana memberikan contekan kepada teman-temannya saat ujian nasional telah mencuri perhatian publik.
Siami diusir warga kampungnya karena dianggap mencemarkan nama baik sekolah dan tempat tinggalnya. Dukungan dari jejaring sosial Facebook terus berdatangan. Semula Siami akan bertemu dengan sejumlah aktivis dan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD. Hal itu tidak bisa berlangsung karena dia tidak berada di Jakarta.
Kenyataan pahit harus dialami Siami karena diusir tetangganya akibat laporannya terkait praktik ”contek massal” tersebut tidaklah menjadikan sesal berkepanjangan. Dia memilih untuk mempertahankan prinsipnya meskipun dimusuhi warga sekitar.
Saat berbincang dengan sejumlah tokoh di MK melalui telekonferensi dari Surabaya, kemarin, Ibunda Maulana ini mampu mencurahkan isi hatinya. ”Itu bebannya seumur hidup. Meskipun saya harus melawan banyak orang, tapi hal ini perlu diungkap semua,” kata Siami.
Dia mengatakan, masalah yang dia ungkapkan ke publik itu sebenarnya sudah bukan rahasia lagi. Pasalnya, hampir semua sekolah melakukan kecurangan serupa. ”Seluruh sekolah itu memang seperti itu, dan menurut saya itu nggak benar. Biar orang-orang semua tahu kalau itu tidak benar, tidak jujur, dan curang semua,” kata Siami.
Menurut dia, sampai saat ini, dirinya belum mau pulang ke rumahnya di Kelurahan Gadelsari, Kecamatan Tandes, Surabaya. Perlu waktu untuk melupakan peristiwa pengusiran yang dilakukan warga. ”Itu semua butuh waktu, tapi satu saat saya akan kembali ke Gadel. Bagaimanapun juga itu rumah saya.”
Siami mengaku sampai saat ini warga Gadelsari belum meminta maaf secara langsung kepada dirinya. Namun, telah ada tokoh masyarakat Gadelsari yang mendatangi orang tuanya. ”Beliau mengatakan mewakili semua masyarakat Gadelsari, tapi secara langsung belum ada yang minta maaf kepada saya,” tuturnya.
Ingin Ketemu
Rencana telekonferensi Siami dengan Wakil Presiden Boediono dari UGM Yogyakarta batal. Boediono hanya mengirimkan pesan untuk Siami. ”Kejujuran, solidaritas, dan kebersamaan adalah nilai-nilai luhur yang tidak seharusnya saling berbenturan. Semoga kejujuran Ibu Siami bisa berbaur kembali dalam solidaritas dan kebersamaan dengan warga Gadel,” ujar Bambang membacakan isi pesan singkat Boediono.
Begitu juga dengan Ketua KPK Busyro Muqoddas yang mengundang Siami ke Gedung KPK untuk mendapat apresiasi. ”Kata Pak Busyro, KPK sangat merasa bangga dengan apa yang Ibu dan Alif lakukan untuk menjadi teladan bagi bangsa kita.”
Alifa Ahmad Maulana akhirnya bersedia membeberkan bahwa memang ada dugaan pencontekan massal secara sistematis. Pengarahan agar saling memberikan contekan itu dikomandoi sang guru. ”Waktu H-1 diadakan simulasi mencontek,” kata Maulana saat telekonfrensi dengan beberapa aktivis tersebut.
Alif dengan tegas mengatakan bahwa memang ada arahan seperti ”gladi bersih” untuk mencontek. Bagaimana teknis pencontekan dalam ujian nasional yang digelar 10-12 Mei lalu?
”Nanti, kertas itu ditulis dengan kode-kode. Misalnya, angka 001 itu untuk jawaban A. Nanti kode itu dilihatkan teman di belakang. Biar yang belakang tahu,” kata Maulana yang didampingi ibunya, Siami.
Maulana kini sudah mengaku tenang tidak seperti kejadian awal-awal. Dia tetap memegang prinsip yang diajarkan sang ibu. ”Hidup itu harus jujur dan percaya,” kata murid kelas VI SD ini mengutip sang ibu.(D3-25,35)
Sumber Berita : http://suaramerdeka.com/17 Juni 2011
0 komentar:
Posting Komentar