Senin, 29 Agustus 2011

Halalbihalal

SENIN, 29 Agustus 2011 ini pemerintah akan melakukan rukyatul hilal di seluruh Indonesia untuk menentukan Idul Fitri 1 Syawal 1432H. Di Jateng akan dipusatkan di Menara Al-Husna Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) Jalan Gajahraya Semarang. Apabila bulan terlihat dipastikan pemerintah melalui Tim Isbat akan mengumumkan Selasa besok (30/8) Idul Fitri. Sebaliknya apabila hilal tidak terlihat maka istikmal menyempurnakan bilangan puasa Ramadan menjadi 30 hari dan Idul Fitri jatuh hari Rabu lusa (31/8). Tetapi para ahli falak hampir memastikan bulan tidak akan terlihat, sulit untuk dirukyat karena ketinggiannya masih di bawah dua derajat.
Muhammadiyah sudah mengumumkan akan beridul fitri Selasa besok (30/8). Perbedaan semacam ini sudah biasa terjadi. Masing-masing ada patokan dan dasar hukumnya. Perbedaan pandangan, perbedaan dasar hukum dan  perbedaan sumber hendaknya menjadi rahmat. Bukan sebaliknya menjadi pemicu munculnya konflik horizontal, perpecahan dan keretakan di antara umat.
Alhamdulillah melalui pencerahan dan pemahaman yang terus menerus melalui para kiai, ulama, pejabat dan tokoh masyarakat, umat makin terbiasa menerima perbedaan. Kedewasaan bersikap seperti inilah yang sebenarnya diajarkan selama bulan Ramadan.
Dalam bulan suci itu, Allah mencurahkan kasih sayangnya, memaafkan kesalahan hambanya dan membebaskannya dari api neraka (itqun minannar). Kalau hal itu di charge-kan kepada orang puasa selama satu bulan, harapannya pasti tiga hal tersebut menjadi jiwa dan mewarnai hidupnya. Sayang kalau sampai tidak terefleksi dalam kehidupan.
Maka masuk kategori kelompok orang yang hanya mendapat lapar dan dahaga saja. Dia tidak mendapatkan pahalanya puasa. Handphone yang dicharge satu jam saja bisa dioperasionalkan selama 24 jam. Mestinya manusia di-charge selama satu bulan penuh bisa operasional 11 bulan sampai puasa Ramadan datang lagi tahun depan.
Sesudah puasa kasih sayangnya kepada yang lain makin bertambah, mudah memaafkan kesalahan orang lain dan meningkatkan kualitas hubungan silaturahim sesama manusia (hablum minannas) dan meningkatkan hubungan ibadah kepada Allah (hablum minallah).
Di kalangan umat Islam Indonesia mengakhiri Ramadan dengan halalbihalal sesudah shalat Id. Sebuah tradisi yang tidak ditemukan di negara lain. Selain halalbihalal juga berkembang budaya sungkeman.
Santri sowan kepada kiai dan para gurunya. Meminta maaf dan saling membuka pintu maaf. Anak meminta maaf kepada ibu-bapaknya, kepada tetangga dan sanak saudaranya. Di kantor-kantor atasan membuka pintu maaf kepada bawahanya, kolega dan handai taulan. Indah sekali. Andai budaya mengaku salah itu diterapkan di sebelas bulan di luar bulan Syawal, pasti tidak ada tawuran, pengeroyokan, konflik horizontal, perkelahian, KDRT dan lain-lain. Yang ada saling meminta maaf dan membuka maaf.
Seorang budayawan Dr Umar Khayam (alm), menyatakan bahwa tradisi Lebaran merupakan terobosan akulturasi budaya Jawa dan Islam. Kearifan para ulama di Jawa mampu memadukan kedua budaya tersebut demi kerukunan dan kesejahteraan masyarakat. Akhirnya tradisi Lebaran itu meluas ke seluruh wilayah Indonesia, dan melibatkan penduduk dari berbagai pemeluk agama.
Menurut tuntunan ajaran Islam, saling memaafkan itu tidak ditetapkan waktunya setelah umat Islam menyelesaikan ibadah puasa Ramadan, melainkan kapan saja setelah seseorang merasa berbuat salah kepada orang lain, maka dia harus segera minta maaf kepada orang tersebut. Bahkan Allah SWT lebih menghargai seseorang yang memberi maaf kepada orang lain (Alquran; Ali Imran ayat 134).
Sejarah asal mula halal bihalal ada beberapa versi. Menurut sebuah sumber yang dekat dengan Keraton Surakarta, bahwa tradisi halal bihalal mula-mula dirintis oleh KGPAA Mangkunegara I, yang terkenal dengan sebutan Pangeran Sambernyawa.
Dalam rangka menghemat waktu, tenaga, pikiran, dan biaya, maka setelah shalat Idul Fitri diadakan pertemuan antara Raja dengan para punggawa dan prajurit secara serentak di balai istana. Semua punggawa dan prajurit dengan tertib melakukan sungkem kepada raja dan permaisuri.
Menurut Dr Quraish Shihab, halalbihalal merupakan kata majemuk dari dua kata bahasa Arab halala yang diapit dengan satu kata penghubung ba (dibaca: bi). Meskipun kata ini berasal dari bahasa Arab,  masyarakat Arab sendiri tidak paham arti halalbihalal yang merupakan hasil kreativitas bangsa Melayu. Halalbihalal, tidak lain, adalah hasil pribumisasi ajaran Islam di tengah masyarakat Asia Tenggara. Halalbihalal merupakan tradisi khas dan unik bangsa ini. Semangatnya adalah saling menghalalkan kesalahan akibat dari tindakan maupun ucapan sebagai resiko dari sebuah pergaulan sehari-hari. Santri kepada kiai, istri kepada suami, anak kepada ibu-bapak, dengan tetangga, kolega, atasan-bawahan, semuanya berhalalbihalal. Sebaiknya halalbihalal terus dibudayakan tidak hanya di bulan Syawal saja tetapi di sebelas bulan lain sesudah Syawal. Selamat Idul Fitri 1 Syawal 1432 taqabbalallu minna waminkum taqabbal ya kariim. (Drs KH Ahmad Darodji MSi, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jateng-34)
Sumber Berita : http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2011/08/29/157588/

0 komentar:

Posting Komentar