Minggu, 28 Agustus 2011

Rekomendasi DPP Tidak Perlu Bayar

JAKARTA - DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan membantah telah menerima Rp 5 miliar dari mantan calon Bupati Pati, Sunarwi. Dalam keterangannya, Jumat lalu, Sunarwi menyebut uang sebesar itu diserahkan demi memperoleh rekomendasi.
Menurut Sekjen DPP PDIP Tjahjo Kumolo, untuk mendapatkan rekomendasi sebagai calon yang direstui tidak ada kewajiban membayar sejumlah uang. ”Logikanya, jika Sunarwi merasa kehilangan Rp 5 miliar karena disetor ke DPP, apa mungkin DPP tidak merekomendasikannya?” kata Tjahjo, Sabtu (27/8).
Tjahjo menyatakan tidak menuduh Sunarwi berbohong. Dia menegaskan, sebagai kader senior seharusnya yang bersangkutan tahu mekanisme partai. ”Kalau tahu kenapa mekanismenya dilanggar?” lanjutnya.
Sebagai ketua DPC dan ketua DPRD, Sunarwi juga pasti tahu sanksi apa yang akan dijatuhkan bila peraturan partai dilanggar. Apalagi, Tjahjo menegaskan, kehormatan ketua umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri juga dilawan.
Sebagai sekjen, Tjahjo memang mengizinkan siapa pun mendaftarkan diri dan mengikuti mekanisme pencalonan Pilkada. Namun, keputusan rekomendasi DPP diambil berdasarkan survei, uji kelayakan dan kepatutan, dukungan struktur partai, serta mempunyai dana gotong royong untuk saksi di TPS dan biaya operasional kampanye.
”Calon bersangkutan harus bisa membuktikan apakah dia mempunyai dukungan dan dana buat menyukseskan kampanye. Rekomendasi DPP tidak bayar,” tandasnya.
Tjahjo bahkan menyarankan bila ada fungsionaris partai yang meminta bayaran terkait rekomendasi agar dilaporkan. Dia memastikan oknum tersebut akan dipecat oleh Megawati.
Kesempatan menjadi calon kepala daerah dari PDIP terbuka bagi semua kader dan bukan anggota/kader partai yang ikut mendaftar dan mengikuti mekanisme Pilkada. DPP kemudian akan melakukan survey dan fit and proper test bagi mereka yang sudah mengikuti tahapan-tahapan klarifikasi sebagai calon dari PDIP.
”Hasil survei serta hasil fit and proper test ditambah hasil koordinasi DPP dengan DPD dan ketua-ketua DPC tetangga menjadi pertimbangan keputusan DPP dalam memberikan rekomendasi,” jelasnya.
DPP PDIP memutuskan menggugat Komisi Pemilihan Umum (KPU) karena lembaga itu memberi peluang kepada Sunarwi untuk maju dan mendaftar. Padahal keputusan KPU itu tidak pernah dikonsultasikan dengan DPP/DPD partai yang mengeluarkan rekomendasi pilkada.
”Keputusan KPU mengenai Pati diambil melalui mekanisme voting. Apa KPU tidak mempunyai sistem? Untuk itulah DPP PDIP menggugat KPU ke Polda, PTUN, dan Mahkamah Konstitusi,” imbuhnya.
Gugatan juga dilayangkan sebagai pelajaran kepada KPU agar tidak mengulangi kasus Pati. Menurut Tjahjo, pihaknya tidak ingin kasus itu menjadi preseden sehingga unsur partai di daerah berani melawan keputusan pimpinan pusat.
Opsi Wakil Bupati
Di Pati, Sunarwi kembali mengungkapkan ketidakpuasannya atas prosedur yang dipraktikkan jajaran pengurus tertinggi di partai banteng moncong putih itu. Dia menyatakan dikelabui DPP setelah bersedia mendaftarkan pasangan calon pemegang rekomendasi Imam Suroso-Sujoko ke KPU Pati.
Sunarwi mengaku ditawari opsi penggantian calon wakil bupati dari Sujoko ke Riyoso, adik kandung Sunarwi. Rencana penggantian tersebut dimunculkan karena Imam Suroso tidak sreg berpasangan dengan Sujoko sekaligus meredam konflik di akar rumput.
Pertemuan tersebut difasilitasi pengurus DPP PDIP Mindo Sianipar. ”Demi kekompakan partai dan menjaga suasana kondusif, saya bersedia menerima opsi itu. Adik saya pun langsung mengurus berkas yang dibutuhkan dalam pencalonan. Saya kemudian kaget karena disuruh menandatangani surat untuk keabsahan tim kampanye Imam Suroso-Sujoko. Surat rekomendasi tidak berubah, Riyoso tidak masuk satu paket dalam pencalonan itu,” papar Sunarwi.
Karena merasa terus dizalimi, dia termotivasi mengganti pasangan Imam Suroso-Sujoko dalam masa perbaikan berkas pencalonan. Sunarwi mengetahui adanya celah untuk mengganti calon atau pasangan calon setelah rapat terbatas di DPP itu. Politikus asal Desa Ngemplak Lor, Kecamatan Margoyoso, ini selanjutnya berkomunikasi dengan KPU Pati mengenai kemungkinan penggantian calon. Benar saja, KPU Pati menyatakan upaya itu bisa dilakukan sepanjang penetapan pasangan calon belum dilakukan. ”Jadi sangat salah dan fitnah jika saya bermain-main dengan KPU. Saya tidak menyuap KPU,” tegasnya.
Jika tidak ada upaya penggantian calon wakil bupati Sujoko kepada Riyoso, Sunarwi tak mengetahui celah hukum tersebut. Sunarwi juga bersumpah tak pernah bersekongkol dan mengatur penggantian pasangan calon Imam Suroso-Sujoko secara sistematis jauh-jauh hari.
Pengamat politik asal Pati, Alwi Alaydrus, menilai kasus PDIP kali ini terbilang biasa. Persoalan serupa juga terjadi di daerah lain. Namun, dia menggarisbawahi bahwa penentuan rekomendasi calon bupati dan wakil bupati merupakan hak pucuk pimpinan partai.
Mengenai setoran Rp 5 miliar dari kader ke DPP, Alwi menyebut setoran itu dapat diberlakukan sebagai uang pendaftaran. ”Soal setoran itu sebenarnya terserah Sunarwi. Kalau memang bisa memosisikan uang itu sebagai persyaratan pendaftaran, bisa diupayakan ditarik kembali ketika tidak jadi maju,” ujar mantan kader PDIP ini. (H28,H49-65,57)
Sumber Berita : http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2011/08/28/157522/

0 komentar:

Posting Komentar