Senin, 07 November 2011

7 Muara Alami Pendangkalan

TUJUH Muara sungai di sepanjang Pantai Utara (Pantura) Kabupaten Tegal, mengalami pendangkalan. Kondisi ini berlangsung sejak awal musim kemarau beberapa bulan silam. Ironisnya, dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tegal belum menanganinya secara serius.
Ketua Pengelolaan Kawasan Pantai dan Hutan Mangrove Kabupaten Tegal, Warnadi, mengatakan, tujuh muara itu berada di sungai Kelurahan Dampyak, sungai Pah Desa Padaharja, sungai Desa Bongkok yang merupakan pelabuhan perahu nelayan Larangan, dan sungai Cacaban Desa Maribaya. Keempatnya berlokasi di Kecamatan Kramat.
Sementara yang lainnya, berada di sungai Cenang yang merupakan tempat pendaratan ikan di Desa Suradadi, dan sungai Desa Bojongsana. Keduanya di Kecamatan Suradadi. Kemudian yang terakhir di Sungai Rambut Desa Kedungkelor Kecamatan Warureja. Ketujuh muara itu, mayoritas digunakan sebagai jalur lintasan perahu nelayan. Utamanya nelayan kecil yang mencari ikan teri nasi, rajungan, dan lainnya.
"Terjadinya pendangkalan sangat mengganggu aktifitas nelayan. Mereka kesulitan melaut. Meski bisa, mereka terpaksa mencebur dan mendorong perahunya hingga ke tepi laut," katanya, Senin (7/11).
Jumlah perahu di Kabupaten Tegal, Warnadi menyebutkan, sekira 530 perahu. Dari jumlah itu, 130 perahu diantaranya, merupakan nelayan Larangan Kramat. Sementara sisanya, merupakan nelayan Suradadi.
Selain nelayan yang mengalami kesulitan akibat pendangkalan, petani tambak juga mengalami hal serupa. Menurutnya, saat ini petani tambak sedang kesulitan untuk mengganti air. "Sirkulasi air terhambat. Karenanya, petani tambak mengalami kerugian yang tidak sedikit. Sepanjang jalur Pantura di Kabupaten Tegal, ada ribuan hetar tambak yang sedang kesulitan sirkulasi air," ungkapnya.
Dirinya tak menampik, adanya break water atau pemecah gelombang, memang membantu terjadinya abrasi. Namun demikian, alangkah baiknya apabila pembangunan break water dikurangi dan diganti dengan penanaman mangrove. Sehingga, air laut dapat diantisipasi dan akresi atau pasir yang menumpuk, tidak akan terjadi.
Menurut Warnadi, break water tersebut sangat mempengaruhi adanya pendangkalan di muara. Dimana pasir akan menumpuk setelah dibawa gelombang besar. "Selama tidak ada pembuatan hutan mangrove, maka akan sulit untuk menghentikan abrasi dan akresi. Untuk itu, Pemda harus serius dalam menangani ini. Dan dinas terkait harus bertanggungjawab," cetusnya.
Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Tegal, Darsono, mengatakan, sejak Pusat Pendaratan Ikan (PPI) di Desa Suradadi Kecamatan Suradadi dibangun belasan tahun silam, muara sungai yang digunakan sebagai lalu lintas perahu tak pernah mendapat pemeliharaan dari pemerintah setempat. Tak heran, jika kondisi muara tersebut mengalami pendangkalan yang sangat parah.
"Para nelayan yang hendak melaut, mengalami kesulitan. Jalur masuk perahu ke pelabuhan tersebut, tertutup dengan pasir yang membentuk layaknya pulau kecil. Setiap nelayan hendak melaut, mereka harus rela mendorong perahunya sejauh 50 meter lebih," ujarnya.
Darsono mengaku, sejauh ini pihaknya kerap mengajukan ke dinas yang bersangkutan untuk adanya bantuan normalisasi. Tetapi, hingga kini belum ada realisasinya. "Kami harap, pemerintah memperhatinkan nelayan di sini. Kasihan para nelayan, jika kondisi ini cukup dibiarkan saja," pungkasnya. (yer)
Sumber Berita : http://www.radartegal.com/index.php/

0 komentar:

Posting Komentar