Jumat, 11 November 2011

Tanggal Cantik Berkah Melimpah

Beberapa dokter spesialis kandungan harus bekerja ekstra, kemarin. Mereka menangani permintaan persalinan berlimpah berkaitan dengan fenomena tanggal cantik 11-11-11. Petugas pernikahan juga tak kalah sibuk.
JUMAT, 11 November 2011, bukan hari yang biasa bagi Prof Dr Samuel Widisamoko SpOG. Dokter mitra RS Telogorejo Semarang, itu harus menangani empat persalinan dalam sehari. “Cukup menyita waktu dan tenaga karena harus membagi waktu dengan kegiatan lain,’’ kata Samuel.
Dia bukan satu-satunya dokter ahli kandungan yang mendapat banyak permintaan untuk membantu proses persalinan di tanggal cantik. Kolega Samuel, dokter Arufiadi SpOG, mendapat “jatah” tiga persalinan. Dua di antaranya melalui operasi bedah caesar, satu persalinan normal.
Proses persalinan pertama yang dibantu Samuel berlangsung pukul 05.00 ketika fajar mulai menyingsing. Persalinan terakhir yang ditangani pukul 23.00, satu jam sebelum hari berganti.
Samuel punya cara tersendiri mengusir kantuk yang harus dihadapi menjelang persalinan tersebut. “Biasanya saya minum kopi dan cuci muka berkali-kali,’’ terang dia.
Sebagian orang memang menganggap 11 November 2011 sebagai hari yang istimewa. Formula penulisan tanggal-bulan-tahun, dengan tulisan tahun hanya ditulis dua digit, membentuk urutan 11-11-11.
Deret angka tersebut mudah diingat guna mengabadikan momen terindah dalam hidup. Alasan lain berlandaskan keyakinan bahwa tanggal cantik tersebut memiliki makna tertentu, baik secara religi maupun kultur, sehingga menjadi istimewa.
Apapun alasannya, tanggal 11-11-11 tentu berarti secara personal bagi mereka yang memilihnya sebagai salah satu hari terindah dalam hidup. Tak terkecuali saat memiliki buah hati yang telah didambakan.
Kebahagiaan, misalnya, terpancar dari wajah Manda (26), warga Pedurungan, Semarang, yang melahirkan putri pertamanya di RS Roemani. Bayi bernama Shanaya Jihan Abriella itu lahir melalui bedah caesar. “Shanaya berarti cantik, Jihan baik hati, dan Abriella bermakna yang dilindungi. Ini nama yang istimewa untuk anak yang lahir pada tanggal istimewa,’’ terang Manda.
Setyana (27), warga Gunungpati, Semarang, yang bersalin secara normal lain lagi. Dia bersyukur si buah hati yang diberi nama Andina Eka Latifa Azahra itu lahir tepat pada hari dengan deret angka 11.
“Tidak ada maksud untuk mengatur persalinan pada tanggal ini. Perkiraan dokter lahir pada 12 November,’’ ungkap Setyana.
Di RS Roemani, tercatat 10 bayi lahir pada Jumat kemarin. Shanaya dan Andina dua di antaranya.
Ketua IDI Kota Semarang dokter Herman Kristanto SpOG menjelaskan, tak semua permintaan persalinan pada tanggal tertentu bisa dipenuhi. Faktor aman tidaknya bagi ibu dan janin menjadi pertimbangan utama. “Sekiranya tidak aman, ya, persalinan tidak bisa dilakukan,’’ tegas Herman.
Deteksi pertama dilihat dari usia janin dengan taksir persalinan pada usia 40 minggu. Namun, bayi sudah dianggap layak lahir sejak  usia 37 minggu.
Pelaksanaan persalinan bisa dipilih normal atau melalui operasi bedah caesar. “Jika memang usia janin sudah mencukupi, ibu dalam kondisi memungkinkan untuk bersalin normal, bisa dilakukan dengan dipacu,’’ imbuhnya.
28 Pasangan
Tak kalah sibuk pada tanggal serba-11 adalah penghulu yang juga biasa dikenal dengan naib atau modin. Banyaknya pasangan yang ingin menikah di tanggal cantik itu membuat mereka ekstrasibuk.
Di lingkup Kantor Urusan Agama (KUA) Semarang Timur yang hanya memiliki tiga modin, terdapat 28 pasangan yang memilih menikah pada 11-11-11. Repotnya, semua ingin menikah tepat pukul 11.11.
Lantaran petugas yang terbatas, tentu semua tak bisa dilakukan bersamaan. Sejak pagi, tiga modin itu berkeliling menjalankan kewajiban.
Muhammad Ridho, salah satu penghulu di KUA Semarang Timur, kebagian tugas menikahkan delapan pasangan. “Ini pasangan kelima yang saya nikahkan. Masih ada tiga lagi,’’ ujar Ridho seusai menikahkan Rani Dwi Yulianti dan Asyhari Yudho Hadiyanto di Masjid At Taqwa Jalan Halmahera III.
Rani dan Asyhari menikah pukul 10.00. Pasangan pertama yang dinikahkan Ridho berijab kabul pukul 06.00. Pasangan berikutnya sejam kemudian. Demikian berturut-turut hingga pasangan kelima.
Ridho memiliki waktu istirahat hingga pukul 13.00. Pada jam itu, dia menikahkan pasangan keenam. Pasangan ketujuh dan kedelapan masing-masing menikah pukul 14.00 dan 15.00
“Lelah memang, tapi saya senang dan memahami keinginan pasangan menikah di tanggal yang unik ini. Sudah kewajiban saya. Yang penting semua lancar menjalani prosesi akad nikah,’’ tutur Ridho.
Menurutnya, alasan para mempelai itu menikah kemarin adalah tanggal yang unik dan bertepatan dengan hari Jumat.
Ridho menjelaskan, dalam Islam tak ada pengistimewaan tanggal atau hari, semua sama. Tapi keinginan menikah pada tanggal yang unik tidak dilarang.
Di Tembalang, KUA setempat mencatat  25 pasangan yang mendaftarkan pernikahan pada Jumat setempat. Keterbatasan modin menyebabkan pernikahan mereka dilakukan bergilir.
“Tentu lelah, tapi sudah kewajiban saya menikahkan calon pengantin,’’ ujar Syamsuri, salah satu modin di Tembalang seusai menikahkan Fajar Tri Ervandi dan Novitasari Kusumaningsih di Masjid Baitussalam, Ketileng Indah.
Syamsuri menjelaskan, jumlah sebanyak itu memang termasuk tidak biasa. Waktu pernikahan yang banyak biasanya pada akhir pekan. Itu pun rata-rata setiap modin hanya mendapat tugas menikahkan dua mempelai.
Pasangan Asyhari dan Rani menyatakan bahwa mereka memang jauh-jauh hari berencana menikah pada tanggal 11-11-11.
Menurut Asyhari yang berasal dari Pacitan, selain unik juga bertepatan dengan hari Jumat yang diyakini sebagai hari baik. “Kami berharap pernikahan pada hari spesial ini membawa berkah bagi kehidupan keluarga,’’ ujar Rani, warga Jalan Halmahera III.
Pasangan lain yang menikah kemarin adalah Adityo Dwi Riantoto dan Dhimy Etika Rully. Kedua mempelai yang menikah di rumah, Jalan M Yamin Ungaran, itu mempunyai cara lain memanfaatkan momen tanggal 11-11-11.
Seusai melaksanakan ijab kabul tepat pukul 11.00, keduanya melepaskan tiga jenis burung gelatik masing-masing 11 ekor. Menurut Adityo, melepas burung adalah hal yang baik, yaitu mengembalikan kebebasan kepada mereka.
“Ide melepas burung hanya spontanitas terlintas sehari sebelumnya. Jumlah 11-11-11 itu kami sesuaikan dengan tanggal pernikahan,” terang fotografer salah satu media cetak di Semarang tersebut. (Krisnaji Satriawan, Roosalina, Maulana M Fahmi-65)
Sumber Berita : http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2011/11/12/166186/

0 komentar:

Posting Komentar