Rabu, 25 Januari 2012

Melongok Gelar Pengobatan Gratis Pedesaan

Meski warga miskin di Indonesia maupun di daerah khususnya di Kabupaten Tegal sudah mendapatkan jaminan sosial kesehatan dari pemerintah. Namun gelar pengobatan gratis oleh sebuah lembaga tetap diburu masyarakat kalangan bawah. Itu sebuah gambaran jika masih ada kalangan masyarakat tidak mampu yang belum terakomodir oleh jejaring sosial dimaksud. Bagaimana antusias warga disana?

LAPORAN : MUHAMMAD GONI
 BAHKAN dari sejumlah pembuktian, gelar pengobatan gratis dengan pemberian obat gratis, sering melebihi kuota batas dari yang ditargetkan oleh institusi tertentu. Seperti sejumlah gelar pengobatan gratis yang dilakukan Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI), bekerjasama dengan Indosat, selalu dipenuhi warga yang ingin berobat. Begitupun gelar yang diselenggarakan di Desa Timbangreja, Kecamatan Lebaksiu, kemarin.
 Sedikitnya ratusan warga kalangan bawah selalu memenuhi gelar pengobatan gratis dan memberikan obat gratis tersebut. Dari pengamatan dilapangan, ternyata tidak hanya karena faktor gratis semata yang menjadi acuan, namun layanan pusat layanan yang dibangun pemerintah terkadang berjarak terlalu jauh dari lingkungan pemukiman tertentu.  “Dari acuan inilah, institusinya mengadakan pengobatan dan obat gratis, khususnya bagi warga yang jarak tinggalnya cukup jauh dari Puskesmas maupun Rumah Sakit (RS)," kata Ketua BSMI Kabupaten Tegal, dr Sofan, kemarin.
 Dikatakan dr Sofan, yang juga mengasuh sebuah klinik atau balai pengobatan di Desa Yamansari Lebaksiu, hampir setiap gelar kesehatan dan pemberian obat gratis, sering melebihi kuota. Jika target yang diberikan sekitar 150 warga, karena getuk tular, membuat warga lain yang ingin mendapat pemeriksaan turut menghadiri dan minta diobati secara gratis.
 Menurut dia, kondisi itu tidak mungkin ditolak oleh diri dan lembaganya yang memang merupakan program kegiatan yang harus dilaksanakan, sesuai kewajiban lembaganya. Bahkan secara pribadi, jika tidak terbatas dengan waktu, mungkin warga lebih banyak lagi yang ingin diobati.  “Di Desa Timbangreja, bahkan pasien yang ingin berobat gratis sampai 216 orang. Ini cukup banyak dan kebanyakan warga menderita penyakit musiman,” jelasnya.
 BENTUK KEPEDULIAN
 Disisi lain Koordinator BSMI Pantura, Zamroni, membenarkan jika setiap mengadakan pengobatan gratis, ratusan orang selalu mendatangi kegiatan dimaksud. Meski demikian dirinya yang dibantu sejumlah anggota dan tenaga medis serta perawat dari BSMI, selalu berupaya memberikan yang terbaik, bagi masyarakat yang membutuhkan. Bahkan terkadang terasa miris jika ingin membatasi jumlah pasien.
 Bahkan tidak sedikit warga yang ingin agar penyelenggaraan kegiatan lembaganya, bisa dilakukan secara berkelanjutan. Namun karena berbagai keterbatasan, maka permintaan itu tidak mampu terpenuhi. Apalagi lokasi pengobatan tidak harus pada desa saja.  “Mungkin keingin warga agar pemeriksaan mereka pun bisa kami kontrol secara berkelanjutan,” ujar Zamroni.
 Sementara Ismail seorang tokoh masyarakat setempat memang berharap agar ada kegiatan serupa berkelanjutan. Pasalnya, agar pasien yang diobati bisa diketahui perkembangan kesehatannya secara skala medis. Pihaknya hanya bersifat himbauan dan itu sebuah keinginan masyarakat. Hanya keputusan berada pada lembaga yang mengadakan kegiatan.  “Kalaupun kegiatan itu bekerjasama dengan sebuah perusahaan besar apapun namanya, semoga perusahaan dimaksud bisa selalu mendukung pelaksanaan pengobatan gratis ini,” terang Ismail.
 Ditambahkan, dirinya memang patut menghimbau itu, apalagi bagi kalangan masyarakat yang lanjut usia, sangat rentan dan masih secara kondisional kesehatannya terganggu. Kondisi itulah yang membuat banyak warga agar kegiatan pengobatan gratis bisa terprogram secara periodik, sehingga warga bisa memeriksakan dirinya sesuai skala kesehatan. (*)
Sumber Berita : http://www.radartegal.com/index.php/Melongok-Gelar-Pengobatan-Gratis-Pedesaan.html

0 komentar:

Posting Komentar